Share

PART 5

"Mas Bondan?"

 

Lelaki bertubuh atletis di depanku itu tersenyum sedikit aneh.

 

"Kamu di sini rupanya, Liv?" tanyanya seperti sedang berpura-pura, karena kulihat kedua matanya seperti mengisyaratkan sesuatu padaku. "Apa memangnya yang dilakukan bos kamu tengah malam gini di kamar hotel?" tanyanya lagi sambil terkekeh pelan dan berjalan memasuki ruangan. 

 

"Jangan bikin gosip. Kemarilah, Dan!" ujar Mas Adjie dari sofanya. Perlahan akupun menutup pintu kamar dan bergabung bersama mereka. 

 

"Kupikir penyakitmu udah sembuh, Ji. Ternyata belum." Mas Bondan nampak kembali terkekeh. Kini lebih keras.

 

"Ngomong apa sih kamu?" Wajah Mas Adjie kulihat bersemu merah. Aku tahu kelakar apa yang sedang diucapkan Mas Bondan itu. Dia pasti sedang menyindir Mas Adjie karena ternyata sampai sekarang masih saja bermain-main dengan para sekretaris di belakang istrinya. 

 

"Livia, tolong ambilkan satu minuman lagi!" perintahnya kemudian padaku. 

 

"Baik, Pak!" Aku bermaksud bangkit dari tempatku duduk, namun tiba-tiba tangan Mas Bondan segera mencekal lenganku. 

 

"Tidak perlu, Sayang. Duduk saja di situ. Aku pesankan supper untuk kita. Gimana, Ji?" Matanya menatap ke arah Mas Adjie. Dan aneh sekali karena kulihat ada kesan tak senang di mata suamiku itu. 

 

"Supper? Oke, pesan saja kalau gitu." Kalimat Mas Adjie seperti nada keterpaksaan. 

 

"Oke sippp." Mas Bondan pun segera bangkit lalu berjalan ke arah balkon dan mulai melakukan panggilan telepon ke room service hotel. Aku sendiri duduk dengan kikuk di depan Mas adjie yang tiba-tiba berulang kali memandangiku dengan tatapan aneh. 

 

"Bukannya kalian berdua saudara?" tanyanya tiba-tiba. Perlu waktu beberapa saat untukku bisa mencerna apa yang sedang ditanyakannya itu. Hingga akhirnya aku mengerti bahwa yang dimaksudkannya adalah sikap Mas Bondan barusan terhadapku. Memegang lenganku dan memanggilku dengan kata "Sayang". Dan aku sangat yakin, lelaki itu memang dengan sengaja melakukannya di depan Mas Adjie. Dalam hati aku tertawa geli.

 

"Ee, iya Pak. Kami memang saudara. Kami saudara jauh," jawabku dengan sedikit senyum yang kubuat tak enak hati. Mas Adjie hanya hanya melirikku sekilas saat kuberikan jawaban itu. Sepertinya sedang berpura-pura cuek. Lalu kembali fokus pada layar laptop di depannya tepat pada saat Mas Bondan kembali. 

 

"Done, satu jam lagi makanan kita siap. Kita bisa mulai meeting kita dulu, Ji?"

 

"Oke, duduklah," ujar Mas Adjie.

 

Mas Bondan pun segera mendudukkan kembali dirinya di sofa sebelahku. 

 

"Sekretarismu kayaknya capek, Ji. Nggak disuruh istirahat aja dulu? Kita bisa bahas ini berdua saja kan?" kata Mas Bondan. Tak hanya membuatku sedikit kaget, tapi Mas Adjie pun sepertinya sama terkejutnya denganku. 

 

"Aku mau dia di sini. Dan itu urusanku. Kamu nggak usah ikut campur," sahut Mas Adjie. Nada bicaranya seperti sedikit tersinggung meskipun bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Nampak adanya nada persaingan di dalam kalimatnya. Berbeda dengan Mas Bondan yang kulihat justru tersenyum puas. 

 

"Jangan gitu lah, Bro. Dia saudaraku. Aku nggak mau kamu biarkan kerja rodi semalaman." Lalu terdengar gelakan tawa lelaki itu. 

 

"Semoga saja dia memang benar-benar saudaramu. Karena kalau tidak ..." Mas Adjie menghentikan kalimatnya. 

 

"Kalau tidak kenapa?" Mas Bondan memicingkan mata ke arahnya.

 

"Kamu akan berurusan denganku nanti!" ancam Mas Adjie. Namun kalimat itu justru membuat keduanya terbahak-bahak. Entahlah. Aku tak begitu mengerti perbincangan antar dua lelaki dewasa macam itu. Tapi yang jelas, yang kuyakini Mas Bondan hanya ingin memancing rasa cemburu Mas Adjie padaku. Dan sepertinya itu berhasil. Secepat itukah suamiku jatuh cinta pada seorang wanita? Dia bahkan baru bertemu denganku tadi pagi. Namun sikap posesifnya sudah mulai tampak malam ini. Atau dia hanya ingin menunjukkan betapa berkuasanya dia terhadap apa yang dimilikinya?

 

Saat kemudian mereka sibuk membahas proyek baru yang akan segera dierjakan bersama, aku hanya berusaha mendengarkan dan mencoba memahami. Mas Bondan memang benar, seharusnya aku tidak begitu dibutuhkan di tempat ini. Mas Bondan sepertinya hanya ingin membuatku semakin mengerti bagaimana sebenarnya kelakuan suamiku itu di belakangku dulu. Seperti inilah waktu itu. 

 

Satu jam kemudian pembahasaan dua sahabat itu pun terhenti oleh kedatangan dua petugas room service hotel yang mendorong trolley pembawa menu-menu 'makan tengah malam' kami. 

 

"Akhirnyaaa, makan juga," celetuk Mas Bondan saat kedua pelayan itu pergi setelah menata hidangan di meja makan. "Ayo, Liv. Kamu butuh makan banyak mengingat bos mu yang akan selalu memberimu banyak kerjaan ini." Lelaki itu berkelakar lagi. Tapi nampaknya kali ini Mas Adjie sudah bisa begitu santai menanggapinya. 

 

Dua lelaki itu nampak begitu antusias mengobrol sambil menikmati makanan mereka. Hingga saat kemudian terdengar suara ponsel berbunyi, Mas Adjie pun bangkit dari kursinya.

 

"Sori, sebentar ya," pamitnya pada kami setelah menerima panggilan sambil berjalan ke arah balkon. 

 

"Ya, Ma? Enggak, ini masih meeting sama Bondan. Iya, Bondan. Ngga usah aneh-aneh lah mikirnya. Mau ngomong sama dia? ..."

 

Jarak antara meja makan dan balkon tidak begitu jauh hingga aku dan Mas Bondan bisa dengan jelas mendengar pembicaraan telepon itu. Mata Mas Bondan sesekali melirik ke arahku sambil mengulum senyum. Sementara pikiranku sendiri malah berkecamuk dengan peristiwa di masa lalu. 

 

Dulu aku pun sering menelponnya tengah malam jika dia belum pulang, sekedar untuk bertanya apa dia sudah makan, sedang dimana, atau pulang jam berapa. Tapi seingatku, saat itu Mas Adjie tidak pernah sekalipun menawariku untuk berbicara pada orang yang ditemuinya saat itu. 

 

Aku sedikit heran karena ternyata dengan Afika sikap Mas Adjie bisa lain seperti ini. Dia bahkan tidak segan menawarinya berbicara dengan Mas Bondan. Aku benar-benar baru menyadari betapa aku begitu lugu waktu itu hingga apapun yang dia katakan begitu saja kupercaya dan kutelan mentah-mentah. Aku benar-benar sangat bodoh waktu itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status