Share

AKMD 03

Penulis: Laa Rachma
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-05 21:07:05

Aku terduduk dengan memeluk kedua lutut. Bahkan untuk berdiri pun serasa tidak bertulang.

setegar tegarnya, aku tetaplah seorang perempuan yang akan terpuruk melihat suaminya berkhianat di depan matanya.

"Entah mas, bahkan otakku masih buntu untuk mengimbangi permainanmu. Tapi yang pasti aku tidak akan tinggal diam."

****

Aku membuka mata ketika jam menunjukkan pukul 16.00. sepertinya ia sudah tertidur cukup lama, ia berharap semua hanyalah mimpi buruk. Tapi saat mengecek galeri di ponselnya video itu benar benar ada. Video di saat suaminya sedang merencanakan pembunuhan untuknya. 

"Aku tidak boleh berlarut, sebentar lagi jamnya mas Hendra pulang, akan ku lihat sejauh mana ia memainkan perannya."

Tidak berselang lama, suara deru mobil terdengar di halaman rumah. Aku mengintip dari balik korden kamar, memastikan jika itu memang mobil suaminya. Biasanya jam pulang suami dan mertuanya memang hampir bersamaan.

Aku turun menyambutnya di depan pintu, seperti biasa ku kecup punggung tangan kanannya, juga ku ambil tas yang ia bawa.

"Terimakasih Adinda," ucap mas Hendra kepadaku.

"Sama sama mas, ini sudah tugasku sebagai istri."

Ku lihat ia tersenyum. Senyum yang dulunya adalah pesona tersendiri untukku, entah mengapa kini terlihat mengerikan. Seperti ancaman malaikat maut.

Aku mengikutinya menuju kamar kami, kamar di mana tempat kami sering beradu. Jika aku tidak mengetahui rencana mas Hendra, dia adalah suami yang terbaik menurutku. Dari nafkah lahir yang cukup banyak setiap bulannya, nafkah batin pun ku terima dengan baik.

Hanya saja mas Hendra memang sering memaksaku untuk minum pil kontrasepsi dengan alasan tidak ingin terburu buru punya anak. Tapi akhir akhir ini aku diam diam tidak meminumnya, bagaimana pun sebagai istri yang hanya berdiam diri di rumah setiap harinya, aku sangat mendambakan kehadiran malaikat kecil itu.

Dan sekarang aku tahu alasannya, ia memang tidak bersungguh-sungguh dengan pernikahan kami. Reflek saja aku mengelus perutku.

"Semoga kamu belum tumbuh di sini nak, "

Memikirkan nasib diri sendiri saja belum karuan apalagi jika ia mengandung nantinya. 

"Kenapa kamu pegang pegang perut seperti itu?" tanya mas Hendra tiba tiba.

"Eh,"

Karena melamun, aku bahkan tidak sadar jika sudah sampai kamar dengan mas Hendra yang berdiri menatapku.

"Entahlah mas, tiba tiba saja kram. Mungkin  mau datang bulan," ucapku beralasan.

"Ya sudah kamu duduk aja, biar aku siapkan keperluanku sendiri."

Aku menurut. 

Mas Hendra masuk ke dalam kamar mandi, jika biasanya aku yang menyiapkan air hangat untuknya, kini ia menyiapkannya sendiri. 

Aku masih duduk di tepi ranjang menunggu mas Hendra keluar. Ia adalah tipe laki laki yang kalau mandi cukup lama. Bahkan sebagai perempuan, aku kalah. 

Kulihat mas Hendra keluar dengan handuk yang melilit di pinggangnya.

"Din, kamu masih mengonsumsi pil kontrasepsi?" tanya mas Hendra tiba tiba.

Aku tergagap "Masih mas."

"Hentikan saja, besok kamu pergi ke dokter untuk cek kesehatan sekaligus program hamil".

Aku mengernyitkan dahi bingung. 

"Perginya sama kamu mas".

"Tidak, Pergilah sendiri. Mas ada rapat penting di kantor".

Aku bertepuk tangan dalam hati. Ternyata ini rencana kamu mas, sungguh benar benar seperti iblis berkedok malaikat.

"Baiklah aku mengerti".

Aku beranjak dari ranjang dan keluar kamar. Rencananya aku ingin membantu menyiapkan makan malam. 

Namun aku berhenti ketika melihat ibu mertua sedang duduk sendirian di sofa. 

Aku mendekat, mungkin dengan sedikit mengobrol dengannya bisa memperbaiki hubungan kami.

"Bu, ibu sedang apa?" tanyaku mencoba menyapa.

"Bolehkah Dinda juga duduk di sini?"

"Duduklah, ada yang ingin ibu bicarakan padamu."

Aku langsung mengambil tempat di sebelah ibu mertua. Diam dan menunggu apa yang ingin dikatakan beliau. Sebenarnya aku sangat penasaran, tapi tidak berani untuk bertanya.

"Berhati-hatilah!!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
mulai sekarang kmu hrs hati dgn Hendra .apa yg d kasi k kmu jangan kmu makan atau minuman jangan kmu minum .juga klo kmu pergi sendiri jangan naik mobil yg hendra kasi lebih baik naik taksi onlini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Bonus Chapter 03

    Pagi harinya sesuai kesepakatan, Sapta datang ke kantor MLN Groub.Kantor yang dulunya adalah pesaing bisnisnya, kini akan menjadi tempat dia mengais rupiah demi menutupi kebutuhannya sehari harinya. Tatapan bingung, mencemooh, simpati, Sapta dapatkan dari banyaknya pekerja yang berpapasan tadi. Jika dia dulu masuk dengan setelah jas mahal, dan wajah angkuh kini ia harus membiasakan diri dengan menyapa beberapa orang di sekitarnya. Tidak papa, ini hanya permulaan. Semua yang ingin berkembang, pasti harus berani memulainya dengan berbagai resiko yang berbeda. "Ada yang bisa saya bantu Pak?" tanya seorang perempuan berhijab yang tak lain adalah sekretaris Galih. "Pak Galihnya ada?" "Ada, beliau baru saja tiba. Apakah bapak sudah membuat janji?" "Sudah, Pak Galih sendiri yang meminta saya untuk datang hari ini." "Baik Pak, kalau begitu silahkan duduk dulu!" Sapta menurut, dia duduk sambil mengamati ketika wanita berhijab itu begitu lincah dengan tablephone nya. Dia jadi teringa

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Bonus chapter 2

    Hallooo Adikkk...!" Suara riang Reina membuat mereka yang sedang duduk di ruang tamu menerka nerka. "Siapa sih sayang yang datang?" Tanya Hardian menyusul putrinya. "Loh Pak Sapta, tumben, udah lama sekali lo gak main ke sini. Mari silahkan masuk!" "Pak Galihnya ada Mas?""Ada Pak, kebetulan sedang santai di ruang tamu. Langsung masuk aja, silahkan Bu! sama siapa ini?" "Kalila Om," jawab bocah berkuncir dua itu. "Oh iya, makanya Reina senang sekali, ternyata kedatangan adiknya toh. Ayo Sayang adiknya diajak masuk ke dalam!" Sapta beserta istri dan cucunya mengekor langkah Hardian masuk ke dalam rumah."Loh Pak Sapta mari duduk, silahkan Bu!" Ujar Galih saat melihat siapa tamunya. "Maaf menganggu waktu bersantai anda bersama keluarga Pak," Ucap Sapta merasa tidak enak. "Tidak Pak, ini hanya kebetulan anak, cucu sedang berkunjung.""Iya Bu Lili, kok gak pernah main ke sini. Terakhir 3 bulan yang lalu kan? Sekarang bagaimana kabarnya?" Alina ikut bertanya. "Kabar baik Bu, hanya

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Bonus Chapter

    "Ma, apa tidak papa jika kita meminta pekerjaan kepada pak Galih?" Liliana yang sedang menemani cucunya menonton televisi menoleh. Ditatapnya sang suami dengan prihatin. Mau bagaimana pun ia tidak bisa memaksa suaminya itu untuk kerja serabutan layaknya tukang atau kuli bangunan. Bahkan caranya saja dia tidak tahu. Ini adalah bulan ketiga Sapta menganggur, keseharian Liliana yang hanya membuat kue serta jajanan ringan untuk dititipkan di warung-warung ternyata tidak mampu menutup perekonomian mereka. Hasil penjualan rumahnya dulu, Sapta gunakan untuk menutup gaji para pegawai, dan membeli rumah kecil yang kini mereka huni. Sisanya dia simpan sebagi pegangan jika ada kebutuhan mendadak serta modal jualan sang istri. "Jika kamu tidak malu tak apa mas, kemarin juga pak Galih sudah menawarkan kepada kita kan? Namun aku juga tidak memaksa, karena di sini menyangkut harga dirimu juga." Jawab Liliana atas pertanyaan sang suami. Sapta terdiam, ia kembali menimang nimang keputusannya itu

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Karma nyata adanya

    "Mas Sapta," Sapta yang tengah terduduk dengan tatapan kosongnya seketika berbinar. Dicarinya dari mana suara itu berasal, hingga tatapannya terkunci pada sosok perempuan yang berhasil menjungkir balikkan hidupnya beberapa hari ini. Perempuan yang masih saja terlihat anggun di usianya yang menginjak kepala lima. Perempuan yang sedang menggendong seorang anak kecil yang kini telah kehilangan ibunya. "Li, kamu kembali?" tanya Sapta ragu. Galih yang merasa tidak berhak mendengar pun pamit undur diri, begitu juga dengan Hardian dan Adinda. "Kami pamit ya pak," Sapta tidak menggubris, fokusnya masih kepada kedatangan istrinya. "Terimakasih ya Bapak, ibu, nak." Melihat tidak ada respon dari suaminya, akhirnya Liliana yang menjawab. Setelah Galih dan sekeluarga pulang, keadaan rumah kembali sepi. Apalagi jenazah sudah dimakamkan tadi pagi. Hanya saja kedua orang tua Laura yang belum datang sekedar melihat anaknya untuk yang terakhir kali. "Li, kamu kembali?" "Iya mas."

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Bunuh diri

    "Braaakkkk" Pintu utama terbuka dengan kasar. Hardian berlari menuju tempat dimana istri dan anak anaknya berada. "Sayang are you okay?" "Mas kamu udah pulang?" tanya Dinda masih dengan pipi yang basah dengan air mata. "Aku pulang setelah melihat berita di televisi. Kamu nangis?" Pertanyaan Hardian berhasil membuat dua bocah yang sedang asyik bermain itu menoleh. "Bunda nangis?" "Enggak kok nak, ini bunda hanya kelilipan aja." Bohong Dinda. Mendengar jawaban bundanya, mereka fokus kepada itu mainannya lagi. Sedangkan Hardian duduk di sebelah sang istri. "Kamu kenapa hem?" "Aku gakpapa mas, aku cuma sedang takut aja. Melihat tingkah mas Hendra, sebenarnya aku khawatir dengan masa depan mereka." Hardian mengangguk paham. Diraihnya tangan sang istri, "aku kan udah bilang beberapa kali sama kamu, mereka itu anak-anaku. Aku yang akan mendidiknya kelak dengan caraku. Cukup kamu doakan saja yang terbaik untuk mereka, kamu tidak lupakan? bahwa doa seorang ibu itu dahsyatnya bisa

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Hendra tertembak

    "Apa yang kamu katakan? Kamu membandingkan ibu dengan perempuan yang tidak jelas asal usulnya itu?""Aku lelah bu, ingin beristirahat." Diana mendengus, ia tahu jika putranya itu mencoba mengusirnya dengan cara halus. "Okeee, ibu akan pulang. Mungkin mampir ke kentor sebentar, memastikan jika semuanya baik-baik saja." Ucap Diana sambil berlalu keluar dari ruangan. Sapta memandang punggung ibunya yang menghilang dibalik tertutupnya pintu. Sebagai anak kandung saja, ia mengakui jika ibunya itu bermulut tajam. Berbicara tanpa memikirkan perasaan orang lain. **********Diana masuk ke dalam kantor dengan angkuh. Wajahnya ia tonggakkan, mengabaikan setiap sapaan karyawan. "Selamat siang bu Diana, lama tidak berjumpa." Sapa Karen, sekretaris Hendra. "Masuk! ada yang ingin saya bicarakan kepadamu." "Baik bu," Wanita berpakaian ketat itu mengikuti langkah Diana ke dalam ruangan. "Ada yang bisa saya bantu bu Diana?""Apakah ada keluhan tentang perusahaan?" tanya Diana to the point. "E

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status