"Aku mau ngajuin kontrak kedua untuk pernikahan kita, sebelum kita cerai," Ujar Aveline sambil menyodorkan kertas dan pulpen pada Cassian yang duduk di hadapannya. Visi Misi hidup Aveline Seraphina Rinaldi adalah menaklukan hati Cassian Ardentio Wijaya, suaminya. Dia sudah lama menyimpan hati untuk cinta pertamanya itu, dan sekarang mereka menikah karena ada udang dibalik batu aka nikah kontrak. Tentunya, Aveline tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang datang padanya. Jadi... Misi pertama, mengandung anak Cassian..
Lihat lebih banyakAurora berdiri mematung di ambang pintu penghubung ruang makan dan ruang keluarga rumah pasutri Cassian-Aveline, sambil menutup matanya dengan kedua tangannya. Karena tidak ada yang mendengarkan kedatangannya, dia memutuskan untuk langsung masuk saja, berhubung juga para bodyguard mempersilahkannya. Mana dia tau ketika menghampiri si tuan rumah, karena dia mendengar suara keduanya yang berasal dari ruang makan, dia justru disuguhkan pemandangan yang membuatnya malu sekaligus iri.Aveline dengan cepat turun dari pangkuan sang suami ketika menyadari keberadaan Aurora. “Eh, Ra. Kapan datang?” Tanyanya dengan gugup.“Baru aja..” ucap Aurora setelah menurunkan tangan yang menutupi matanya.Aveline mengangguk sebagai balasan. “Udah makan malam?”“Gabung aja sama kita, Ra!!” Celetuk Cassian.Aurora menggeleng dengan wajah aneh. “Gak, deh. Bisa-bisa nanti eneg liat kebucinan kalian.” Cibi
“Masa terapi selama ini, sih?” Gerutuan itu berasal dari Aurora yang sedari tadi menunggu kepulangan Nicholas dari rumah sakit.Seperti yang diucapkan Nicholas kemarin, Aurora tidak diizinkan untuk ikut dengannya. Padahal Aurora juga ingin melihat apa saja yang akan dilakukan oleh Nicholas selama proses terapi agar kakinya bisa berjalan dengan baik lagi, sekaligus juga ingin memberikan dukungan.Nicholas sudah berangkat sejak pagi tadi, dan sekarang sudah sore. Suami dari Aurora itu bahkan belum menginjakkan kaki di rumah mereka.Proses terapi tidak akan membutuhkan waktu selama itu. Mau dikatakan Nicholas pergi bekerja, juga tidak mungkin. Aurora itu tau semua jadwal pekerjaan Nicholas, karena dia yang mengatur semuanya.Nicholas memiliki tiga kasino. Salah satunya berbentuk bangunan fisik, dan dua lainnya berbentuk virtual. Tidak ada yang mengetahui itu kecuali orang-orang tertentu yang bekerja untuk Nicholas, termasuk Aurora. Tentunya keber
Cassian mengetukkan jarinya ke atas meja. Adelia sudah pamit bersama Letta semenit yang lalu, dan ini adalah saatnya untuk melanjutkan pembicaraan seriusnya dengan Ryan.“Jadi, lo mau buka identitas sebagai pemimpin Fortress?” Tanya Ryan.Cassian mengangguk. “Menurut lo, dampaknya ke Fortress sama Rinaldi Corp bakal kayak apa?”Ryan memiringkan kepalanya, tampak berpikir keras sebelum menjawab pertanyaan Cassian. "Bro, kalau lo buka identitas sebagai big boss di Fortress, itu pasti bakal bikin heboh banget. Di satu sisi, ini bisa bikin orang lebih percaya karena ada wajah nyata di balik operasi. Tapi, lo juga harus siap sih dengan risiko keamanan yang mungkin ada, buat lo sendiri dan juga buat keluarga serta bisnis lo."“Untuk Rinaldi Corp, efeknya bisa bervariasi,” lanjut Ryan dengan serius. “Positifnya, ini nunjukin kalau keluarga lo kuat dalam kepemimpinan. Ini juga bisa buka banyak peluang bisnis baru
“Bang Ian..”Cassian celingukan mencari sumber suara, suara yang mirip dengan suara adiknya. Dan benar, di meja seberang mejanya lah Adelia melambaikan tangan dengan antusias. Setelahnya, sang adik terlihat menghampirinya dan meninggalkan Letta yang melemparkan senyum padanya.Café yang didatangi oleh mereka memang tak jauh dari kampus milik Adelia. Cassian bahkan sudah menduga sebelumnya peluang akan bertemu dengan adiknya disini itu sangat besar. Hal itu dikarenakan teman diskusinya kali ini adalah seorang dosen di tempat Adelia mengenyam pendidikan. Wajar kalau dia memilih tempat yang tak jauh dari tempat kerjanya.“Kok Bang Ian gak bilang mau kesini?” Tanya Adelia yang sudah berdiri di sebelahnya.“Abang ada urusan disini dan buru-buru mau selesain secepatnya. Duduk dulu!!” Cassian menepuk kursi di sebelahnya, mengajak Adelia untuk duduk.Adelia duduk sambil memberi anggukan sopan dan senyum sapa pada
“Ada yang mau ditambahin lagi gak?”Aurora menggeleng sambil tersenyum puas. Matanya berbinar menatap tablet yang menampilkan desain kamarnya yang baru. “Lo emang tau selera gue, kak Ave.”Aveline tersenyum lebar, lega mendengar pujian itu. “Asal lo suka, itu yang paling penting.” Dia memeriksa sketsa di tablet sekali lagi, memastikan bahwa setiap detail telah sesuai dengan keinginan Aurora. “Kita mulai renovasinya besok, ya. Semua bahan udah gue pesan dan tim gue yang bakal eksekusi.”“Lo-nya nggak?” Tanya Aurora.Sambil mengedikkan bahu, kepela Aveline ikut menggeleng. “Dibatesin aktivitasnya sama ipar lo. Takut guenya kecapean.”Aurora mencibir. “Protective banget..” Ucap Aurora dengan nada iri.Aveline tertawa kecil mendengar komentar Aurora. “Iya, tapi itu juga karena sayang. Lagian, Kak Ian tuh worry-worry club soal kehamilan gue
DrrrtttAveline menyudahi tawanya saat merasakan ponselnya bergetar. Masih dengan sisa tawa dia menerima telfon itu karena berasal dari Aurora.“Ya, dek?”“Kak Ave, gue mau minta tolong nih.” Suara Aurora terdengar kesal, membuat Aveline tiba-tiba mengernyitkan keningnya.“Kenapa? Kok suaranya kedengarannya bete’ gitu?”“Gimana gak bete’ kalau kamar gue di rumah baru desainnya gak banget.” Aurora memang rewel jika ada hal yang mengganggu penglihatannya. Aveline ingat kalau Aurora dulu pernah bilang padanya bahwa, “walaupun gue bukan anak seni, tapi yah gue suka kalau sesuatu yang didesain dengan indah. Enak aja diliatnya gitu.”“Lah trus? Maunya gimana?”“Bantuin rombak dong!! Lo kan punya DI.” Ucap Aurora yang terdengar merengek di telinga Aveline.Aveline menghela nafas. “Gue sih oke. Tapi masalahnya tim gue juga butuh cuan, dek.”Terdegar decakan kesal di seberang sana yang membuat Aveline tergelak. “Gue bayar kali, kak. Lo kira gue apaan, heh.”Aveline tertawa mendengar protes Aur
Nicholas terbangun dari tidurnya dan terkejut saat wajah seseorang begitu dekat dengan wajahnya. Dengan spontan, dia mendorong wajah itu sambil berteriak kesal. "Lo kenapa tidur disini?" Teriaknya. Aurora tersentak kaget saat Nicholas tiba-tiba mendorong wajahnya dengan keras. Dia merasakan dadanya berdebar kencang oleh kombinasi dari kejutan dan rasa sakit dari dorongan tersebut. "Darn it, Nicholas! Apa yang kamu lakukan?" teriak Aurora balik, wajahnya terlihat kaget dan kesal. Nicholas menatapnya dengan mata terbuka lebar, masih dalam keadaan terkejut. "Lo ngapain tidur di sini?" bentaknya dengan suara tinggi. Aurora mendengus sambil menguap lebar. "Lebay banget, sih. Kita udah sah juga." Cibirnya. “Lo gak punya telinga, yah? Jelas-jelas semalam gue bilang gak mau seranjang sama lo.” Desis Nicholas dengan penuh penekanan. Aurora mengabaikan itu dan turut menatap Nicholas dengan kesal. “Kamu gak liat sofanya keras kayak gitu? Aku mana mau tidur disana semalaman.” Elaknya. “Lo
CklekkAurora membuka pintu kamar hotel dengan pelan. Ekspresi wajahnya cemberut saat melihat Nicholas yang dengan santainya tengah bermain ponsel di atas ranjang, setelah pria itu meninggalkan pesta pernikahan mereka tanpa pamit pada siapa pun.Nicholas hanya melirik sekilas Aurora yang kini berjalan mendekatinya. “Lo pesen kamar lain sana!!” Ucapnya acuh dengan mata yang masih menatap ponselnya.Aurora membelalakkan matanya mendengar itu. “Loh? bukannya kita udah sah sekarang? Kok pisah kamar?”“Males gue sekamar sama lo.” Nicholas mengedikkan bahunya acuh.Aurora yang mendengar itu bertambah kesal. Masih dengan gaun pengantinnya, dia membaringkan tubuhnya di samping Nicholas.“Gak mau.. aku mau tidur disini.” Ujar Aurora sambil menyelimuti tubuhnya.“Jorok lo.. Badan lo bau dan itu ngotorin ranjang ini, tau gak..” Seru Nicholas dengan kesal.Dengusan kesal
Sehari sebelum pernikahan Aurora dan Nicholas“Kamu yakin, dek?” Tanya Aveline, kembali memastikan keputusan Aurora untuk menikah dengan Nicholas.Aurora menghela nafas dengan kasar. “Ya..” Jawabnya untuk kesekian kalinya.Aveline menatap Aurora dengan tak yakin. Pernikahan itu bukan permainan. Keputusan yang diambil akan memengaruhi seluruh hidupnya. Aveline merasa khawatir karena dia tahu lebih banyak tentang Nicholas daripada yang diketahui Aurora.Bola mata Aveline bergulir ke arah Papa Vincent yang sejak tadi terdiam. Dia mengode papanya untuk kembali membujuk Aurora.Papa Vincent yang mengerti kode itu berdehem hingga atensi Aurora beralih padanya.“Om Bagas gak bilang kamu harus nikah sama Nicho, Rora.” Ucap Papa Vincent, mengingatkan Aurora pada permintaan dari sahabat papanya sekaligus calon mertuanya. “Dia cuma minta bantuan kamu buat mendisiplinkan Nicho. Kan Nicho nurut sama kamu.” lanjutnya.Aurora memijit keningnya yang terasa pening. Yang Papa Vincent maupun Om Bagas ti
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.