Baby Davin, nama yang Kumala dan Dirham berikan pada putranya, sekarang berumur tiga bulan, nampak semakin gembul pipi bayi laki-laki itu. aroma bayi dan tangisan kecil putranya, buat Dirham selalu terburu untuk pulang selepas jam kerja. Tak ada lagi waktu untuk nongkrong seperti biasa, tak ada waktu untuk hangout bersama rekan kerja, apalagi rekan kerja wanita, meski ada tiga wanita partner baru Dirham dalam menjalankan proyek baru mereka. Ketiganya cukup kagum dan sering mencuri pandang pada papa muda ini. namun yang paling getol adalah wanita yang bernama Lili, anak pemilik perusahaan besi dan bagunan lainnya yang bekerja sama dengan Dirham kali ini. Lili jelas-jelas sering menatap kagum pada Dirham, rasa tertariknya pada pria ini, melihat sikap kebapakan Dirham dan begitu penyayang. Beberapa kali mereka meeting bersama, ia lihat Dirham mencuri waktu untuk menelpon istri dan anaknya. Janda muda ini, sering pula berdebar bila berdekatan dengan suami Kumala ini yang begitu terjaga tu
Mentari bersinar dengan teriknya, setelah seminggu hujan mengguyur bumi tanpa henti, seolah enggan memberikan kesempatan pada surya untuk menyinari mayapada. Hari ini barulah sang raja bumi menampakkan taringnya, memberi sinar dan panas, buat manusia mengejar panasnya sebelum hujan tercurah kembali. Begitu juga dengan para pekerja yang membantu jalannya proyek perumahan yang Dirham tangani kali ini. Perumahan dengan unit terbatas yang dibangun di pinggir kota dengan konsep alam dengan type kelas 1. Perumahan ini diperuntukkan bagi kalangan kelas ekonomi atas dengan sistem keamanan dua puluh empat jam serta fasilitas penunjang yang lengkap. Dirham nampak gagah dengan outfit lapangannya hari ini, celana panjang jeans hitam dengan sobekan sedikit di bagian lutut, baju kaos berkerah warna biru tua dilengkapi rompi perusahaan, sepatu boots warna kulit dan kacamata yang bertengger di hidung bangirnya. Ayah satu orang anak ini, nampak sibuk memberi arahan pada mandor dan beberapa pekerja se
“Saya nggak ada waktu membalas chat mbak Lili yang nggak penting, ada perasaan istri saya juga yang harus saya jaga.” tandas Dirham tajam.Mendengar kata istri, perasaan Lili agak tersentil, betapa beruntungnya istri Dirham, dicintai lelaki serupawan ini. tak tahu saja Lili ini, badai apa yang telah dilewati istrinya Dirham, hingga pria yang ia taksir begitu enggan ,enatap kearahnya.“Kita makan siang dulu, Mas. kita sudah lama nggak makan sama-sama.” Pinta Lili lagi, rugi rasanya, jauh-jauh datang ke lokasi proyek, tapi tidak bisa bicara berdua dengan Dirham.“Oke, kita pakai mobil mbak Lili saja,” sahut Dirham cepat.“Oke, kamu yang bawa, Mas.”“Mbak Lili aja yang bawa.”“Oke, kita makan dimana? Aku belum terlalu tahu tempat makan di daerah sini.”“Kita, ke hotel.” ucap Dirham, sambil memasang sabuk pengaman.“Eh-apa, ma-maksudnya gimana, Mas.”“Cari hotel yang terdekat.”“Ya,”Lili berdebar bukan main, mendengar permintaan Dirham. Bayangan yang iya-iya langsung berkelebat di benak
Kenapa pula harus naik tangga manual, kan ada lift. Pikir Lili, sedikit heran dengan Dirham, padahal bukan pertama kali ini kan pria ini nginap di hotel. Tapi wanita ini memendam saja rasa herannya, sebab menunggu kejutan yang akan Dirham beri sebentar.Sementara Dirham yang berjalan di depan Lili, tetap fokus pada ponselnya, hanya sesekali ia melirik Lili, yang nampak pasrah mengikutinya kemana saja.“Di lantai berapa, Mas?” Lili mulai terenga-engah.“Di lantai tiga.” Jawab Dirham dengan cueknya sambil tetap fokus pada ponselnya.“Hah, kenapa nggak naik lift aja tadi, Mas? yang ada malah capek duluan.” Keluh Lili, dengan keringat yang mulai melunturkan bedaknya yang cukup tebal.“Liftnya rusak, kenapa, capek ya?”“Iya, capek Mas,” keluh Lili lagi, ingin rasanya ia memegang lengan Dirham, namun ia segan.“Istirahat sebentar kalau capek,” ucap Dirham dengan nada biasa saja, namun Lili yang merasa di perhatikan, bahagia luar biasa.“Ya, nggak papa.”Sekitar lima belas menit keduanya ber
“Tapi, aku mencintai suami, Mbak.” Lili begitu nekatnya mengucapkan kata itu pada Kumala tanpa memikirkan perasaan Kumala yang mungkin saja tetap sakit mendengarnya, meski itu bukan dari pengakuan suaminya.“Kalau begitu, Mbak Lili, buatlah suamiku mencintaimu dan meninggalkan kami, sebab saya jelas tak mau di madu.”Lili menangis, entah mengapa perasaannya yang jatuh cinta pada pria beristri itu begitu dalam, hingga nekat mengakui perasaannya didepan istri dari pria yang ia cintai.“Dalam agama kan pria boleh memiliki lebih dari satu istri, Mbak?” Lili sudah berurai air mata, berharap Dirham segera datang dan mendengar ungkapan perasaannya yang begitu dalam.Kumala tersenyum miris melihat perempuan ini berurai air mata demi mendapatkan cinta ayah dari putranya. Ingin rasanya ia membentak dan menjambak wanita dihadapannya ini seperti di berita-berita yang sedang viral, namun melihat air mata yang mengalir di pipi wanita ini, buat hatinya…entah bagaimana perasaannya.“Kalau Mbak sendir
Jarum jam menunjukkan sudah pukul dua siang lebih, hampir dua jam lamanya Kumala tertahan di kamar hotel ini bersama perempuan yang mengincar suaminya. Bahkan tadi Kumala terburu sholat dhuhur saat Lili baru keluar pintu kamar hotel ini. Kumala sedari tadi gelisah ingin pulang sebab mengingat Davin belum minum asi sejak tadi, meski bayi tiga bulan itu juga dibantu dengan susu formula, tapi rasa sakit di puting payudara Kumala sendiri yang membuatnya tak nyaman.Ia mencoba memerah ASInya sedikit-sedikit, dia buang saja menggunakan tisu yang tersedia di dalam kamar hotel itu.Tak banyak ASI yang keluar, namun membuat Kumala sedikit lega, rasa sakit di putingnya sedikit berkurang.“Mas aku mau pulang aja, kasihan Davin belum minum asi dari tadi.” ucap Kumala saat keluar dari kamar mandi.“Sini dulu, Sayang.” Dirham menepuk space kosong tempat tidur di sebelahnya. Pria ini pun tak menanggapi keinginan istrinya yang ingin pulang, karna dia juga punya keinginan yang harus dituntaskan siang
Pekerja sedang terdengar sedang berkasak kusuk pagi itu di lokasi proyek. Dirham yang belum tiba di lokasi karna harus mengantar Kumala dulu ke klinik untuk imunisasi baby Davin. Bulan ini jadwal imunisasi dimajukan dua hari. Dari bulan lalu. Hujan yang sering tiba-tiba turun membuat Dirham, minta izin terlambat hari ini.“Mungkin terlambat karna urus bu Lili dulu.” Ucap salah seorang pekerja yang hari sabtu lalu melihat Dirham pergi semobil dengan Lili.“Bisa jadi, saya sih Cuma nganter doang mobilnya ke hotel hari itu, nggak berani nanya juga.” sahut Seno, pekerja yang mengantar mobil Dirham ke hotel Bintang hari itu.“Pak bos, diam-diam ganas juga.”“Yang diam-diam kadang justru lebih berbahaya.”Lalu meledaklah tawa beberapa kuli disana. Pak Safri yang sudah tiba diam saja, memikirkan kata-kata para kuli bangunan ini. apa benar berita yang tersebar demikian adanya? Namun perbincangannya bersama Dirham tempo hari, membuat pak Safri juga tak menyangka jika Dirham melakukan hal tak s
Dirham sedikit heran, dengan sambutan pekerja yang biasanya menyambutnya dengan hormat dan menyapa dengan ramah, namun hari ini nampak semua memandang tak suka padanya, seperti sedang marah dan sedkit mengejek. Pun dengan pak Safri yang biasanya datang menyambut kini nampak diam saja, seperti sedang menghindarinya. Ada apa ini, apa firasat Kumala benar? Batin Dirham bertanya-tanya. Bahkan tadi sempat ia mendengar candaan yang tak sopan dari beberapa pekerja yang sedang mengecor pilar bangunan dua lantai diatas sana. “Nggak apalah punya bini dua, satunya kan anak bos, amanlah keuangan,” seloroh pekerja yang sedang mengayak pasir. “Hahaha, ya tapi dinikahi dulu kali, masa belum nikah udah di gasak aja.” Si Ujang yang terkenal suka ngebon gaji pada Dirham, ikut menimpali sambil tertawa. Siapa yang pekerja ini sedang bicarakan? Dirham jadi malu sendiri mendengarnya. Baru saja Dirham akan mnghampiri pak Safri yang nampak sibuk membantu salah seorang pekerja membuka karung semen, nampakl