Share

Bab 7 - Memulai Hidup Sebagai Anna Briel

Di sebuah gedung 20 lantai…

Elvin Wright duduk di belakang meja kerjanya, membiarkan komputer menyala sementara ia termenung saat mengenang kembali akan kejadian aneh yang dialaminya di ruang perawatan Jessica Wright —adik angkatnya— yang sedang terbaring koma.

Sikap dan cara berbicara remaja bernama Anna Briel yang sempat berdebat dengannya disana —sebelum akhirnya kejang-kejang dan jatuh pingsan— membuat konsentrasinya dalam bekerja menurun selama beberapa jam belakangan ini. Elvin bahkan masih duduk termenung di kantornya walau hampir seluruh karyawan di kantor itu telah pulang.

“Kakek juga merasakan sesuatu yang janggal dari dirinya, kan?” pikir Elvin, mengingat Norman Wright yang biasanya tidak pernah tertarik berinteraksi apalagi berhubungan dengan orang asing —kecuali sedang bertransaksi bisnis— malah meminta untuk tetap tinggal untuk melihat kondisi Anna sementara ia kembali ke kantornya.

Saat itu Norman Wright sebenarnya berada tepat di belakang Elvin ketika mereka memergoki Anna hendak melakukan sesuatu pada selang oksigen Jessica, tapi Anna tidak menyadari kehadiran Norman karena terlalu fokus pada Elvin.

Elvin terjaga dari lamunannya saat sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Panggilan dari asisten pribadinya yang ia minta untuk menyelidiki latar belakang Anna Briel dan kini melaporkan hasil dari penyelidikannya.

“Baiklah, aku akan membuka emailku sekarang dan besok biar aku sendiri yang akan pergi menyelidikinya.”

Elvin beralih pada komputer, membuka email dan mempelajari laporan yang sudah asisten pribadinya rangkum secara singkat.

“Bisa masuk ke Wright Entertainment karena bantuan Jessica? Jessica membantu seseorang?” Elvin tersenyum kaku, tidak bisa membayangkan Jessica yang dikenalnya sebagai pribadi yang angkuh dan kasar itu bisa membantu orang lain untuk mendapatkan pekerjaan. “Apa benar hanya itu hubungan mereka?”

Elvin mengetuk-ngetukkan jarinya di meja, mengingat kembali semua tingkah laku Anna yang sangat mirip dengan Jessica.

“Bagaimana mungkin sikap dua orang berbeda bisa terlihat sama?”

❀❀❀❀❀❀❀

Jessica dan Sherly kembali ke rumah dengan diantarkan orang suruhan dari keluarga Wright. Jessica tidak mengerti kenapa Norman sampai seperhatian itu pada Anna dan Sherly, tapi dia juga tidak ingin menanyakannya pada pria yang mengantarkan mereka untuk mengobati rasa penasarannya.

Sesampainya di rumah sederhana keluarga Briel yang sangat sempit itu, keduanya tidak menemukan siapapun sedang berada di rumah. Dari ingatan Anna, Jessica mengetahui kalau ibu-nya Anna pasti sedang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di beberapa keluarga, sedangkan ayahnya yang tidak bertanggung jawab itu kemungkinan sedang berada di tempat perjudian, atau sedang mabuk bersama teman-temannya.

‘Jadi ini kamarmu, Anna?’

Jessica menatap berkeliling, memperhatikan kamar berukuran 2x2 meter yang sangat sempit dan tidak memiliki ranjang sama sekali. Dari ingatan Anna, Jessica melihat jika Anna dan adiknya hanya tidur beralaskan selimut tipis di lantai semen dari kamar ini. Mereka juga tidak memiliki lemari pakaian. Hanya ada kardus-kardus bekas yang digunakan untuk menyimpan pakaian dan buku-buku pelajaran mereka di sana.

‘Andai aku bisa mengambil sedikit saja uang di tabunganku… Tsk, Dewa sialan itu! Ada ya Dewa yang suka ikut campur urusan manusia?’

Jessica menarik napas panjang, berusaha membuang kekesalan pada sang Dewa dari pikirannya. Ia kemudian menghampiri kardus-kardus kecil yang tertata rapi di pojok ruangan, memperhatikan isinya dan merasa agak sedih saat menemukan beberapa potong pakaian Anna yang sudah tua dan hampir jabuk.

Jessica teringat kembali pada beberapa bulan belakangan saat melihat Anna mengenakan beberapa pakaian yang ada di tangannya saat ini, dan saat itu dia pernah berpikir untuk membelikan Anna pakaian baru agar tidak dipandang remeh oleh sesama rekan aktris junior yang terlihat jelas mencibir bahkan sampai mengasingkannya.

‘Sayang sekali aku tidak sempat membelikan pakaian baru untuknya.”

Jessica kemudian berdiri, menatap keadaan ruangan itu sekali lagi dan bergumam, “Jangan khawatir, Anna, aku bukan hanya akan membelikanmu pakaian baru. Aku akan membuat impianmu tercapai. Ini bukan karena misiku sendiri, tapi aku benar-benar akan melakukannya untukmu! Lihat saja, saat kau sudah kembali ke tubuhmu nanti, kau tidak akan hidup seperti ini lagi,’’ tekad Jessica.

Jessica baru bertemu ibu Anna di senja hari. Wanita paruh baya itu langsung memeluk dirinya dan menangis tanpa mengucapkan atau bertanya apa pun.

Sebagai seorang ibu rumah tangga yang bekerja sendirian untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka, Rosana Briel bahkan sampai tidak berani menanyakan kondisi putrinya itu sama sekali.

Bukan karena ia tidak peduli pada putrinya sendiri. Dia sangat peduli bahkan sangat mengkhawatirkan kondisi kesehatannya. Rosana yang harus bekerja sepanjang hari merasa sangat bersalah pada putrinya yang —karena keadaan— tidak sempat dikunjunginya saat berada di rumah sakit.

Rosana harus pergi dari satu rumah ke rumah lain untuk bekerja. Jika dia melewatkan satu rumah saja karena memakai waktunya untuk mengunjungi Anna, ada kemungkinan baginya tidak akan dipanggil lagi oleh orang yang memberikannya pekerjaan, sedangkan untuk mendapatkan satu pekerjaan saja —bagi dirinya yang sudah lanjut usia— sangatlah tidak mudah.

Dari pagi hingga malam hari, Rosana hanya memiliki waktu sebanyak 1 jam. Waktu yang biasanya digunakan untuk pulang ke rumah, memasak makan malam untuk suami dan kedua putrinya sebelum kembali bekerja lagi hingga jam 10 malam.

Rumah sakit yang membatasi jam kunjungan hanya sampai jam 9 malam tidak memberikan Rosana kesempatan untuk menjenguk Anna hingga ia akhirnya tidak berkesempatan untuk bertemu putri sulungnya itu.

“Maaf Ibu tidak sempat mengunjungimu.”

Hanya kalimat itulah yang terdengar dari mulut Rosana setelah memeluk Anna cukup lama.

“Tidak apa-apa Ibu. Saya baik-baik saja,” sahut Jessica, yang akhirnya tidak bisa membendung air matanya, merindukan pelukan seorang ibu yang sudah lama tidak dirasakannya.

‘Tidak apa-apa kan kalau aku memeluk ibumu seperti ini? Aku berjanji akan menjaga ibumu juga.’

Rosana kemudian meminta Anna dan Sherly untuk bergegas mandi sementara dia sendiri akan menyiapkan makan malam.

“Apa kau bisa menunggu di luar seperti biasanya setelah makan malam?” tanya Rosana pada Anna yang ia kira masih belum sepenuhnya pulih dari cidera akibat tertabrak sepeda, padahal Anna sudah sangat sehat.

Jessica mengerti maksud dari pertanyaan tersebut dan langsung menganggukkan kepala. Dari ingatan Anna, ia tahu jika Anna dan Sherly selalu melakukan hal itu setiap hari demi menghindari bertemu ayah mereka yang biasanya pulang dalam keadaan mabuk. Jika mereka tidak melakukannya, bisa saja Roman Briel yang sedang dalam pengaruh alkohol itu memukuli, atau bahkan menyeret mereka ke tempat perjudian untuk ‘dijadikan modal’ berjudi. Jadi mereka akan pergi dari rumah sambil menunggu ayah mereka tertidur.

“Kau yakin, Nak? Apa kau sudah benar-benar pulih?”

“Saya baik-baik saja, Bu,” sahut Jessica tegas, tidak ingin membuat ibunya khawatir. Dan lagi ia memang merasa jika tubuh Anna sangat sehat bahkan lebih kuat dibandingkan tubuh aslinya yang sebenarnya rutin berolahraga. 'Lagian tubuh ini terasa sangat kuat dan sehat.'

Jessica pergi mandi setelah Sherly. Di dalam kamar mandi ia menatap pantulan wajah Anna di cermin cukup lama sambil mengucapkan janjinya lagi jika ia akan membantu ibu dan adik gadis itu, juga membuat impian Anna tercapai sambil menunggu waktu yang tepat untuk membalas dendam mereka berdua pada Joseph Thiago.

“Aku akan benar-benar akan menjadi dirimu mulai saat ini, Anna. Aku berjanji akan mengangkat kehidupan mu, ibu, juga adikmu mulai sekarang,” gumamnya dengan tekad kuat di dalam hati.

❀❀❀❀❀❀❀

MeowMoe

Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3

| 1
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yeyi
keren csritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status