Angin malam berhembus lembut saat Remus berdiri di puncak bukit terakhir sebelum meninggalkan lembah tempat ia berlatih selama tiga tahun terakhir. Di belakangnya, Master Lao berdiri dengan tangan terlipat, menatap muridnya yang kini telah siap menghadapi dunia luar.
“Jangan terburu-buru dalam mengambil keputusan, Remus,” kata Master Lao dengan suara tenang. “Kekuatan yang kau miliki saat ini jauh lebih besar daripada sebelumnya, tetapi itu bukan jaminan kemenangan. Musuh-musuhmu pasti sudah berkembang selama tiga tahun ini.” Remus mengangguk. “Aku mengerti, Master. Itulah mengapa aku tidak akan langsung kembali ke Kota Namado. Aku perlu mengumpulkan informasi terlebih dahulu.” Master Lao tersenyum tipis. “Bagus. Lalu, siapa orang yang akan kau hubungi?” Remus menatap ke kejauhan, matanya dipenuhi tekad. “Aku punya satu teman yang bisa kupercaya. Namanya Leon.” Setelah mengucapkan perpisahan kepada Master Lao, Remus mulai menapaki jalannya sendiri. Dengan kecepatan yang jauh melampaui manusia biasa, ia bergerak menembus hutan dan pegunungan dengan lompatan panjang, setiap gerakan membawa energi yang luar biasa. Butuh waktu satu hari penuh sebelum akhirnya ia mencapai batas luar Kota Namado. Namun, bukannya langsung masuk ke kota, Remus memilih untuk menuju pinggiran kota, tempat Leon tinggal. Leon adalah salah satu dari sedikit orang yang dulu benar-benar mempercayai dan menghormati Remus. Mereka sudah bersahabat sejak kecil, dan bahkan setelah Remus menjadi seorang pengusaha sukses, Leon tetap berada di sisinya, bukan sebagai bawahan, melainkan sebagai seorang teman sejati. Saat mendekati rumah kecil yang tersembunyi di balik pepohonan, Remus bisa merasakan jantungnya berdebar lebih cepat. Sudah tiga tahun sejak ia terakhir kali bertemu Leon, dan ia tidak tahu apakah sahabatnya masih mengingatnya dengan cara yang sama. Remus berdiri di depan pintu kayu rumah Leon dan mengetuknya tiga kali. Terdengar suara langkah kaki terburu-buru dari dalam, lalu pintu terbuka sedikit, hanya cukup untuk memperlihatkan sepasang mata yang penuh kewaspadaan. “Siapa kau?” suara Leon terdengar waspada. Remus tersenyum kecil. “Sudah lupa padaku, Leon?” Leon terdiam. Mata lelaki itu melebar, napasnya tercekat. Tangannya yang memegang gagang pintu bergetar. “Tidak mungkin…” suaranya nyaris berbisik. “Remus?” Tanpa berpikir panjang, Leon langsung menarik Remus ke dalam rumah dan menutup pintu rapat-rapat. Begitu pintu terkunci, ia berbalik dan menatap sahabatnya dengan mata berkaca-kaca. “Remus! Kau masih hidup!” Leon mendekat, mencengkeram bahu Remus dengan kuat seakan takut bahwa ini hanyalah mimpi. “Semua orang mengira kau sudah mati! Mereka mengatakan kau bunuh diri setelah membunuh tunanganmu!” Remus menghela napas dalam, mencoba menahan emosinya. “Aku tidak bunuh diri, Leon. Aku dikhianati, dijebak, dan hampir mati. Tetapi aku kembali.” Mata Leon memerah, dan tanpa bisa menahan diri, ia langsung memeluk Remus dengan erat. “Aku pikir aku takkan pernah melihatmu lagi, sialan! Aku benar-benar berpikir kau sudah mati!” Remus membalas pelukan itu, menepuk punggung sahabatnya dengan lembut. “Aku kembali, Leon. Dan aku akan mengambil kembali semua yang telah diambil dariku.” Leon menghapus air matanya dan mengangguk. “Katakan padaku, apa yang bisa kulakukan untuk membantumu?” Remus dan Leon duduk di ruang tamu, ditemani cahaya redup dari lampu gantung tua. Leon menuangkan teh ke dalam dua cangkir sebelum akhirnya menatap Remus dengan serius. “Apa yang terjadi setelah kecelakaan itu?” tanya Leon. Remus menghela napas dan mulai menceritakan semuanya, mulai dari tabrakan yang merenggut nyawa ibunya, penemuan tunangannya yang tergantung di apartemen, hingga bagaimana ia dijebak dan dikejar hingga akhirnya jatuh ke jurang. Leon mendengarkan dengan seksama, wajahnya semakin menegang seiring cerita itu berlanjut. “Sial… Aku tahu ada sesuatu yang tidak beres waktu itu,” kata Leon dengan geram. “Tapi aku tidak punya cukup bukti untuk menentang mereka.” “Siapa yang kau maksud ‘mereka’?” Remus menatap tajam. Leon menggertakkan giginya. “Saudara tirimu, Darius, dan beberapa rekan bisnis yang dulu sering bekerja sama denganmu. Setelah kematianmu diumumkan, mereka mengambil alih seluruh asetmu. Sekarang, Darius adalah orang paling berkuasa di Kota Namado. Dia tidak hanya memiliki perusahaanmu, tetapi juga bersekutu dengan kelompok mafia.” Remus mengepalkan tinjunya. “Jadi, dia memang dalang di balik ini semua…” “Tapi dia bukan satu-satunya,” lanjut Leon. “Ada seseorang di balik layar yang mengatur semuanya. Seseorang yang lebih kuat dan lebih berbahaya.” Mata Remus menyipit. “Siapa?” Leon menggeleng. “Aku belum tahu pasti. Tetapi yang jelas, orang itu memiliki pengaruh besar. Setiap orang yang mencoba menggali lebih dalam tentang kasusmu… menghilang tanpa jejak.” Remus terdiam sejenak, mencerna informasi itu. “Kalau begitu, aku harus bergerak dengan hati-hati,” gumamnya. Leon mengangguk. “Benar. Jika kau langsung muncul di depan umum, mereka pasti akan mencoba membunuhmu lagi.” Remus menatap cangkir tehnya, lalu berkata dengan suara tenang namun penuh tekad, “Aku butuh identitas baru untuk sementara waktu. Aku tidak bisa membiarkan mereka tahu bahwa aku masih hidup sebelum aku benar-benar siap.” Leon tersenyum samar. “Aku sudah menyiapkan itu.” Remus mengangkat alis. “Apa?” Leon berdiri dan berjalan ke lemari kecil di sudut ruangan. Ia membuka lacinya dan mengeluarkan sebuah dompet kulit berisi kartu identitas dan beberapa dokumen. “Aku selalu berharap kau masih hidup, jadi aku menyiapkan identitas baru untukmu. Namamu sekarang adalah ‘Raven’. Kau adalah seorang pengusaha kecil yang baru saja kembali dari perjalanan bisnis di luar negeri.” Remus mengambil kartu identitas itu dan menatapnya sejenak sebelum tersenyum tipis. “Kau benar-benar sahabat sejati, Leon.” Leon tertawa kecil. “Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan.” Setelah mengambil identitas barunya, Remus bersandar di kursinya. “Apa langkah terbaik untuk mendekati Darius tanpa membuatnya curiga?” Leon berpikir sejenak. “Dia memiliki sebuah klub malam eksklusif di pusat kota yang sering digunakan untuk pertemuan bisnis rahasia. Jika kau bisa masuk ke sana tanpa menimbulkan kecurigaan, kau mungkin bisa mendapatkan lebih banyak informasi.” Remus mengangguk. “Baik. Aku akan mencari cara untuk menyusup ke sana.” Leon menatapnya dengan khawatir. “Hati-hati, Remus. Orang-orang ini bukan sekadar pengusaha biasa. Mereka punya pengawal dan pembunuh bayaran yang siap menghabisi siapa pun yang menghalangi mereka.” Remus tersenyum dingin. “Aku bukan orang yang sama seperti tiga tahun lalu, Leon.” Matanya bersinar dengan kilatan berbahaya. “Kali ini, akulah yang akan memburu mereka.” Dengan identitas barunya sebagai Raven, Remus dan Leon memulai langkah pertama mereka dalam perjalanan balas dendamnya. Malam itu, dengan langkah mantap dan tekad yang membara, mereka melangkah menuju Kota Namado.Remus berdiri di atas puncak gunung, menatap cakrawala yang luas. Setelah melalui serangkaian latihan yang berat, ia kini telah menguasai kelima elemen sepenuhnya. Namun, dalam hatinya, ia tahu bahwa ini bukanlah akhir dari perjalanannya. Master Tian berdiri di sampingnya, menatapnya dengan ekspresi bangga namun penuh makna. "Remus, kau telah menyelesaikan semua pelatihan yang kuberikan. Kini saatnya kau kembali ke duniamu." Remus mengangguk, tetapi ada sedikit keraguan dalam benaknya. "Apa yang akan terjadi setelah aku kembali? Apakah kekuatanku akan tetap seperti ini?" Master Tian tersenyum tipis. "Kekuatanmu akan tetap ada, tetapi ingat satu hal, dunia nyatamu berbeda dengan tempat ini. Energi di sana lebih terbatas, dan hukum alamnya lebih ketat. Kau harus belajar menyesuaikan diri kembali." Remus mengerti. Ia telah melalui begitu banyak perubahan dalam dunia pelatihan ini, tetapi dunia nyatalah tempat di mana semuanya akan diuji. "Aku siap." Master Tian menjentikka
Remus berdiri di tengah puncak gunung, merasakan angin kencang yang menerpa wajahnya. Di hadapannya, Master Tian duduk bersila di atas batu, matanya terpejam seolah sedang menyatu dengan alam.“Kau ingin menjadi yang terkuat?” suara Master Tian terdengar tenang namun tegas.Remus mengangguk. "Ya. Aku tidak akan berhenti sampai aku mencapai puncak kekuatan."Master Tian membuka matanya perlahan, tatapannya tajam seperti elang. "Maka bersiaplah. Karena mulai hari ini, kau akan merasakan penderitaan yang belum pernah kau bayangkan sebelumnya."Tanpa peringatan, Master Tian mengangkat tangannya.BOOM!Tekanan luar biasa tiba-tiba menghantam tubuh Remus. Ia terhempas ke belakang, tubuhnya terasa seperti dihantam gunung."Apa ini...?!"Udara di sekitarnya tiba-tiba menjadi berat, seolah-olah dunia menolaknya.Master Tian berdiri dari tempatnya. "Ini adalah latihan pertamamu, Remus. Aku akan membuat tubuhmu terbiasa dengan tekanan energi dunia ini. Jika kau tidak bisa bertahan, maka kau tida
Cahaya menyelimuti tubuh Remus saat ia melewati gerbang emas. Sensasi luar biasa menyerang indranya—seolah-olah ia melangkah ke dalam kekosongan tanpa batas.Tubuhnya melayang, seakan tertarik oleh kekuatan yang lebih besar dari dirinya sendiri. Ia mencoba mengendalikan keseimbangannya, tetapi kekuatan itu terlalu kuat."Ke mana aku dibawa?"Saat kesadarannya hampir kabur, ia tiba-tiba merasakan tanah di bawah kakinya.Dunia baru telah menyambutnya.Remus membuka matanya perlahan.Pemandangan yang ia lihat membuatnya terdiam.Di hadapannya terbentang daratan luas yang dipenuhi gunung-gunung raksasa, dengan langit berwarna ungu keemasan. Di kejauhan, sungai-sungai mengalir dengan air bercahaya, dan udara dipenuhi dengan energi spiritual yang jauh lebih murni dibandingkan dengan dunia sebelumnya."Tempat ini... berbeda dari semua yang pernah kulihat."Ia mencoba merasakan energinya sendiri, dan ia terkejut.Tubuhnya terasa lebih ringan, lebih kuat. Bahkan tanpa ia sadari, energi dalam d
Remus menggenggam kunci bercahaya di tangannya. Energinya terasa begitu murni, seolah-olah mengandung kekuatan dunia itu sendiri."Ini bukan sekadar artefak biasa," pikirnya.Penjaga berjubah hitam itu menatapnya dengan tajam. "Kau telah berhasil melewati ujian pertama, tapi perjalananmu masih panjang, Remus Can.""Apa yang harus kulakukan selanjutnya?" tanya Remus.Penjaga itu tersenyum samar. "Kunci itu akan membimbingmu. Tapi sebelum kau bisa membuka gerbang menuju dunia yang lebih tinggi, kau harus menguasai energi di tempat ini."Remus mengangguk. Ia tahu, meskipun kekuatannya sudah melampaui batas Alam Abadi di dunia lamanya, di tempat ini ia hanyalah seorang pemula."Kalau begitu, tunjukkan jalannya."Penjaga itu mengangkat tangannya, dan seketika, ruang di sekitar mereka berubah.Mereka sekarang berdiri di sebuah lembah yang dipenuhi kristal bercahaya. Energi spiritual di tempat ini begitu pekat hingga udara bergetar karenanya."Lembah ini disebut Lembah Langit Terlarang," kat
Remus berdiri di puncak bukit, angin pegunungan bertiup menerpa wajahnya. Matanya tajam menatap cakrawala. Setelah memahami batas kekuatannya, ia menyadari bahwa dunia ini sudah terlalu kecil untuknya. Ia mengingat setiap pertarungan, setiap langkah yang membawanya ke titik ini. "Tidak ada lagi yang bisa menantangku di dunia ini." Tapi ini bukan akhir. Kaisar Abadi mengatakan bahwa ada bencana besar yang akan datang. Dan Remus tahu, jika ia tetap di levelnya sekarang, ia tidak akan cukup kuat untuk menghadapinya. "Jika aku ingin melampaui Alam Abadi, aku harus mencari sesuatu yang lebih besar dari dunia ini." Tiba-tiba, dada Remus terasa sesak. Sebuah memori asing menyeruak dalam pikirannya—bukan miliknya, tapi seolah-olah seseorang sedang mencoba berkomunikasi dengannya. Ia melihat bayangan seorang pria berjubah hitam dengan mata bercahaya keemasan. Suara itu menggema di dalam kepalanya. "Kau sudah mencapai batas dunia ini, Remus. Jika ingin menerobos lebih jauh, datanglah ke
Remus membuka matanya. Udara dingin di pegunungan menyentuh kulitnya, membawa sensasi nyata bahwa ia telah kembali dari dimensi Kaisar Abadi. Namun, pikirannya masih dipenuhi dengan kata-kata terakhir Kaisar Abadi. "Dunia ini akan menghadapi bencana besar... Dan hanya kau yang bisa menghentikannya." Remus menghela napas pelan. Ia tahu bahwa dirinya sudah berada di puncak kekuatan yang jauh melampaui manusia biasa, tetapi ia juga sadar bahwa masih ada batas yang belum bisa ia tembus. "Aku harus lebih kuat lagi…" gumamnya. Di dalam tubuhnya, energi spiritual berputar dengan stabil. Setelah pertarungan sengit di dimensi Kaisar Abadi, cadangan energinya memang sedikit berkurang, tetapi tidak sampai melemahkannya. Ia mencoba menyerap energi alam di sekitarnya. Energi spiritual di pegunungan ini cukup tinggi, tetapi ketika ia menyerapnya, efeknya hanya sedikit. Seolah-olah seteguk air di lautan yang luas. "Seperti yang kuduga, semakin tinggi kekuatanku, semakin sulit untuk berk