Dengan matanya yang penuh kesaktian, Askara mendeteksi gerakan yang datang dari sisi kanannya, sebuah senyum mengembang di bibirnya. Dengan kecepatan yang memukau, ia berhasil menghindari serangan itu, lalu tanpa ragu ia menangkis serangan Apyuh dengan pedang yang tergenggam erat di tangannya. “Ajian : Mahawu Rahayu Saka Sida Jangka (Hempasan api yang mengemuka dari dunia bawah)” ucap Apyuh, bilah pedangnya mengeluarkan api yang membara dari ketiadaan. Pedang pusaka itu terhunus dengan ganas ke arah Askara, dan setiap kali senjata itu menyentuh sesuatu, baik itu makhluk hidup ataupun benda mati, maka bilah pedang itu akan mengeluarkan ledakan - ledakan beruntun menggelegar. Nyaris saja Askara menghadapi kematian kedua kalinya, jika bukan karena kemampuan luar biasa yang terkandung dalam matanya yang sakti. Dia menghindari ledakan dengan sangat cepat, kemudian dia merapal mantra hanya dengan hitungan detik. “Wrahaspati Sakti Prabawa (Kekuatan yang memancar seperti Wrahaspati)” ucap
Senyum sinis terukir di bibir Askara saat kata-kata umpatan dari Bantala melambung menghampirinya. Namun, sebelum langkahnya terlalu jauh, Apah tiba-tiba muncul dan mencegahnya. Trisula sakti yang dipegangnya bergerak dengan kejam menuju Askara, namun dengan kecerdikan yang melampaui batas, pemuda itu menghindari setiap serangan mematikan yang dilancarkan oleh siluman kera tersebut. “Pergilah kau!” ucap Askara dengan nada yang meninggi, kemudian dia menendang siluman tersebut dengan kuat. Sehingga, mengakibatkan Apah terpental beberapa meter. “Kau akan aku bunuh!” teriak Bantala, dia menyerang Askara menggunakan sepasang kakinya, tetapi dengan lihainya dia mampu untuk menghindari dan menangkis serangan Bantala. Tubuh Bantala tergenggam erat oleh tangan Askara, lalu dengan cepat ia merapal mantra yang bergetar di udara. “Anugraha Kalama Dewa (Keberlimpahan yang memusnahkan roh)” begitu tubuh Bantala dipegang oleh Askara, seketika itu pula roh siluman itu lenyap seakan - akan terbaka
“Ajian : Kalacakraka Rantaka Jagad (Cakram yang berputar, menggerakkan jagad semesta)” serunya, menggelorakan kekuatan yang tersembunyi. Dan tepat pada saat itu, langit menyahut panggilan pemuda itu dengan menggulirkan cakram yang berputar dengan kecepatan yang tak terbayangkan. Cakram itu menciptakan angin yang berputar-putar dengan ganas, melingkupi segala penjuru, mengungkapkan kekuatan yang menggerakkan jagad semesta secara spektakuler. Cahaya cemerlang memancar dari cakram yang memutari angkasa, menciptakan perpaduan sempurna antara putih dan biru. Dengan penuh ketenangan, Askara menunjukkan arahnya ke langit dengan jari telunjuknya yang anggun. Dalam keheningan, kata-katanya terucap dengan gemulai, "Hancurkan mereka berdua." Dan seketika, jari telunjuknya menuntun cakram itu menuju sasaran dengan kecepatan yang melampaui batas kewajaran, menyerang dengan ganas dan tak terhindarkan. Zung “Apa itu Apyuh?” tanya Apah, ketika dia melihat cakram berputar sangat cepatnya yang men
"Pak Guru Andi, di mana kalian berada? Kami telah mencari keberadaan kalian ke sana kemari." tanya dengan kegelisahan, kata Pak Guru yang menjadi pengajar di sekolah, Askara. Pak Guru Andi meneliti dengan seksama luka yang diderita Ayu, pandangannya tajam memerhatikan setiap detailnya. Tanpa ragu, dia segera mengambil perlengkapan medis yang tersimpan dalam tas kecilnya untuk memberikan pertolongan pertama. "Mengapa kamu mengalami luka seperti ini? Apakah kalian terjatuh dari jurang?" tanya Pak Guru Andi dengan kebingungan yang terpancar dari wajahnya. "Benar, Pak. Kami tersesat dan tak disengaja terjatuh ke dalam jurang yang dalam. Namun, beruntung kami berhasil memanjat walaupun mengalami beberapa kali kejatuhan dari jurang," jawab Askara dengan nada yang meyakinkan, memancarkan keberanian mereka dalam menghadapi situasi sulit. "Ya, betul sekali seperti yang disampaikan oleh Askara, Pak," balas Ayu dengan suara teredam, sambil merintih karena luka yang diobatinya dengan mengguna
"Apakah benar bahwa pendekar legendaris telah tiada dan Keris Krastala kini telah diwariskan kepada cucunya?" tanya sepuh tersebut kepada seseorang yang berdiri di belakangnya, dengan suara yang penuh kekhawatiran. "Benar, Kakek Guru Segara. Tidak hanya memegang Keris Krastala, tapi dia juga memiliki Kitab Danuraja. Dan yang lebih menakjubkan, pemuda itu memiliki kesaktian yang sungguh luar biasa," jawab laki - laki tersebut dengan suara yang lantang dan penuh keyakinan. "Kita harus mengambilnya dengan segala cara, Arya. Buatlah strategi untuk mengurung pemuda itu, gunakan senjata pusaka perguruan untuk mengalahkannya. Ciptakan strategi yang brilian sehingga dia tidak dapat melarikan diri lagi!" perintah Kakek Guru Segara kepada muridnya dengan suara tegas dan penuh akan kelantangan. "Baik, Kakek Guru Segara. Saya akan merancang strategi yang cerdas dan hebat untuk dapat mengalahkannya sesuai dengan keinginan Kakek Guru Segara," balas laki - laki itu dengan suara yang penuh hormat,
Setelah berlalunya beberapa jam, tepat saat bel pulang menggema, Askara melangkah meninggalkan ruang kelas tersebut. Ditemani oleh Lisa dan Ayu, mereka bergerak menuju pintu keluar dengan langkah yang cepat. "Jadi, Ayu, apakah engkau menginginkan agar aku mengantarmu pulang?" tanya Askara dengan nada mengundang, menunggu jawaban dari Ayu. "Bolehkah, jika engkau tidak keberatan?" balas Ayu dengan penuh kehangatan, sambil matanya melempar pandangan ke arah Lisa yang tampaknya mulai merasa tidak nyaman dengan kedekatan mereka berdua. "Askara, seharusnya engkau berencana untuk mengunjungi kediamanku dan bertemu dengan Ibu dan Ayahku, bukan? Mereka berdua sering kali menanyakan kabarmu, lho," tanya Lisa dengan pandangan sayunya yang mengisyaratkan keinginan agar Askara memenuhi permintaannya. "Iya, Lisa, aku pasti akan mengunjungi rumahmu. Namun, mungkin kunjungan itu tidak dilakukan segera setelah pulang sekolah, melainkan pada malam hari," jawab pemuda itu sambil mengelus lembut ramb
Mereka merasakan perubahan dalam suasana mobil. Tidak ada lagi teriakan - teriakan yang menggema di telinga mereka. Ayu dan Lisa mengucapkan nafas lega dan tersenyum pada Askara, mengucapkan rasa terima kasih dalam keheningan yang tercipta. Askara menatap mereka dengan penuh perhatian, menyadari betapa pentingnya keamanan dan kenyamanan mereka. Dalam kepekaannya, dia mengayuh setir dengan lembut, memastikan kelancaran perjalanan tanpa mengesampingkan kebahagiaan dan ketenangan mereka. "Askara, tolong di lain waktu jangan mengemudi terlalu cepat seperti itu. Aku merasa takut, bahkan Ayu pun merasa ketakutan!" ucap Lisa dengan suara yang meninggi, sedikit terdengar percikan amarah di dalamnya. "Iya, Lisa. Mohon maaf, saya tidak akan mengulanginya lagi," jawab Askara dengan penuh kelembutan, mengakibatkan gelombang kemarahan yang menyelimuti Lisa segera mereda. "Baiklah, aku akan masuk ke dalam rumah terlebih dahulu. Jangan lupa, malam ini kamu diundang untuk berkunjung ke rumahku,"
Pandangan tajam pemuda itu terfokus pada Perguruan Akasa yang menjulang di atas bukit. Seakan merasakan hawa yang kuat memancar dari puncak bukit tersebut, matanya melirik ke arah Ayu yang telah keluar dari mobil Mercedes yang ia miliki. Dengan tatapan yang penuh ketertarikan, Askara memperhatikan Ayu yang berdiri dengan anggun di hadapannya. Perguruan Akasa yang megah menjadi latar belakang yang sempurna bagi momen ini. "Apakah perguruan itu benar - benar terletak di puncak bukit tersebut?" tanya Askara dengan rasa ingin tahu yang membara. "Ya, benar sekali. Perguruan Akasa berlokasi di puncak bukit itu," jawab Ayu sambil menunjukkan dengan penuh kebanggaan ke arah puncak bukit tersebut. "Jika begitu, mari kita bergegas menuju perguruanmu," ucap Askara, lalu dengan lincah dia meluncur dari pucuk satu pohon ke pucuk pohon lainnya, meningkatkan kecepatannya untuk mencapai Perguruan Akasa dengan lebih cepat. "Askara, tunggu aku!" teriak gadis itu, lalu dengan sigap dia meluncur men