Juan melongo. Regan tertawa dalam hati. Sepertinya Yohan sudah bertemu dengan lawan yang seimbang. Yang tidak takut padanya, yang tidak bisa dia injak seenaknya."Bagaimana? Saya juga akan bersama anda kalau anda membayar sama besarnya seperti Tuan Regan," tambah Jane semakin membuat Juan menganga tak percaya. Ternyata ada juga wanita tangguh seperti itu, yang bisa melawan kakak pertamanya. Batin Juan."Kau wanita yang tidak mempunyai harga diri?" Ucap Yohan akhirnya membuka suara. Mungkin dia merasa sudah tidak di hargai sejak pertama melihat Jane. Insiden pertama kali bertemu adalah salah satu alasan Yohan tidak menyukai Jane. Sudah bukan wanita baik-baik, tapi banyak tingkah. Jane menaikkan kedua bahunya,"Harga diri saya sudah menghilang sejak bertahun-tahun yang lalu."Yohan menyeringai, Jane hanya tersenyum saja seperti mengejeknya. Suasana panas itu segera di tengahi Regan yang berdiri dari duduknya."Aku pergi bekerja dulu. Dan aku tidak mau tahu. Sebisa mungkin kalian rahasiak
"Kalian mau pergi kemana?" Itu Regan yang mendadak muncul di depan Juan dan Jane. Dia berdiri di depan keduanya setelah pintu depan terbuka. "Kenapa kau sudah pulang?" Juan merasa heran. Dia tahu kalau Regan akan lembur malam ini. Ini masih terlalu cepat untuknya pulang."Apa? Kau bertanya kenapa aku sudah pulang?" Ini sudah jam tujuh malam.""Bukannya kau lembur? Setiap hari juga lembur sebelum ada Jane di rumah ini." "Aku pulang lebih awal. Tunggu, Kenapa kau mengalihkan pembicaraan? Mau kemana kalian?" "Aku dan Jane akan berjalan-jalan sebentar. Dia ingin membeli baju juga merasa lapar. Aku berniat mengajaknya makan malam."Tatapan Regan mengintimidasi. Dia melihat Jane dari atas sampai bawah."Bukankah sudah ku bilang, kalau ingin keluar, tunggu aku saja? Kemarin aku mengatakan ini padamu, kan? Kita akan membeli keperluanmu sebagai tanggung jawabku membawamu ke sini."Jane diam, tapi matanya memandang Regan lekat. Jane tidak suka dengan nada bicara Regan. Dia terlalu menekan.
"Jane, aku sudah mendapatkan es krim yang kau mau!""Ah sial. Kenapa dia harus datang sekarang?" Batin Jane saat Juan mendatanginya dengan wajah senang namun sepersekian detik kemudian ekspresi wajahnya berubah. Juan diam mematung manatap bergantian Jane dan Rosse."Siapa dia? Apakah dia tamu VIP yang sedang kau tunggu?" ucap Rosse.Juan terlihat bingung. Tamu VIP? Apa maksudnya?"Jane, Apa ini? Dia terlalu muda untuk wanita setua dirimu. Ternyata kau juga berminat dengan pria di bawah umur. Ah sial, Kau menjijikkan juga." Juan yang kelihatan kesal menyahut,"Di bawah umur? Terima kasih karena secara tidak langsung anda sudah memuji wajahku yang terlihat awet muda. Saya yang di bawah umur ini kalau anda bilang, sudah bisa menghamili banyak wanita. Apakah anda mau? Saya juga punya banyak waktu. Tidak ada kegiatan setelah ini. Mungkin saja uang yang saya punya juga bisa membeli mulut anda yang seenaknya itu."Jane melongo mendengar jawaban Juan yang sangat savage itu. Dia bahkan menampi
Regan menduga Jane akan melakukan ini lagi. Tapi belum seminggu dia di sini, masih hitungan hari saja Jane mulai seberani ini. Wanita ini memang lain dari pada yang lain. Tak sekalipun Jane merasa sungkan jika ingin memulai duluan. Tapi seperti biasa, Regan terlihat tidak tertarik walau Jane mengusap setiap sisi wajah juga tubuhnya. "Apa yang kau lakukan?" Gumam Regan. "Kan sudah saya bilang, kita harus berhubungan lagi. Seperti waktu itu." "Ini tidak akan berhasil.""Kata siapa? Jangan meragukan saya." Di dorongnya tubuh Regan hingga ambruk terlentang di ranjang. Dilihatnya Jane yang saat itu satu persatu melepaskan pakaiannya hingga tidak memakai apapun lagi. Dada itu terlihat menjulang polos dengan ujung merah muda yang sangat menggoda. Namun ekspresi Regan masih tetap sama. Tidak menunjukkan ketertarikan. "Lelaki normal pasti akan berekspresi saat melihat tubuh polos tak berbaju. Tapi apa ini? Anda terlihat tidak tergoda." Mendengar Jane mulai protes, Regan tersenyum miring
Terbangun dalam keadaan kerongkongan kering, memaksa Jane mencari air untuk membasahi tenggorokannya. Walau dia masih sangat mengantuk, matanya masih menutup, tapi Jane tetap membangunkan tubuhnya, berjalan menuju meja yang tidak jauh dari ranjang. Dia masih berada di kamar Regan. Permainannya dengan pria itu semalam lumayan menyenangkan. Walau Regan tidak handal dalam hal itu, tapi cukup membuat Jane merasa puas. Mereka bahkan melakukannya sebanyak dua kali. Senyum Jane mengembang sedikit. Di lihatnya Regan yang masih tertidur pulas dengan selimut yang menutup penuh di tubuhnya yang polos. "Aku berhasil. Yah, kau berhasil Jane. Walau dengan bantuan alkohol, tetap saja kau sudah berhasil. Bagus bagus," pujinya pada dirinya sendiri. Mengusap kepalanya sendiri sambil tersenyum.Sekarang pukul lima pagi, Regan bilang akan berangkat sekitar pukul tujuh. Ada sedikit waktu sebelum Jane membangunkan Regan. "Aku akan berenang dulu," ucapnya keluar kamar dengan memakai baju handuk milik Re
"Tuan?" Gawat. Pastinya Regan marah kalau melihat kejadian tidak mengenakkan itu, apalagi di depan kedua matanya. Pikir Jane. Bukan karena apa-apa, hanya saja Jane tidak ingin Regan mempunyai pikiran kalau dia menggoda Juan juga. Yah, walau tidak ada larangan darinya untuk tidak menggoda Juan. "Kenapa kalian belum siap?" Tanya Regan tidak di sangka-sangka. Ternyata pria itu tidak menanyakan kenapa mereka berpelukan."Iya, sebentar lagi saya siap, Tuan." Dan brak! Jane berlari masuk ke dalam kamarnya, lalu menutup pintunya. Juan membisu, di tatapnya sang kakak yang kini memasang wajah dinginnya. Regan berjalan mendekati Juan, pun dia menatap Juan tajam."Kau menyukai Jane?" Tukasnya tanpa basa-basi.Juan terlihat salah tingkah,"A-apa? Jangan bicara seperti itu. Mana mungkin aku berani menyukainya. Bukankah Jane wanita yang kau bawa?" "Kau menyukainya atau tidak?" Ulang Regan tidak mendapatkan jawaban pasti dari mulut adiknya. Tapi kali ini Juan tidak menjawabnya. Entahlah, dia j
Juan berlari menyusul Jane yang saat itu sudah berlari keluar bar. Juan tidak berharap banyak Jane akan membaik kalau seandainya dia datang untuknya. Tapi setidaknya Jane tidak sendiri. Juan berharap kedatangannnya menghibur Jane dari kesedihan. Langkah Juan berhenti tepat di tepi jalan. Dia melihat Jane duduk di tepi jalanan sambil menangis. Juan tidak berani mendekat, Dia tidak cukup pengalaman untuk menenangkan seorang wanita yang tengah menangis. Pun dia mengambil ponselnya lalu mengetik di pencarian,'Cara menghibur wanita yang sedih.'Ada begitu banyak jawaban, dari memberi sebuah pelukan, mengusap bahu dan menepuknya, juga mengajaknya berbelanja. Poin paling mudah adalah mengajaknya berbelanja. Tapi dia bukan Regan yang mempunyai banyak uang. Opsi kedua dan ketiga boleh juga, memeluk dan mengusap bahu. "Ah tidak-tidak. Tidak boleh memeluk," gelengnya."Baiklah. Aku akan mengusap punggung dan bahunya saja agar dia sedikit tenang." Lanjutnya. Juan kembali berjalan untuk mende
Jane naik ke lantai dua. Kamar tidur di sana ternyata tidak begitu besar. Hanya cukup untuk satu orang saja. Lantas kalau dia tidur di ranjang itu, Jey tidur dimana? Apakah di lantai bawah? Tidak ada sofa hanya ada karpet saja.Masih belum mendapatkan mood yang lebih baik, Jane memilih mandi. Dia membuka lemari Juan yang tidak begitu besar itu, lantas memilih satu kaos dengan ukuran besar. Air dingin mengguyur tubuhnya yang lengket. Minuman yang sempat dia tenggak di discotik tadi mulai terasa efeknya. Kepalanya pusing, namun tidak sampai membuatnya kehilangan kesadaran. Dia hanya sedikit pusing dan merasa berat. Tidak sampai 15 menit, Dia menyelesaikan mandinya lantas memakai baju Juan tanpa memakai dalaman sama sekali. Terlalu kotor bra dan pantynya jika harus dia pakai lagi. Pun dia tak punya pilihan lain selain tidak memakainya. Karena yah, panjang baju Juan mampu menutup sampai atas dengkulnya."Juan?" Panggilnya saat turun ke bawah. Namun Juan masih belum datang. Perutnya ker