Beranda / Romansa / Kutukan Sang Alpha / Bab 6: Harga Sebuah Kebebasan

Share

Bab 6: Harga Sebuah Kebebasan

Penulis: Kianna Walpole
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-31 15:30:59
Pagi berikutnya, Waverly terbangun dengan matahari menyilaukan matanya, ketika Felicity membuka tirai ungu besar yang menutupi jendela.

"Selamat pagi," ujar Felicity lembut sembari membungkuk untuk membuka panel kaca bawah. Burung-burung yang hinggap di langkan bawah jendela bolak-balik berkicau, menandai fajar indah yang lain.

Waverly duduk di kasurnya, menyipit pada semburat terang yang bersinar masuk. Dia menggosok matanya dan meregangkan tubuh.

Felicity memandang langit di atas. "Awan-awan masih bergerak lumayan cepat di sana."

Perlahan-lahan mata Waverly mulai fokus dan dia mendapati sarapannya terletak di atas meja tunggal: telur dan daging babi asap. Aromanya memenuhi ruangan, membuat perut Waverly bergemuruh.

Felicity menyadari tatapan Waverly dan membawakan nampan itu padanya. "Alpha kami berpikir akan menyenangkan bagimu untuk makan pagi dengan menu selain roti bakar dan bubur gandum." Dia tertawa dan meletakkan piring di pangkuan Waverly.

Waverly mengamati makanan di piringnya dan mengambil garpu untuk memeriksa isinya. Ketika ia yakin itu aman, dia meletakkan garpunya kembali. "Terima kasih," ujarnya.

Felicity tersenyum dan mulai membersihkan debu dari permukaan sedikit barang yang ada di ruangan itu. "Sama-sama, Nona."

"Kau tidak perlu memanggilku begitu," Waverly memberitahunya, tangannya sibuk memecahkan telur. "Aku tahu, aku tahu. Itu mungkin protokol, namun formalitas selalu membuatku tidak nyaman. Namaku Waverly."

"Senang berkenalan denganmu, Waverly," jawab Felicity.

Waverly menggigit daging babi asapnya, lalu berbicara selagi ia mengunyah. "Dan kau adalah Felicity ... benar, 'kan?"

Felicity berhenti bekerja dan menghadap Waverly, wajahnya tercengang. "Ba-bagaimana Anda––"

Waverly mengedikkan kepalanya ke arah pintu sembari menikmati gigitan lain. Felicity mengikuti tatapannya dan ekspresinya berubah menjadi sangat terkejut.

"Aku tahu ada yang mendengarnya," bisiknya, seolah menegur dirinya sendiri. "Lalu, apa Anda mendengar ...."

"Tentang kutukan?"

Felicity menatap Waverly, tanpa bergerak maupun menjawab. Melihat matanya, Waverly jadi merasa agak bersalah. Mungkin seharusnya dia diam saja. Tetapi ada banyak sekali yang tidak dia ketahui dan dia membutuhkan jalan keluar jika ia ingin selamat dari cobaan ini.

"Maafkan aku," kata Waverly. "Aku tidak seharusnya menguping ... hanya saja tak seorang pun memberiku jawaban yang jelas di tempat ini dan seperti yang kau katakan ... aku seorang pemerhati. "

Felicity bergeming, gesturnya kaku. Waverly menyingkirkan nampannya dan menghampiri Felicity, celana tidurnya yang kebesaran menyapu lantai saat ia berjalan. Dia meletakkan kedua tangannya di bahu Felicity, sebagaimana yang ibunya lakukan kepadanya sebelum dia pergi.

"Aku berjanji aku tidak akan berkata apapun pada Alpha-mu," ujar Waverly. "Itu juga kalau aku akan melihatnya lagi."

Dia memutar bola matanya sedikit dan ketika Felicity tidak bereaksi, Waverly memfokuskan perhatiannya pada perempuan di depannya. "Dengar, Felicity ... aku tidak ingin menjerumuskanmu ke dalam masalah, tapi aku perlu tahu lebih banyak tentang kutukan ini. Kumohon. Jika aku adalah pasangannya ...."

Mata Felicity kembali bergerak dari titik fokusnya dan ia menggeleng, membebaskan diri dari lamunannya. "Aku tidak bisa."

Jantung Waverly mencelos. Dia menjatuhkan kedua tangannya ke sisinya. "Apa maksudmu?"

"Aku bersumpah untuk melindungi Alpha-ku." Matanya berkelip ke arah Waverly, yang kini memperhatikan iris hijau di sekeliling pupilnya yang kini membesar. "Tolong jangan membuatku melanggar sumpah itu."

Waverly terkejut oleh nada yang keras, tetapi tulus dalam suara Felicity. Tugas adalah sesuatu yang sangat ia pahami dan membuat seseorang mengabaikan janjinya, terlebih lagi, Alpha-nya, adalah sesuatu yang tidak pernah ia rencanakan untuk dilakukan.

Waverly menarik napas dalam dan mengangguk. "Aku paham. Maafkan aku."

Felicity meninggalkannya menuju kasur dan mengambil nampan yang berisi piring kotor. "Tidak apa-apa. Sang Alpha akan tiba di sini ketika siang dan pelayan lain akan datang memberikan pakaian Anda yang telah dicuci sebentar lagi." Dia berjalan menuju ambang pintu dan berhenti, tersenyum kepada waverly selagi ia keluar. "Semoga hari Anda menyenangkan, Nona."

Pintu tertutup di belakang wanita itu dan untuk pertama kali dalam tiga hari ini, Waverly bersyukur ia sendirian.

**

Ketika pagi mulai menjelang siang, Waverly makin bertambah gugup. Terakhir kali ia melihat Sang Serigala Merah, pria itu menguncinya di ruangan terkutuk ini, dan sekarang mau apa dia? Minum teh bersama?

Meskipun selama beberapa hari ini Waverly menunjukkan sikap berani, dalam hatinya, dia bertambah takut semakin lama dia dikurung di sini. Apa yang direncanakan pria itu untuknya? Apakah dia akan dibebaskan?

Dia merasa segala hal yang pernah ia impikan ... melihat kawanannya, menjelajahi negara ini ... lenyap dari pikirannya. Bahkan, si pria bayangan sekalipun tidak lagi muncul di mimpinya. Semenjak kedatangannya di Pegunungan Trinity, Waverly belum memimpikan dia atau menggambar sepasang mata itu sama sekali, dan selama masa kurungannya, dia mulai bertanya-tanya apakah itu sebuah berkah atau pertanda dari sesuatu yang lebih buruk.

Waverly duduk di kasurnya yang baru dirapikan, mengenakan kaus gombrong dan legging hitam, pakaian yang sama yang ia kenakan di hari kedatangannya di di Pegunungan Trinity, dan satu-satunya pakaiannya, selain sepasang baju tidur dan celana jeans yang mampu ia bawa.

Tangannya menelusuri titik di selimutnya, bergerak seperti pensil, selagi ia menunggu kedatangan Sang Serigala Merah dan mencoba menenangkan pikirannya. Kemudian, seolah dengan aba-aba, dia mendengar kunci pintu diklik terbuka. Pikirannya berkecamuk, tapi dia berusaha tetap fokus pada pola di kasur untuk membantunya menenangkan diri.

Dari sudut matanya, dia melihat Sang Serigala Merah memasuki kamar dan mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Hampir seketika, suasana terasa berat, membuat Waverly merasa malu dan gugup. Pria itu menutup pintu di belakangnya dan kembali mengantongi kunci itu. Di tangannya yang lain, Sang Serigala Merah menggenggam sejenis kotak kecil, dengan ukiran rune dari kayu tua. Dia tetap pada tempatnya, tidak bergerak ataupun berbicara.

"Jadi kau masih hidup," kata Waverly, matanya tidak menatap tamunya. Ia hampir menghabiskan seluruh kekuatannya untuk menjaga suaranya tetap tegas dan tidak bergetar, meskipun tangannya agak gemetar.

"Aku minta maaf tidak bisa datang lebih cepat. Aku ... punya beberapa urusan untuk dikerjakan." Suaranya lembut dan dalam, membuat Waverly terkejut. Waverly mengangkat pandangannya dan mendapati pria itu mengamatinya, dan kegugupan yang ia rasakan menghilang sejenak. Matanya tidak seperti mata lain yang pernah Waverly lihat ... meski demikian, tangannya tahu setiap garis pada mata itu seolah Waverly telah melihatnya ribuan kali sebelumnya.

Waverly berhenti melamun dan meletakkan tangan di pangkuannya, lalu menunjuk kotak tersebut. "Apa itu?" tanyanya.

Sang Serigala Merah menatap barang di tangannya. "Ini semacam hadiah."

Hadiah? Itu sama sekali bukan jawaban yang Waverly duga. Waverly berdiam sejenak dan mengamati pria itu, mencari petunjuk, serta mengira-ngira apa yang ada di dalam kotak tersebut. Ada 50:50 kemungkinan dia mengatakan yang sebenarnya, tapi juga ada kemungkinan besar bahwa dugaan Waverly terbukti sepenuhnya salah.

Pria itu menyadari tatapan penuh tanyanya dan menaiki pijakan menuju kasurnya. Waverly bergeser dengan hati-hati, tidak melepaskan pandangannya dari Sang Serigala Merah, selagi pria itu duduk membelakanginya di tepi kasur.

Dia membuka kait kecil yang mengunci kotak itu dan mengangkat tutupnya. Waverley mencondongkan tubuh dengan penasaran, melihat dari balik bahu pria itu. Matanya membesar begitu melihat segenggam emas dan banyak perhiasan berkilauan di dalamnya ketika terkena sinar matahari.

"Ini dulu milik ibuku," dia mulai menjelaskan, punggungnya masih menghadap Waverly. "Mungkin harganya lebih mahal dari apapun yang pernah kau dapatkan di hidupmu."

Pria itu setengah berbalik dan meletakkan kotak itu di kasur. Waverly menatap perhiasan-perhiasan paling indah yang pernah ia lihat ... batu ruby, mutiara, safir, semuanya tergeletak di atas tumpukan kecil emas. Ketika dia mengamati setiap benda dalam tempat itu dengan matanya, kotak itu bergerak ke arahnya.

Waverly menengadah dan melihat Sang Serigala Merah mendorong kotak itu ke arahnya.

"Ini untukmu," ujar pria itu, matanya tidak berpaling dari kotak tersebut. "Ini akan menyediakan cukup uang untukmu dan kawananmu selama bertahun-tahun ke depan, bahkan mungkin membangun kembali tempat tinggal kalian."

Waverly tidak bersuara. Dia malah menatapnya, bingung, mencoba untuk memahami pemikiran pria itu. Kawanan Waverly? Dia tidak akan pernah bertemu mereka lagi ... apa hubungannya kawanan dia dengan ini semua? Sang Serigala Merah mendongak menatapnya, melihat ekspresi di wajah Waverly. Mata pria itu membesar saat dia berbicara.

"Kau bebas."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 100: Penutup

    Waverly menatap tubuh Christopher yang sudah tak bergerak. Ini sudah berakhir - semuanya. Dia menoleh ke arah Sawyer, yang kini sudah kembali ke bentuk manusia, dan berdiri di dekat Christopher. Dia bernapas terengah-engah sambil memegangi luka di dadanya dengan tangan, sementara tangannya yang lain menutup mata Christopher, kemudian berbisik: "Sampai jumpa lagi."Kemudian, pria itu beranjak mundur dari tubuh tersebut dan menoleh ke arah kawanannya yang menyaksikan adegan itu terjadi. "Baiklah. Semua yang masih sanggup, mari bantu yang terluka untuk masuk ke rumah dan diobati. Kemudian, kita bisa memulainya dari sana."Seluruh kawanan mengangguk di saat bersamaan dan mulai membantu satu sama lain, satu persatu, membawa para individu yang terluka ke dalam ruangan. Waverly menyelipkan lengan di bawah lengan Sawyer dan menggunakan tubuhnya untuk menopang beban tubuh Sawyer, membantu pria itu berjalan kembali ke dalam rumah. Begitu ada di dalam, dia mendudukkan Sawyer ke atas kursi dan

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 99: Akhir dari Segala Akhir

    Waverly menyaksikan saat kawanan tersebut beranjak keluar menuju jalan berkerikil. Mengatakan suasananya menegangkan tidaklah cukup; suasana ini dipenuhi aura permusuhan. Waverly mengamati selagi satu per satu dari mereka bertransformasi dan melompat maju, memulai pertarungan untuk menyelamatkan hidup Sawyer.Samar-samar di latar belakang, Waverly bisa mendengar Christopher berseru kepada kawanannya untuk bersiap dan tak lama kemudian, suara geraman dan tubuh-tubuh dilontarkan ke bangunan rumah terdengar. Waverly menoleh ke kanan dan melihat Katia berada di sampingnya, menyeringai kepadanya dan kemudian menerjang keluar dari pintu, berubah bentuk seketika.Waverly mundur ke dalam rumah. Apa yang akan dia lakukan? Dia tidak bisa bertarung sebagai seorang manusia - dia akan mati. Tetapi, dia juga tidak bisa tinggal diam di sini. Sawyer membutuhkannya; Luna macam apa dia jika tidak melindung Alpha dan kawanannya saat mereka paling membutuhkannya? Dia menarik napas dalam dan memusatkan

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 98: Pertarungan Terakhir

    Waverly merasa seakan-akan bumi terkoyak di bawah kakinya. Pria itu ada di sana, dalam sosok nyata; celah pada giginya terlihat ketika dia menyeringai. "Waverly?" tanya Sawyer bingung. "Apa yang kau lakukan di sini?" Tatapannya mengarah pada luka di pipi dan jejak darah mengering di wajah Waverly, yang membuatnya segera menghampirinya untuk mengecek kondisinya. "Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?"Secara insting, pria itu segera meraba perut Waverly, tetapi Waverly menghentikan pria itu. "Aku baik-baik saja," jawab Waverly. Kemudian mengoreksi diri sendiri. "Kami baik-baik saja."Mata Sawyer membelalak, kemudian dia menatapnya seksama. "Kau - " Waverly mengangguk dan Sawyer memeluknya erat dengan wajah berbinar-binar. "Maaf aku melewatkan momen itu - tetapi, luka-lukamu ... ada apa?"Waverly melirik Christopher yang masih duduk tenang dengan seringai mencemooh. Ekspresi wajah Waverly menjadi kaku. "Aku bertemu dengan temannya.""Teman apa?" Christopher terkekeh, membuat S

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 97: Pengungkapan

    Waverly menutup mata begitu melihat Felicity membuka rahangnya, tetapi berkat ketajaman indranya, dia mampu mendengar semua hal yang terjadi saat Felicity menyelesaikan tugas tersebut. Ketika dia membuka mata kembali, Felicity telah kembali berubah menjadi bentuk manusianya, dan berdiri di atas tubuh sang siren.Tidak lama kemudian, sosok Mia pun berubah kembali dan di depan mereka, alih-alih sesosok siren, yang terbaring hanyalah seorang wanita bermata biru yang sudah tidak bergerak sama sekali. Felicity terpaku dan tangannya gemetar saat dia menatap tubuh tersebut; matanya membelalak dan darah menetes dari mulutnya. "Aku - aku tidak tahu apa yang harus dilakukan ... aku hanya ... bertindak sesuai insting.""Instingmu sangatlah tepat. Bagaimana kau tahu?""Aku - aku tidak tahu. Aku hanya pikir ... dia membuatku sangat kesal."Waverly terkekeh. Dia tidak salah; siren tersebut terlalu banyak bicara.Felicity mengalihkan pandangan pada Waverly dan menatapnya, tercengang. "No

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 96: Pertarungan yang Harus Diselesaikan

    Segalanya terjadi begitu cepat - semuanya tampak kabur ketika Waverly berlari maju, menyerang Mia dengan segala kemarahan dan agresi yang terpendam yang tidak hanya dia rasakan untuk dirinya saja, melainkan juga untuk Sawyer, Pietro, serta Darren. Mereka ada di balik semua ini: kebakaran Tillbury's, kematian Pietro ... Darren.Lengannya berayun di depannya selagi Waverly bergerak untuk memberikan pukulan. Dia tahu, ini tidak akan membunuh wanita itu, tetapi mungkin cukup untuk melukainya agar Waverly bisa mencuri sedikit waktu. Hanya saja, ketika dia berjarak beberapa inci dari targetnya, Mia bergerak ke samping, menyebabkan Waverly nyaris terjungkal."Ayolah, lebih realistis sedikit. Kau, 'kan, baru saja melahirkan. Kau benar-benar pikir kau bisa mengalahkanku sekarang?"Waverly menatapnya dengan tersengal-sengal. Waverly paham bahwa dia hanya punya kemungkinan kecil untuk berhasil, tetapi dia tetap harus mencoba. Bukan untuk dirinya sendiri, ini untuk Sawyer dan putranya. Dia m

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 95: Tamu Tak Diundang

    Waverly memeluk bayinya erat di dadanya, sementara bayi tersebut masih tertidur menikmati malam."Kau," katanya penuh keterkejutan. "Kau adalah - "Mia tertawa. "Kau masih mengira bahwa kau sedang berhalusinasi, ya? Yah, biarkan aku membocorkannya untukmu. Kejutan, Cintaku. Aku ada di sini, secara fisik dan nyata.""B-bagaimana ...? Tempat ini terpencil ... Sawyer bilang ...""Sawyer bilang, Sawyer bilang. Dengar, ya," kata Mia sambil berjalan menuju Waverly; hak sepatunya beradu dengan lantai. "Kita perlu melakukan percakapan antar perempuan. Ketergantungan semacam ini pada Sawyer sangat melelahkan. Kau harus menjadi mandiri dan berjuang untuk dirimu sendiri.""Itukah alasannya kau membunuh para pria yang kau sihir?" tanya Waverly, berusaha menunjukkan ketegasan untuk tampak dominan."Tepat sekali," tegas Mia dengan antusias, kemudian menunjuk ke arah Waverly. "Aku senang akhirnya kau mendengar tentangku.""Aku sudah cukup banyak mendengarnya," timpal Waverly sambil meme

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status