Share

5. Zona nyaman

"Melakar langit sejarah, membina awan mimpi, bila aku menjejak, ia menjadi pasti." (Hilal Asyraf).

Lambang menuliskan qoutes di buku diarynya. Sesuai dengan kondisi hatinya saat ini. Lebih tenang menjalani hidup dan tidak menginginkan apapun lagi. Selain terus menerus mempelajari sejarah. 

Berbagi ilmu dengan murid-muridnya dan mendiskusikan materi dengan sesama guru pengampu mata pelajaran Sejarah se Kabupaten. Setiap satu minggu sekali Lambang bertemu dengan mereka di tempat yang berbeda. 

Terkadang, dia bertemu dengan kawan-kawan masa kecil untuk sekedar makan bakso dan minum es campur. Dia hanya ingin menghabiskan masa-masa hidupnya dengan menjadi orang yang bermanfaat dan bisa membahagiakan orang lain. 

"Lambang ini dari dulu nggak berubah, ya. Tetap suka mentraktir orang," kata Leo, teman masa kecil Lambang.

Mereka sedang berkumpul di warung bakso langganan dekat stadion. Kebetulan mereka tidak punya kesibukan di hari Minggu, sehingga bisa berkumpul semua. 

"Eh, ingat nggak waktu Lambang mengumandangkan azan di mushola?" tanya Manda. Dia salah satu teman perempuan Lambang yang juga suka bermain di sungai.

"Ingat, dong. Sumpah, aku ngakak kalau mengingat kejadian itu. Apalagi ketika melihat wajah Pak Ustad yang melongo mendengar Lambang azan," ujar Dobi yang disambut tawa oleh teman-temannya.

Lambang hanya meringis mendengar celotehan mereka. Dia tidak menampik bahwa masa kecilnya dipenuhi dengan permainan-permainan liar anak laki-laki. Itu karena Lambang terlalu percaya diri, sehingga banyak teman laki-lakinya yang menganggap dia sebagai pemimpin mereka.

***

Waktu Magrib sudah tiba. Namun, tidak ada satu pun anak laki-laki yang mau azan di musala. Mereka saling menyuruh satu sama lain. Lambang menjadi jengkel karena ulah teman-temannya. Dia maju mengambil mikrofon, kemudian mengumandangkan azan dengan suara lantang. Tiba-tiba, Pak Ustaz datang dan menghentikan Lambang di tengah-tengah dia azan.

"Ada apa, Pak Ustaz?" tanya Lambang. Dia menutup mikrofon dengan tangan kiri supaya suaranya tidak terdengar oleh masyarakat sekitar mushola.

"Perempuan tidak boleh azan!" Pak Ustaz memainkan gigi gerahamnya karena gemas pada Lambang yang merasa tidak bersalah.

"Kenapa? Sedangkan, mereka yang laki-laki boleh azan. Aku, kok, tidak boleh?" 

Pak Ustaz menutup mulut yang melongo dengan kedua tangannya. Dia tidak mengira kata-itu keluar dari seorang anak perempuan yang belum menyadari kodratnya sebagai seorang perempuan. 

***

Kawan-kawannya tertawa terbahak-bahak mengingat kejadian masa kecil yang sangat lucu. Lambang menjadi bahan cerita karena di waktu kecil dia yang paling banyak mengatur. Apapun yang dia suruh, mereka dengan senang hati menuruti kemauannya. Sejak kecil Lambang sudah menjadi pemimpin bagi kawannya yang perempuan maupun laki-laki.

Tidak terasa hampir lima tahun Lambang berada di kota kelahirannya. Kesibukannya di sekolah membuat dia lupa akan masa lalu yang membuatnya rapuh. Senyum yang lebar menghiasi bibirnya setiap hari, sehingga wajahnya menjadi lebih cerah dan terlihat segar meski tanpa riasan. 

Sikapnya yang luwes dan ramah membuat orang lain senang berteman dengannya. Terutama murid-murid dan rekan kerja di sekolah. Siapapun murid yang Lambang ajari, yang awalnya tidak menyukai Sejarah pasti akan berubah mencintai Sejarah. Gaya mengajar yang khas, membuat pelajaran Sejarah terasa menyenangkan.

"Bu, gimana caranya supaya bisa mudah menghafal tanggal-tanggal sejarah?"

tanya seorang gadis bernama Chika, saat Lambang menjelaskan mengenai Perkembangan Pengaruh Barat di Indonesia di kelas XI-3.

"Gunakan media kartu. Kalian pasti suka bermain kartu, kan? Cobalah buat kartu sejarah yang berisi tanggal-tanggal dan peristiwa yang harus kalian hafal. Tuliskan setiap tanggal yang perlu dihafal pada salah satu sisi kartu, dan keterangan dari tanggal tersebut di sisi kartu yang lain."

"Ooo, kemudian cara bermainnya gimana, Bu?" tanya Cahyo yang duduk di samping Chika.

"Cara bermainnya mudah, kok. Kalian hanya tinggal mengocok kartu, melihat setiap tanggal yang ada, dan menebak keterangan yang sesuai dengan tanggal tersebut. Kalian juga dapat membalikkan kartu dan melihat pada sisi kartu yang memuat keterangan tanggal, lalu menebak tanggal yang sesuai dengan keterangan tersebut."

"Wah, kayaknya asyik, tuh!"

"Asyik banget! Sekarang, saya ingin kalian berkelompok dan membuat kartu-kartu dari kertas manila. Kalian bisa membeli kertas di koperasi siswa. Tetapi, jangan keluar semua! Salah satu saja yang ke sana, yang lain bisa menitip uang supaya dibelikan," kata Lambang sambil membuka jurnal mengajarnya.

Semua mematuhi perintah Lambang dan dengan tertib mereka mengerjakan tugas. Setiap kelompok membagi tugas masing-masing tanpa harus Lambang bimbing. Karena mereka sudah terbiasa mengerjakan apa yang Lambang inginkan.

Anak yang bertugas membeli kertas datang dan kemudian membagikan kertas-kertas itu pada setiap kelompok. Semua larut dalam tugas. Tidak ada yang terlihat santai. Karena mereka tahu bahwa Lambang memantau dan menilai kinerja masing-masing anak.

"Bu Guru!" Anita mengangkat tangan dengan wajah sedih. "Saya masih bingung gimana buatnya."

"Coba saya beri satu contoh, ya? Anas, minta tolong pinjamkan saya kertas yang sudah kamu gunting!" perintah Lambang pada seorang murid yang duduk di depannya.

Anas berdiri dan memberikan sebuah kertas seukuran Kartu Tanda Identitas pada Lambang. 

"Misal pada tanggal 31 Desember 1799 terjadi peristiwa pembubaran VOC. Kalian tulis tanggal 31 Desember 1799 di sisi ini, kemudian di sisi yang lain kalian tulis pembubaran VOC," kata Lambang sambil menunjukkan cara membuat kartu Sejarah.

"Nama peristiwanya bebas, ya, Bu? Ataukah ditentukan sama Bu Guru?" tanya Chika lagi.

"Begini saja, saya tentukan jumlah kartunya sebanyak dua puluh enam. Kalian bebas menentukan peristiwa apa saja yang mau dibuat. Yang penting jumlahnya dua puluh enam kartu," tukas Lambang. 

"Oke, siap, Bu Guru."

Tidak terasa jam mengajar Lambang di kelas itu sudah habis. Bel berbunyi tanda istirahat sudah tiba. Dia bersiap menutup kegiatan mengajar. Setelah berdoa dan mengucap salam dia berdiri dan berjalan keluar kelas menuju ruang guru untuk beristirahat. 

Lambang menuju mejanya sambil menyapa rekan-rekan yang berada di dekatnya. Ingin sekali dia bergabung dengan mereka, bercanda melepas penat setelah mengajar di kelas. Namun, dia teringat harus melakukan sesuatu di perpustakaan. Kebetulan setelah istirahat tidak ada jam mengajar. Setelah pamit pada guru yang duduk di sebelahnya, dia keluar menuju ruang perpustakaan yang berada di sebelah barat ruang guru.

Ruang perpustakaan sangat ramai di jam istirahat. Animo murid untuk membaca buku sangat besar sejak diadakan hadiah untuk pengunjung paling rajin. Entahlah, apakah mereka sekedar berkunjung saja atau membaca buku. Yang pasti, di perpustakaan dilarang berbuat gaduh. Petugas tidak akan segan-segan untuk menegur pengunjung yang melanggar. 

Lambang bergegas menuju deretan rak buku bertuliskan Sejarah. Beberapa kali sebenarnya dia sudah ke tempat ini, namun tidak mendapatkan apa yang dicari. Dia menggeser satu persatu kumpulan buku di rak. Sesekali dibuka isinya dan membaca daftar isi atau sinopsis. 

Tampaknya buku yang dia cari pun tidak ada di perpustakaan ini. Dia menuju petugas dan meminta izin untuk komputer yang biasa digunakan murid untuk mencari referensi buku. Setelah diizinkan, segera dia ketikkan kata kunci pada kolom pencarian.

Keningnya berkerut, apa yang dicari juga tidak bisa ditemukan melalui internet. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke ruang guru. Di tengah perjalanan menuju ruang guru tepatnya di dekat taman hidroponik, dia bertemu dengan seorang murid yang menangis di pelukan temannya. Karena penasaran, Lambang mendekati mereka.

"Ada apa?" tanyanya pada gadis yang memeluk dan menenangkan temannya.

"Dia mendapat kabar bahwa bapaknya masuk rumah sakit. Salah seorang kerabatnya ke sini untuk meminta izin membawa dia pulang. Tetapi, dia bimbang karena setelah istirahat ada ulangan."

"Kamu pulang saja, temui bapakmu. Masalah ulangan minta izin guru yang bersangkutan supaya diberi izin untuk bisa mengikuti ulangan susulan," saran Lambang pada anak yang menangis.

"Iya, Bu. Tadi saya mau ke kelas untuk mengambil tas. Kemudian bertemu teman di sini, saya tidak bisa menahan kesedihan saya," ujarnya sambil mengusap air mata di pipinya.

Lambang memeluk anak itu untuk menguatkan dan menyuruhnya cepat pulang supaya saudara yang menjemput tidak menunggu lama. Ketika mereka berlalu dari hadapannya, Lambang seperti terlempar ke masa lalu saat bapaknya sakit. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status