Septi memandang wajah sahabatnya yang tidak berhenti mengunyah kerupuk. Dia tahu betul sifat perempuan yang menjadi sahabatnya sejak SD."Kamu nggak menyesal menghentikan pengajuan ini? Lumayan, lo, kalau berhasil dipatenkan, setiap bulan hidup keluargamu akan terjamin." Septi kembali membujuk Lambang."Kalau ibuku tidak merestui, aku bisa apa? Nggak apa-apa nggak dapat royalti. InsyaAllah akan kami dapatkan royalti di akhirat. Itu yang ibu katakan padaku.""Oke, kalau begitu, aku tutup kasusmu, ya?" Septi menuangkan minuman untuk Lambang."Iya, tutup saja. Tetapi, tolong berkas-berkas yang sudah aku berikan, kamu simpan saja. Siapa tahu kelak aku membutuhkannya.""Siap, Bosku!"Sekitar satu jam mereka mengobrol. Kemudian Lambang pamit pulang karena takut Zaydan terbangun.Hari-hari Lambang hanya disibukkan dengan mengurus Zaydan dan melaksanakan tugas sebagai abdi negara. Harlando pun sibuk d
"Kamu harus sabar, ya? Ini ujian. Siapa tahu kita mendapat mukjizat." Kata-kata terakhir sang suami selalu terngiang di telinga Lambang. Dia menangis tanpa suara di dalam bus menuju kota kelahirannya. Keputusannya untuk kembali berkumpul bersama ibunya bukan tanpa alasan. Status janda yang dia sandang selepas suaminya meninggal, membuat hidupnya yang rapuh kian rapuh. Gunjingan para tetangga tidak mampu dia abaikan. Air mata yang menganak sungai di pipinya yang ranum segera diusapnya sesaat setelah bus memasuki terminal. Barang bawaan berupa tas yang tidak seberapa banyak dia panggul satu persatu di pundak. Setelah bus benar-benar berhenti, Lambang berdiri dan melangkah turun. Indra penglihatannya mencari sosok adik yang menurut pesan dalam ponselnya beberapa saat yang lalu sudah tiba di terminal untuk menjemput. Tampak dari lobi ruang tunggu penumpang lambaian tangan seorang gadis manis berjilbab biru. Sosoknya yang
"Walaupun raga telah terpisahkan oleh kematian, namun cinta sejati tetap akan tersimpan secara abadi di relung hati." (B.J. Habibie). Lambang membaca sebuah kutipan yang tertulis di buku diarynya, hadiah dari suami tercinta saat berulang tahun yang ke-28. Dirabanya setiap huruf yang tertulis dengan tinta biru itu. Seakan-akan jiwa sang suami menjelma menjadi untaian kata dan berbisik bahwa dia bahagia di alam sana. Air mata Lambang perlahan menetes dan jatuh menimpa halaman buku diary yang terbuka. Perempuan berusia tiga puluh tahun itu terkesiap. Buru-buru dia mengambil tissue yang ada di meja rias, lalu membersihkan tetesan air mata sebelum meresap ke buku terlalu banyak. Lambang mengusap air matanya dan berdiri di depan sebuah cermin. "Aku, akan hidup dengan Lambang yang baru. Lambang yang lebih tegar dari sebelumnya," ujarnya sambil mengepalkan tangan kanan ke atas. Ups! Sudah jam enam! Lambang bergegas memperbaiki riasan waj
“Sejarah adalah perpaduan tiga dimensi waktu. Yakni, masa lalu, masa kini dan masa depan. Hari ini tidak mungkin kalau tidak melalui masa lalu. Dan masa depan tidak akan ada kalau bukan karena hari ini. Sejarah ditulis oleh mereka yang menang di masa lalu. Tetapi masa depan diciptakan oleh kita yang berjuang di masa kini. Seperti orang yang amnesia, orang yang tidak mau belajar sejarah akan kehilangan arah dan pijakan. Karena sejarah menyangkut jati diri dan identitas seseorang atau bangsa." Kepiawaian Lambang menjelaskan membuat semua murid serius mendengarkan. Tiba-tiba Brian yang duduk di pojok kanan depan mengangkat tangannya. "Seperti sebuah lagu, Bu," ujarnya. "Lagu apa?" Brian berdiri dan mendendangkan sebuah lagu. "Aku bagai nelayan. Yang kehilangan arah. Dan tak tau ke mana, ho wo woo. Ku harus bersandar." "Huuu!" Cibiran dari teman sekelas membuat Brian sigap melindungi badan dengan tangann
Lambang menatap nanar buku yang dia pinjam dari perpustakaan yang kini terbuka di hadapannya. Isi buku setebal seratus halaman itu sudah dia lahap hingga dua kali. Kedua tangan disilangkan di depan dada. Pikirannya menerka-nerka apa yang dia cari mungkin ada di buku lain. Tidak mungkin hal penting tidak tertulis di buku sejarah kabupaten. Lambang keluar dari kamar mencari ibunya. Saat langkahnya melewati ruang tamu, terdengar suara sang ibu berada di depan rumah. Sepertinya sedang berbicara dengan tetangga yang lewat. Dia menunggu tetangga itu pergi. Ada yang Lambang ingin tanyakan pada beliau. Pembicaraan mereka terdengar sekilas di telinga Lambang. Bu Sumiyati menoleh saat Lambang menyentuh bunga anyelir yang bunganya hampir layu. Dia mengambil alat penyiram bunga yang berada di samping rumah. Kemudian diisi dengan air dari keran yang terdapat di dekat taman. Bu Sumiyati datang mendekat dengan tangan kiri memegang sapu lidi.
"Melakar langit sejarah, membina awan mimpi, bila aku menjejak, ia menjadi pasti." (Hilal Asyraf). Lambang menuliskan qoutes di buku diarynya. Sesuai dengan kondisi hatinya saat ini. Lebih tenang menjalani hidup dan tidak menginginkan apapun lagi. Selain terus menerus mempelajari sejarah. Berbagi ilmu dengan murid-muridnya dan mendiskusikan materi dengan sesama guru pengampu mata pelajaran Sejarah se Kabupaten. Setiap satu minggu sekali Lambang bertemu dengan mereka di tempat yang berbeda.Terkadang, dia bertemu dengan kawan-kawan masa kecil untuk sekedar makan bakso dan minum es campur. Dia hanya ingin menghabiskan masa-masa hidupnya dengan menjadi orang yang bermanfaat dan bisa membahagiakan orang lain. "Lambang ini dari dulu nggak berubah, ya. Tetap suka mentraktir orang," kata Leo, teman masa kecil Lambang. Mereka sedang berkumpul di warung bakso langganan dekat stadion. Kebetulan mereka tidak punya kesibukan d
"Gagal dalam kemuliaan lebih baik dari pada sukses dalam kehinaan." (Koeswadi). Motto dari ayah tercinta sudah Lambang ketik pada lembar skripsinya. Revisi pada bab hasil dan pembahasan sudah diselesaikan. Rencananya besok mau diserahkan pada dosen pembimbing.Namun, perkuliahan kampus sudah memasuki masa libur semester ganjil. Jadi, dosennya meminta untuk menunda bimbingan skripsi sampai selesai liburan. Karena tidak ada yang bisa dikerjakan selama liburan, Lambang memutuskan untuk pulang dan beristirahat di rumah. Itulah sebabnya dia menuntaskan revisinya malam ini. Besok pagi dia akan menaiki bus pertama menuju kota kelahirannya. Setelah menyimpan mesin ketik di lemari bagian bawah, mahasiswi semester akhir itu melepas penat di kasur lantai. Tidak lama kemudian terdengar dengkur halus mengiringi tidurnya yang lelap. Azan Subuh baru saja usai dikumandangkan. Lambang segera mengerjakan ibadah salat Subuh dengan khusy
Selembar kertas agak tebal terselip di antara dokumen-dokumen milik Pak Koeswadi menarik perhatian Lambang. Dia ambil kertas itu. Tertulis, piagam penghargaan diberikan kepada Koeswadi sebagai juara satu lomba cipta karya lambang kabupaten. Ini dia, batin Lambang. Kening Lambang berkerut tanda berpikir keras. Analisisnya sebagai seorang guru Sejarah dan orang yang sangat menghargai sejarah tidak pernah meleset. Almarhum bapaknya adalah salah seorang pelaku sejarah tetapi namanya tenggelam seiring waktu. Ini tidak bisa dibiarkan. Bapak harus mendapatkan haknya sebagai salah satu warga yang berkontribusi untuk kabupaten. Minimal bidang kearsipan mencatat namanya. Lambang sudah mencari sekian lama tetapi tidak menjumpai nama bapaknya tercatat di buku sejarah kabupaten. Apalagi bapaknya adalah salah satu orang yang berjuang mengembangkan kabupaten ini. Dia bertekad untuk memperjuangkan nama bapaknya yang sudah memp