"Pusi, apa kau mau ikut denganku?" ajak Sadarga, bocah itu berniat menjadikan si kucing untuk dijadikan hewan peliharaannya.
"Meow!" Pusi pun seakan menyahut ajakan Sadarga. Mungkin ia mengatakan bahwa dirinya bersedia. Lalu menjadikan Sadarga sebagai majikan barunya.
"Grrr!" geram Pusi mendengkur.
Tak lama setelah Pusi menggeram, dua singa itu berdiri dan berjalan entah kemana. Dari kejauhan tiba-tiba terdengar suara menggaung. Mungkin suara itu berasal dari dua singa yang tengah berjalan dan hilang di kegelapan malam.
Setelah itu sekelompok rusa pun berjalan menuju arah yang sama dengan dua singa tadi.
"Meow!"
Tak lama setelah kepergian singa dan rusa, Pusi langsung berlari.
"Hei, mau kemana kalian? Sial, apakah kalian mau meninggalkanku?" pungkas Sadarga.
Suasana di hutan saat ini sudah gelap. Sadarga mengalami kesulitan untuk melihat di malam itu, mungkin hal tersebut dikarenakan tak adanya alat bantu penerangan. 
"Hei, Nak! Ada apa denganmu? Mengapa malah melamun? Cepatlah pergi dan segera cari kayu bakar. Aku sudah tak sabar untuk melahap semua daging ini!" ucap Tanu. Kakek tua itu seakan begitu yakin, bahwa Sadargalah orang yang membawa sekelompok rusa ke tempatnya."Ba-baiklah, Kek!" sanggup Sadarga. Bocah itu nampak masih keheranan. Di sepanjang jalan ia terus berpikir. Bagaimana mungkin sekelompok rusa itu tiba-tiba datang?Namun setelah kepergiannya hingga matahari sampai di atas kepala, Sadarga belum kunjung kembali. Entah apa yang terjadi dengan bocah itu?Tanu yang masih menunggunya, memutuskan untuk melakukan penebangan pohon. Kemudian kakek tua itu memasak daging rusa seorang diri."Dasar bocah payah, kemana dia?" cibir Tanu. Kakek tua itu sepertinya sangat lapar. Hingga ia tak sadar, bahwa saat inj kumpulan tulang rusa sudah menumpuk di hadapannya. Dan itu semua sekaligus menjadi tanda, bahwa kakek tua itu sudah menghabiskan satu ekor rusa pangga
Suara teriakan dari lereng gunung terdengar begitu ricuh. Bukan hanya teriakan saja yang mengganggu telinga di siang ini, melainkan suara hentakan dari sepatu besi seakan mengganggu gendang telinga.Tanu yang masih bersandar di atas pohon, nampaknya telah tidur hingga lelap. Kakek tua itu awalnya hanya berniat melemaskan otot saja. Namun setelah kantuk datang, matanya seakan tak terkendalikan lagi."Paman, lebih baik kalian tunggu saja di sini. Aku akan naik kesana, dan menemui kakek! Aku hanya tak ingin dia marah, karena kedatanganku bersama kalian."Lain halnya dengan Sadarga. Bocah ini terlihat sangat bergairah."Baiklah Nak! Kami akan menunggu di sini," sahut pemimpin pasukan menyanggupi titah Sadarga.Dengan penuh semangat. Sadarga segera lari melewati jalan setapak yang menanjak. Entah apa yang membuat bocah itu bersemangat? Namun raut wajahnya seakan penuh harap.Akhirnya Sadarga tiba di tempat Tanu beristirahat."Kakek. Bangun
Tiga hari sebelumnya, disaat Sadarga terjebak di tengah hutan.Bocah itu diketemukan tengah terjerat lubang perangkap. Lubang parit yang tertutup rumput telah berhasil membuat Sadarga tak berkutik.Tak lama setelah Sadarga memasuki perangkap itu, tiba-tiba dua orang berbaju besi datang menghampirinya. Mereka sempat mengira bahwa Sadarga merupakan hewan buruan. Namun setelah diperiksa, ternyata tidak seperti dugaannya. Sontak saja pasukan berbaju besi itu segera menolong Sadarga.Dua orang berpakaian besi itu tak lain ialah Jiro -si tetua Desa Purbawati dan Utar sebegai adik kandungnya. Jiro sengaja melarikan diri ke tengah hutan dengan beberapa orang lainnya, hal itu disebabkan oleh kekacauan di seluruh wilayah pemukiman penduduk.Di saat Jiro hendak menuruni parit, sesuatu yang mengejutkan tiba-tiba terjadi.Pusi yang menampakan wujudnya sebagai mahluk misterius datang dari arah tak terduga."Hah! Mahluk apa itu?" ta
Tibalah saat hari yang telah dinantikan oleh Jiro. Sebentar lagi pria itu bisa menemui sesosok kakek yang terus diceritakan oleh Sadarga. Namun Jiro masih memiliki pertanyaan yang belum terjawab. Selama ini Jiro tengah merasakan keberadaan hawa dari benih energi segar, dan itu sangat dekat sekali. Setelah dengan susah payahnya memencari tahu, ternyata benih energi itu berasal dari dalam tubuh Sadarga. Dari sekian banyak pasukan desa, hanya Jiro dan Utar yang dapat merasakan keberadaan benih energi, sebab mereka berdua pun memiliki benih energi itu. Para pemilik benih energi itu hidup bagaikan laron yang berkumpul dalam kilauan cahaya. Mereka akan berkerumun pada sumber cahaya yang berada di kegelapan. Begitu pun dengan pemilik benih energi, mereka bisa saling mengenal satu sama lain, ketika merasakan hawa benih energi terpancar dari tubuh seseorang. Namun para pemilik benih energi harus sedikit berusaha, supaya mereka dapat merasakan keberadaan benih
"Jadi, apa yang sebaiknya harus kita lakukan?" tanya Sadarga. "Entahlah. Tunggu, Nak! Apa kau tahu siapa yang membangun gubuk itu?" tanya Jiro sambil menunjuk sebuah bangunan yang terbuat dari potongan kayu. "Hah, gubuk?" celetuk Sadarga. Sebenarnya ia juga belum menyadari bahwa ada gubuk sederhana di dekatnya,"Entahlah Paman, aku juga tak tahu siapa yang membuat rumah kecil itu. Namun seingatku, rumah itu belum ada saat aku dan kakek datang ke tempat ini." "Kalau begitu, kita cari saja ke sana! Siapa tahu kakekmu ada di dalamnya," pungkas Jiro. Pria itu langsung pergi mendekati gubuk kecil yang tertutup bilik bambu. Walau sederhana tapi gubuk ini terlihat cukup rapih dan lumayan nyaman untuk ditempati. "Kak, tunggu!" celetuk Utar. Sontak saja Jiro menghentikan langkah Jiro,"Apa kau merasakannya?" tanya Utar pada kakaknya. Kepala Jiro mengangguk pelan,"Ya, saat ini aku merasakan aura energi. Tapi entah dari mana asalnya, kedatangan aura
Tiga hari lalu, saat Jiro dan Utar pergi menghampiri Sadarga. Telah terjadi sebuah peristiwa penculikan di tempat persembunyian pasukan desa itu. Tepatnya di saat tiga orang pasukan desa hendak mencari kayu bakar yang akan digunakan untuk sekedar keperluan mereka. Namun tak disangka, tiba-tiba lima tentara kerajaan Labodia datang menghadang. Setelah melakukan penyekapan kelima orang itu langsung menjadikan pasukan desa sebagai tawanan. Andai saja tentara kerajaan itu datang dengan kemauan sendiri, mungkin mereka hanya akan menyapa atau sekedar menanyakan sesuatu kepada pasukan desa. Namun keadaan tentara kerajaan itu sedang dalam kendali para penyihir, sehingga Sukma mereka bukanlah Sukma sendiri, melainkan Sukma para penyihir. Setelah dalam kuasa para penyihir, segala perlengkapan pasukan desa langsung dilucuti. Dengan kata lain saat ini pasukan desa yang asli berada di tempat lain dan dalam keadaan telanjang dada. Sungguh tega para pen
Selang beberapa waktu di saat Jiro dan Utar terjepam, saat itu juga telah berlangsung proses penyamaran diri. Seseorang yang berada di belakang Sadarga dan tengah melakukan penyamaran sebagai pasukan desa, perlahan merubah wujudnya. Kali ini ia ingin merubah wujud menjadi Sadarga. Wajah asli dari orang yang tengah melakukan penyamaran itu ternyata seorang wanita. Jati diri asli seorang penyamar itu akhirnya terungkap juga. Sebab dalam melakukan penyamaran tak bisa dilakukan dengan begitu saja. Butuh tahapan tertentu untuk melakukan penyamaran. Setelah menyamar menjadi wujud seseorang, maka si penyamar akan kembali lagi pada wujudnya yang asli, kemudian barulah ia bisa merubah dirinya pada wujud selanjutnya. Sayangnya Jiro dan Utar tak bisa menyaksikan proses penyamaran itu. Namun untungnya masih ada seseorang dari pasukan desa yang bersembunyi di tempat lain dan tetap memperhatikan gelagat Sadarga dan tiga orang yang sedang bersamanya. "Apa! Y
Dari atas pohon nampak jelas sekali, sesuatu tak lazim terlihat oleh Utar,"Hah! A-apa itu?" ucapnya dengan mulut terbata."Hei, setelah bercakap, tolong kondisikan mukamu! Memangnya apa yang kau lihat?" tanya Jiro dengan muka datar. Nampaknya ia masih menahan rasa sakit yang teramat sangat. Mungki ia tak nyaman, Karen mimik wajah adiknya itu nampak sedikit mengganggu, mulutnya ternganga seakan sulit untuk dirapatkan.Sepertinya Jiro mengalami luka yang cukup serius. Sakit yang berasal dari luka dalam, tengah ia rasakan.Penyebab luka dalam itu di sebabkan karena posisi mukanya yang berpapasan langsung dengan gelombang energi milik Sadarga. Sehingga dengan gerak refleksnya, sebelah tangan Jiro terluka cukup parah. Pria itu berniat menghindari gelombang energi itu.Namun beda halnya dengan Utar. Pria tersebut bisa dikatakan sedikit beruntung. Posisi tubuhnya terhalangi pohon besar. Sehingga efek dari gelombang energi yang menghampirinya, tiba-ti