Inicio / Fantasi / Legenda Dewa Pedang / Racun Air Tulang Hijau

Compartir

Racun Air Tulang Hijau

Autor: Zhu Phi
last update Última actualización: 2025-12-02 18:39:57
Yi Xue menjentikkan jarinya.

DUARR!

Suara mekanisme kuno menggema dari bawah tanah. Lantai batu di depan mereka terbelah seperti mulut raksasa yang baru saja bangun. Dari celah itu, sebuah mangkuk raksasa muncul perlahan—diameternya hampir selebar lima meter, berisi cairan hijau kental yang mendidih dalam gelembung-gelembung lambat namun mematikan.

Asap yang mengepul darinya bukan asap biasa. Begitu menyentuh kulit Qing Jian, rasanya seperti ada jarum panas menusuk pori-porinya satu per satu.

Qing Jian mengerutkan kening.

“Apa itu?”

Yi Xue berjalan mendekat—gerakannya halus, ringan, tapi menyisakan jejak aura beracun yang membuat bulu kuduk berdiri. Ia berhenti sangat dekat, hanya beberapa jengkal dari Qing Jian. Cukup dekat sehingga aroma manis bunga beracun dari kulitnya tercium jelas. Aroma itu indah… namun mematikan.

“Air Tulang Hijau,” jawab Yi Xue pelan, tapi setiap kata mengandung ancaman.

“Racun tingkat tertinggi. Sekali tersentuh… organmu akan meleleh.”

Cairan hijau itu mele
Zhu Phi

Bab Utama : 5/6. Besok ada Bab Bonus Gems ya karena target gems tercapai.

| 21
Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App
Capítulo bloqueado
Comentarios (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
makin seru
VER TODOS LOS COMENTARIOS

Último capítulo

  • Legenda Dewa Pedang    Pedang Dewa Ilahi vs Pedang Giok Hitam

    Pedang Giok Hitam bergetar liar di tangan pria tua itu—bukan karena tekanan, melainkan kegirangan yang telah lama terkubur.“Aku hampir lupa…” suaranya bergetar rendah, sarat gairah pertempuran, “…rasanya dilawan seperti ini.”Ia sama sekali tidak menyangka kalau Qing Jian akan sekuat ini. Tadinya ia hanya penasaran dan ingin menguji kehebatan Dewa Pedang ini, tapi sekarang pendekar pedang yang hampir diremehkannya ini malahan menjadi lawan tangguh baginya. Aura hitamnya meledak keluar...Bukan menyebar—melainkan menelan.“Jurus Kedua—Giok Hitam Menelan Cahaya!”Sekejap saja, cahaya di Aula Huashan teredam paksa. Api obor meredup, pantul giok di dinding mati, bahkan kilau energi pedang ikut menghilang. Bayangan mengental, menekan dari segala arah, seperti dinding tak kasatmata yang perlahan menyempit.Qing Jian menarik napas—lalu napas itu terasa dingin.Bukan dingin es.Bukan dingin udara.Melainkan dingin kematian—menusuk tulang, merayap ke sumsum, mencoba membekukan kehendak.Ia m

  • Legenda Dewa Pedang    Melawan Cultivator Pedang Giok Hitam

    Aula Huashan berguncang keras.Lantai batu tua berderak, lalu retakannya menjalar cepat seperti urat hitam yang dipaksa muncul dari dalam bumi. Udara menegang—padat, berat, bergetar—tercekik oleh dua niat pedang yang saling mengunci tanpa memberi ruang untuk bernapas. Debu bahkan belum sempat jatuh ke lantai sebelum tersapu habis oleh gelombang energi tak kasatmata yang berputar liar di tengah aula.Ini bukan sekadar duel.Ini adalah adu kehendak dua cultivator pedang sejati.Pria tua pemilik Pedang Giok Hitam berdiri tenang di tengah pusaran itu. Rambut putihnya berkibar pelan, matanya menyipit penuh minat. Sudut bibirnya terangkat, membentuk senyum tipis yang nyaris tak terlihat.“Pedangmu…” katanya rendah, suaranya tenggelam di antara desingan niat pedang.“…tidak biasa.”Qing Jian tidak menjawab.Napasnya tertahan setengah denyut jantung.Lalu—ia menghilang.WUUUUSH—!!Udara di tempat Qing Jian berdiri meledak kosong, seakan tubuhnya tercabut dari ruang itu sendiri. Tidak ada baya

  • Legenda Dewa Pedang    Niat Pedang Huashan

    Angin pegunungan menyayat seperti bilah tak terlihat.Qing Jian berdiri tegak di punggung Byakko saat mereka menembus lapisan awan terakhir. Kabut terbelah di belakang mereka, hutan mati tenggelam jauh di bawah, berganti tebing-tebing curam yang menjulang angkuh. Jalur batu muncul di hadapan—dipahat rapi, lurus, dan tua. Bukan sekadar batu. Setiap pijakannya memancarkan niat pedang yang tenang namun tajam, seolah ribuan ayunan pernah mengukir tempat ini.Byakko memperlambat langkah, lalu menundukkan kepala besar itu.Qing Jian melompat turun.“Kau tunggu di sini,” katanya pelan, suaranya nyaris terseret angin. “Jaga jalur belakang.”Byakko mengaum rendah—patuh, waspada.Begitu telapak kaki Qing Jian menyentuh jalur batu—WUUUNG—!!Udara bergetar. Tekanan tak kasatmata datang dari segala arah, bukan untuk melukai melainkan menimbang, menguji, dan menyaring.Ujian Huashan.Qing Jian tidak mundur. Ia melangkah maju.Satu langkah—tekanan menekan bahu. Dua langkah—udara mengeras seperti di

  • Legenda Dewa Pedang    Menerobos Hutan Mati

    Qing Jian dan Byakko terus menerobos Hutan Mati yang semakin ganas dan kejam.Dari segala penjuru, hewan-hewan roh iblis bermunculan.Tanah bergetar ketika beruang bermata enam menerobos akar-akar mati, bulunya hitam legam dipenuhi retakan cahaya iblis. Di udara, burung pemakan jiwa meluncur rendah, paruhnya berlapis lendir hitam, sayapnya memotong kabut. Dari celah tanah, kelabang bertaring kristal merayap keluar, tubuh panjangnya berkilau dingin, setiap gerakan meninggalkan jejak racun yang mendesis.Semua membawa aura yang sama.Dingin, rakus, dan menjijikkan.Milik Luo Kui.Dengan satu tujuan... menghalangi langkah Qing Jian menuju Pegunungan Huashan.“Dia benar-benar menebar jaring di seluruh Huashan,” desis Qing Jian, mata tajam menyapu medan. “Beruntung ia tidak turun tangan sekarang... kemampuanku sepertinya belum sanggup menandinginya.”Bibirnya terangkat membentuk senyum tipis—bukan takut, melainkan tertarik.“Bagus,” katanya ringan. “Aku tidak suka dikejar diam-diam.”Byakko

  • Legenda Dewa Pedang    Mencari Cultivator Pedang Giok Hitam

    Qing Jian tidak menunggu lembah itu kembali sunyi sepenuhnya.Ia tahu—Lembah Huashan tidak pernah benar-benar tenang selama nama Luo Kui masih bergaung di udara, menempel pada tanah, pada kabut, pada darah yang belum mengering. Setiap detik ia berdiri diam hanyalah kesempatan bagi jebakan baru untuk lahir, bagi kehendak iblis itu untuk kembali menjalar.Jejak Luo Kui harus dimusnahkan di Lembah Huashan ini agar bisa dilalui pelintas jalan yang hendak ke Pegunungan Huashan, terutama ke Huashan-Pay... agar tidak jatuh korban lagi akibat ulah Cultivator Iblis ini.Huashan-Pay.Perguruan pedang legendaris yang konon bersembunyi di balik Pegunungan Huashan yang indah, terlindung oleh formasi kuno dan sumpah darah para leluhur. Tempat yang hanya disebut dalam rumor di kota maupun desa sekitar—dan hanya oleh mereka yang benar-benar paham betapa berbahayanya nama itu.“Ada apa dengan Huashan-Pay? Kenapa pendekar pedang di sana tidak membersihkan jalur Lembah Huashan ini?” pikir Qing Jian.Kemu

  • Legenda Dewa Pedang    Tetua SekteTengkorak Hitam

    Jubah hitam berkibar pelan. Wajah-wajah tertutup topeng tulang pucat, rongga matanya kosong dan menyeramkan. Jumlah mereka belasan orang—namun aura yang mereka pancarkan berat dan padat. Inti Emas. Tidak satu pun lemah.Di antara mereka, seorang pria kurus dengan rambut abu-abu kusut melangkah maju. Kulitnya pucat seperti mayat kuno, matanya kosong tanpa cahaya kehidupan. Namun senyumnya—bengkok dan menjijikkan.“Qing Jian,” katanya dengan suara serak, seolah pita suaranya telah lama terkikis racun. “Aku Tetua Sekte Tengkorak Hitam.”Qing Jian menyipitkan mata. 'Kau tahu namaku dari mana? Sepertinya semua kenal namaku, sedangkan aku tidak kenal kalian!"Tetua sekte tidak menjawab.Angin lembah membawa bau darah, racun, dan kematian.Qing Jian akhirnya ingat dengan sekte ini.“Jadi ini alasan Mei Shia berlari kembali ke sektemu,” katanya datar.Tetua itu terkekeh pelan. Suaranya seperti tulang digesekkan satu sama lain.“Gadis itu?” Ia mengibaskan tangan seolah membuang sampah. “Hanya u

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status