Beranda / Fantasi / Legenda Dewa Pedang / Darah Naga Di Dalam Racun

Share

Darah Naga Di Dalam Racun

Penulis: Zhu Phi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-02 19:04:05
Tubuh Qing Jian mulai bergetar hebat. Getaran itu bukan sekadar reaksi tubuh—itu adalah tubuh yang berperang melawan kematian. Racun dari Air Tulang Hijau menyusup lebih dalam, menembus daging, merayap melewati meridian, lalu menggerogoti sumsum tulang.

Setiap detik terasa seperti ada palu merah-panas menghantam tulang belakangnya berulang-ulang.

Pandangan matanya mulai berbayang. Cahaya lentera hijau di langit-langit ruangan berubah menjadi garis-garis yang memantul kacau.

Namun ia menolak menyerah.

Aku tidak boleh mati.

Aku harus menaklukkannya.

Aku harus menguasai ilmu racun ini.

Aku harus membalas dendam…

Ingatan terakhir kembali mebangkitkan semangatnya. Ia haru smembalaskan dendam Keluarga Shu yang dibantai habis oleh Keluarga Wu dan Pangeran Ketiga. Bayangan wajah Wu Chao-Xing, tunangannya yang mengkhianatinya sungguh membuat semangat hidupnya kembali menyala.

Tiba-tiba, permukaan cairan di sekelilingnya bergetar.

Yi Xue meletakkan telapak tangan di atas racun—lembut, namun
Zhu Phi

Bab Utama : 6/6 Selesai. Bab terakhir malam ini. Selamat beristirahat. Untuk weekdays, bab utama antara 3-5 bab sehari. Untuk weekend, bab utama antara 5-7 bab sehari.

| 20
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
makin seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Legenda Dewa Pedang    Pedang Dewa Ilahi vs Pedang Giok Hitam

    Pedang Giok Hitam bergetar liar di tangan pria tua itu—bukan karena tekanan, melainkan kegirangan yang telah lama terkubur.“Aku hampir lupa…” suaranya bergetar rendah, sarat gairah pertempuran, “…rasanya dilawan seperti ini.”Ia sama sekali tidak menyangka kalau Qing Jian akan sekuat ini. Tadinya ia hanya penasaran dan ingin menguji kehebatan Dewa Pedang ini, tapi sekarang pendekar pedang yang hampir diremehkannya ini malahan menjadi lawan tangguh baginya. Aura hitamnya meledak keluar...Bukan menyebar—melainkan menelan.“Jurus Kedua—Giok Hitam Menelan Cahaya!”Sekejap saja, cahaya di Aula Huashan teredam paksa. Api obor meredup, pantul giok di dinding mati, bahkan kilau energi pedang ikut menghilang. Bayangan mengental, menekan dari segala arah, seperti dinding tak kasatmata yang perlahan menyempit.Qing Jian menarik napas—lalu napas itu terasa dingin.Bukan dingin es.Bukan dingin udara.Melainkan dingin kematian—menusuk tulang, merayap ke sumsum, mencoba membekukan kehendak.Ia m

  • Legenda Dewa Pedang    Melawan Cultivator Pedang Giok Hitam

    Aula Huashan berguncang keras.Lantai batu tua berderak, lalu retakannya menjalar cepat seperti urat hitam yang dipaksa muncul dari dalam bumi. Udara menegang—padat, berat, bergetar—tercekik oleh dua niat pedang yang saling mengunci tanpa memberi ruang untuk bernapas. Debu bahkan belum sempat jatuh ke lantai sebelum tersapu habis oleh gelombang energi tak kasatmata yang berputar liar di tengah aula.Ini bukan sekadar duel.Ini adalah adu kehendak dua cultivator pedang sejati.Pria tua pemilik Pedang Giok Hitam berdiri tenang di tengah pusaran itu. Rambut putihnya berkibar pelan, matanya menyipit penuh minat. Sudut bibirnya terangkat, membentuk senyum tipis yang nyaris tak terlihat.“Pedangmu…” katanya rendah, suaranya tenggelam di antara desingan niat pedang.“…tidak biasa.”Qing Jian tidak menjawab.Napasnya tertahan setengah denyut jantung.Lalu—ia menghilang.WUUUUSH—!!Udara di tempat Qing Jian berdiri meledak kosong, seakan tubuhnya tercabut dari ruang itu sendiri. Tidak ada baya

  • Legenda Dewa Pedang    Niat Pedang Huashan

    Angin pegunungan menyayat seperti bilah tak terlihat.Qing Jian berdiri tegak di punggung Byakko saat mereka menembus lapisan awan terakhir. Kabut terbelah di belakang mereka, hutan mati tenggelam jauh di bawah, berganti tebing-tebing curam yang menjulang angkuh. Jalur batu muncul di hadapan—dipahat rapi, lurus, dan tua. Bukan sekadar batu. Setiap pijakannya memancarkan niat pedang yang tenang namun tajam, seolah ribuan ayunan pernah mengukir tempat ini.Byakko memperlambat langkah, lalu menundukkan kepala besar itu.Qing Jian melompat turun.“Kau tunggu di sini,” katanya pelan, suaranya nyaris terseret angin. “Jaga jalur belakang.”Byakko mengaum rendah—patuh, waspada.Begitu telapak kaki Qing Jian menyentuh jalur batu—WUUUNG—!!Udara bergetar. Tekanan tak kasatmata datang dari segala arah, bukan untuk melukai melainkan menimbang, menguji, dan menyaring.Ujian Huashan.Qing Jian tidak mundur. Ia melangkah maju.Satu langkah—tekanan menekan bahu. Dua langkah—udara mengeras seperti di

  • Legenda Dewa Pedang    Menerobos Hutan Mati

    Qing Jian dan Byakko terus menerobos Hutan Mati yang semakin ganas dan kejam.Dari segala penjuru, hewan-hewan roh iblis bermunculan.Tanah bergetar ketika beruang bermata enam menerobos akar-akar mati, bulunya hitam legam dipenuhi retakan cahaya iblis. Di udara, burung pemakan jiwa meluncur rendah, paruhnya berlapis lendir hitam, sayapnya memotong kabut. Dari celah tanah, kelabang bertaring kristal merayap keluar, tubuh panjangnya berkilau dingin, setiap gerakan meninggalkan jejak racun yang mendesis.Semua membawa aura yang sama.Dingin, rakus, dan menjijikkan.Milik Luo Kui.Dengan satu tujuan... menghalangi langkah Qing Jian menuju Pegunungan Huashan.“Dia benar-benar menebar jaring di seluruh Huashan,” desis Qing Jian, mata tajam menyapu medan. “Beruntung ia tidak turun tangan sekarang... kemampuanku sepertinya belum sanggup menandinginya.”Bibirnya terangkat membentuk senyum tipis—bukan takut, melainkan tertarik.“Bagus,” katanya ringan. “Aku tidak suka dikejar diam-diam.”Byakko

  • Legenda Dewa Pedang    Mencari Cultivator Pedang Giok Hitam

    Qing Jian tidak menunggu lembah itu kembali sunyi sepenuhnya.Ia tahu—Lembah Huashan tidak pernah benar-benar tenang selama nama Luo Kui masih bergaung di udara, menempel pada tanah, pada kabut, pada darah yang belum mengering. Setiap detik ia berdiri diam hanyalah kesempatan bagi jebakan baru untuk lahir, bagi kehendak iblis itu untuk kembali menjalar.Jejak Luo Kui harus dimusnahkan di Lembah Huashan ini agar bisa dilalui pelintas jalan yang hendak ke Pegunungan Huashan, terutama ke Huashan-Pay... agar tidak jatuh korban lagi akibat ulah Cultivator Iblis ini.Huashan-Pay.Perguruan pedang legendaris yang konon bersembunyi di balik Pegunungan Huashan yang indah, terlindung oleh formasi kuno dan sumpah darah para leluhur. Tempat yang hanya disebut dalam rumor di kota maupun desa sekitar—dan hanya oleh mereka yang benar-benar paham betapa berbahayanya nama itu.“Ada apa dengan Huashan-Pay? Kenapa pendekar pedang di sana tidak membersihkan jalur Lembah Huashan ini?” pikir Qing Jian.Kemu

  • Legenda Dewa Pedang    Tetua SekteTengkorak Hitam

    Jubah hitam berkibar pelan. Wajah-wajah tertutup topeng tulang pucat, rongga matanya kosong dan menyeramkan. Jumlah mereka belasan orang—namun aura yang mereka pancarkan berat dan padat. Inti Emas. Tidak satu pun lemah.Di antara mereka, seorang pria kurus dengan rambut abu-abu kusut melangkah maju. Kulitnya pucat seperti mayat kuno, matanya kosong tanpa cahaya kehidupan. Namun senyumnya—bengkok dan menjijikkan.“Qing Jian,” katanya dengan suara serak, seolah pita suaranya telah lama terkikis racun. “Aku Tetua Sekte Tengkorak Hitam.”Qing Jian menyipitkan mata. 'Kau tahu namaku dari mana? Sepertinya semua kenal namaku, sedangkan aku tidak kenal kalian!"Tetua sekte tidak menjawab.Angin lembah membawa bau darah, racun, dan kematian.Qing Jian akhirnya ingat dengan sekte ini.“Jadi ini alasan Mei Shia berlari kembali ke sektemu,” katanya datar.Tetua itu terkekeh pelan. Suaranya seperti tulang digesekkan satu sama lain.“Gadis itu?” Ia mengibaskan tangan seolah membuang sampah. “Hanya u

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status