Kring.... Sebuah nomer baru menghubungiku. "Halo." "Halo Jayka." Dari logatnya sangat kentara jika ia pria Jepang asli. "Maaf, ini siapa?" "Papanya Minaki." Seketika badanku menegang mengetahui siapa yang menelfon. "I...iya Tuan Tatsuo. Ada yang bisa saya bantu?" "Aku mau meminta maaf atas ucapanku tadi pagi. Aku terlalu kalut dengan permasalahan di rumah sampai tidak bisa memilah ucapan." "Iya tuan, saya juga minta maaf telah bermalam di kamar Minaki." "Aku sadar jika permintaan putriku bukanlah hal yang naif. Dia sudah dewasa dengan kondisi yang demikian. Aku saja yang bodoh karena tidak bisa memahami keinginannya." Aku mengangguk sambil menatap lantai Kahoko Baking Class. "Aku yang membawamu kepadanya, lalu aku sendiri yang menghinamu. Tolong maafkan aku dan tetap beri semangat pada Minaki agar bisa lebih baik menata masa depannya." "Iya tuan. Saya akan berusaha sebaik mungkin sesuai keinginan anda dan nyonya." "Jayka, apa kamu sudah memiliki kekasih?" Ada perasaan
"Kekasih? Kamu sedang berbicara apa?" "Tadi saat kamu menerima telfon?" Lidahku tiba-tiba kelu. Mataku jelalatan mencari pembenaran. Juga detak jantungku berdegub tak karuan. Minaki bukanlah kekasihku tetapi pengaruhnya lumayan besar dalam hidupku. Ia seperti ATM berjalan, jadi tidak seharusnya aku mematahkan hatinya dengan membuka terang-terangan kisah asmaraku. "Tidak, aku tidak memiliki kekasih." "Oh... Aku salah dengar?" "Tentu saja." Aku menggendongnya ke dalam mobil dengan sopir kembali memasukkan kursi roda Minaki. Seperti biasa, dia akan merangkul leherku erat dengan memainkan hidungnya di leherku. "Aku takut kamu akan memprioritaskan kekasihmu dari pada aku Jayka." Aku gelagapan. "Sudah kukatakan aku tidak memiliki kekasih." Minaki mengangguk lalu kami diam seribu bahasa. Sadar jika Minaki kembali bersedih sedang kedua orang tuanya menyuruhku membahagiakannya, aku pun meminta pada sopir agar membawa kami menuju Goutor Coffe Shop yang ada di kawasan Tachibanadorinish
Seperti dugaan, Minaki mengantarku menuju asrama terlebih dahulu lalu menuju Yokoha Club. Beruntung anak-anak asrama tidak pulang lebih dulu atau mereka akan memergokiku sedang berjalan dengan perempuan cacat kaya yang haus kasih sayang dan perlindungan. Memakai setelan terbaik untuk manggung adalah hal yang wajib dipenuhi seorang DJ. Rambut tegak dengan gel merah maskulin, wajah dipoles make up tipis khas lelaki, sepatu boot dan mantel bulu hitam yang elegan. Begitu aku keluar asrama, Minaki menatapku tanpa berkedip di dalam mobil. Aku tahu ia terpanah dengan penampilan panggungku. Gaya berjalanku bak model papan atas. Pun dengan angin sore itu yang menerbangkan bulu-bulu halus mantelku. "Jayka?" "Hem?" "Kamu sangat tampan." Aku terkekeh lalu menatapnya sekilas. "Kamu benar-benar seorang penghibur sejati. Bahkan hanya melihat gayamu yang seperti ini saja aku sangat terpukau." Sepanjang perjalanan, kami berbicara tentang profesiku sebagai DJ, bagaimana aku mempelajari alat D
"Jayka! Kemarilah." Panggil Takeshi, bartencer Yokoha CLub, setelah aku mematikan DJ Player. "Ada apa?" "Di belakang sangat gaduh, menjijikkan." Aku terkekeh. "Aku sudah tahu dari tadi." "Untung kamu tidak ikut bergabung dengan para lelaki gila itu. Tapi, bukankah Kamura baru saja menikah?" Takeshi mengangsurkan satu slot Jack Daniel untukku. Aku menggeleng seraya menyesapnya sedikit. "Aku tidak peduli." "Kasihan istrinya jika tahu Kamura begitu bajingan." "Apa karena kamu pernah ditinggalkan sehingga begitu menghargai perasaan seorang perempuan?" Godaku pada Takeshi yang sudah dua kali gagal menuju pelaminan karena calon istri tidak menyukai pekerjaannya sebagi bartender. "Tentu saja Jayka. Perempuan adalah makhluk yang lemah, mereka suka sekali bersembunyi dibawah kegagahan para lelaki. Hanya saja tidak semua perempuan itu baik, karena ada beberapa yang brengsek." "Seperti apa?" "Wanita yang suka menjajakan diri tapi tidak pandai menjaga rahim. Ketika ia hamil dan gagal a
"Cacat? Di kursi roda?" Tanyaku tidak percaya. Yamada mengangguk. "Karena dia semua tidak berjalan lancar. Dan.... ah sudahlah." "Maksudnya bagaimana Yamada?" Aku tertarik mendengar ceritanya. "Tolong jangan bertanya lagi, intinya dia sangat mengesalkan dan licik. Dia meraih semua perhatian dan harta keluarga. Kedua orang tuaku memberinya banyak warisan yang tidak sepadan denganku yang seorang anak laki-laki. Dan itu.... arrggh!" Yamada melempar kaleng bir ke lantai hingga menimbulkan suara berdenging. "Karena dia juga pernikahanku tidak memiliki kejelasan. Dia menghasut calon istriku dengan menelfonnya, mengatakan hal yang tidak-tidak tentangku dan menunjukkan kecacatan dirinya pada keluarga besar calon istriku." "Apa kamu bisa memberiku solusi Jay? Aku sangat mencintai dia. Bahkan aku sama sekali tidak merasa panas ketika didekati perempuan lain. Dia adalah segalanya bagiku Jay, dia perempuan baik yang sangat memahamiku." Ucapnya penuh penekanan. Tidak di club tidak pula saat
"Jak, bangun! Keburu telat oey!" Aku berjalan sempoyongan menuju toilet lalu bergegas cuci muka dan gosok gigi saja. Selepas itu memakai seragam kerja pabrik dengan menyisir rambut rapi. Aku dan teman-teman berjalan bersisian menuju halte untuk menunggu bis yang akan membawa kami ke lokasi pabrik yang ada di Tano. "Eh, nggak ada yang minat ke sky resort?" Tanya seorang teman TKI-ku. "Mahal, 5000 yen cuma buat 4 jam. Belum pegel udah dibalikin." "Ya berangkat lebih awal biar dapat slot waktu banyak." "Berapa tiket kesana?" "Naik JR Teine kalau PP itu 6.700 Yen." "Aku setuju, gimana kalau akhir pekan?" "Enak ke Sapporo Snow Festival." Celetuk Rinto. "Itu kalau yang ada gandengan lah." Kami semua memakai jaket tebal dengan penutup kepala karena masih musim dingin. "Ya nggak harus lah, disana kan yang bikin asyik tuh acara Snow Miku." "Ye ileh, cemen banget sih kamu Rin. Doyan banget lihat anime." Snow Miku atau Hatsune Miku adalah dewi dunia internet yang lahir di Sapp
Aku adalah lelaki sejati yang menepati janji, bukan dengan memberi janji lalu melupakan apa yang pernah kusanggupi. Kini aku sedang berada di satu toko pakain perempuan dengan memakai hoodie. Tidak kenal lelah bahkan tidak kenal malu. Aku mengabaikan tatapan para perempuan ketika memilih satu set pakaian perempuan yang sanggup membuatku meneteskan air liur dan membuat adik kecilku menegang. Walau sebenarnya dalam hati aku sangat malu. Berbekal memakai masker hitam, aku segera ke kasir membayar barang pilihanku. Nampak kasir perempuan menahan tawa ketika aku membayarnya. Sialan sekali. Setelahnya aku menuju terminal lalu menaiki bus yang membawaku ke asrama Harumi. Dia menyambutku dengan pelukan erat. "Apa yang kamu bawa Jay?" Aku menanggalkan jaket, mematikan ponsel, lalu pberjalan mendekatinya dengan menenteng paper bag. "Hadiah untukmu sayang." Aku mengangsurkannya. "Tapi dibuka nanti, setelah aku menghabiskan makanan yang kamu hidangkan." "Kamu sangat lapar?" Aku mengan
"Kalau nyeri memangnya mau diapakan sayang?" Harumi menggeleng dengan tanganku mulai berani meraba selakangannya yang lembab. Oh Tuhan ini adalah cairan surga yang bisa membuat setiap pria dimabuk kepayang. Tanganku dengan nakal mengusap pantatnya yang sintal dengan menatap Harumi dari bawah. Jujur, aku tidak tahu harus dari mana menikmati dirinya yang memiliki banyak titik menggiurkan untuk kusantap dengan lahap. Bahkan segala yang ada dalam diri Harumi saat ini mengandung magnet yang membuatku senantiasa tertarik untuk mendekat padanya. "Jaaayyy..." Dia menggeliat sempurna dengan aku memberi rangsangan baru. Akhirnya aku berdiri dengan melepas kaos dihadapannya. Meletakkan kedua tangannya di dadaku. "Kulitmu sangat eksotis Jay." "Kulitmu seputih salju sayang." Balasku. Aku mendekap pinggangnya lalu menyentuhkan juniorku yang telah menegang sempurna di perut ratanya. "Aku ingin berdansa denganmu malam ini." Aku membawa Harumi dalam pelukan sembari memberi usapan dan kecupa