“Sudah lebih dari dua minggu kita mencari Tuan Junara, tapi kita belum menemukan apa-apa.” Ujar Jery kepada Dika ketika mereka tengah beristirahat siang. Mereka duduk di bawah sebuah pohon yang cukup rindang di halaman samping cucian motor tempat mereka bekerja.
“Sabar Jery... Kita pasti akan menemukan Tuan Junara dan keluarganya. Nanti malam kita akan coba lagi menyusuri beberapa tempat. Mana tahuan nasib baik kita bisa menemukan Tuan Junara.” Sahut Dika menghibur Jery yang terlihat mulai putus asa.Jery membuang pandangan agak jauh kedepan. Disana penglihatannya menangkap sesuatu yang membuat hatinya curiga.“Ada apa Jer..???” Dika heran melihat mata Jery melotot ke suatu arah.“Lihat Bang, sepertinya Jery mengenal ibu itu..!!” Jawab Jery sambil menunjuk seorang wanita yang tengah berbicara dengan dua orang lelaki. Tangan wanita itu menunjuk ke arah sebuah rumah.“Yang mana...??” Dika makin penasa“Baaang..!!! ada kebakaran Baaang...!!” Teriak Jery histeris memanggil Dika.“Kebakaraan..?! Kebakaran dimana Jer..??”“Diseberang jalan Baaang..! Teriak Jery kembali berlari keluar.Dika tersentak kaget. Nasi bungkus yang tengah dia buka ia tinggalkan begitu saja. Dika segera berlari menyusul Jery yang sudah lebih dahulu keluar dari mess mereka bekerja.“Ooh, apinya sudah sangat besar.” Dika dan Jery terlihat ikut panik.Hiruk pikuk suara terdengar dari tempat kejadian yang berseberangan jalan dari tempat pencucian motor tempat Dika dan Jery bekerja.Jeritan minta tolong terdengar jelas dari dalam rumah yang terbakar itu.Lalu dua sosok tubuh manusia nampak selamat keluar dari rumah yang makin dikobari si jago merah tersebut.Sementara rumah itu kini sudah dikelilingi api. Tiupan angin yang cukup kencang menambah cepat api itu membesar.Orang yang datang tidak ada yang berani te
Tiga ambulan berkejaran dengan waktu. Tiga jiwa tengah berada diambang kematian. Sirine berteriak membuat malam itu semakin terasa mencekam. Tak lama berselang ketiga kendaraan ambulan tipe minibus itu terparkir di halaman rumah sakit yang luas. Para perawat berhamburan keluar menjemput tiga pasien yang tengah sekarat. Dengan sigap mereka menaikkan ketiga tubuh yang tergolek tak berdaya itu ke atas kereta dorong lalu membawa mereka ke ruang ICU.Memang tidak ada luka bakar yang berarti ditubuh masing-masing korban, namun nafas ketiga pasien itu hanya tinggal satu-satu. Gerakan dada mereka juga terlihat sangat lemah.Wajah-wajah para pengabdi medis terlihat tegang dan terus berusaha sekuat kemampuan yang ada. Mereka mengambil bagian tugas masing-masing untuk mempertahankan nyawa Tuan Besar Sudarta dan Dika serta Jery.Tuan Junara segera menyusul ambulan itu dengan sepeda motornya. Sedangkan Astuti dan Alpan diantar dengan sebuah mobil oleh seorang tetangga yang berbaik
Pagi itu halaman dan koridor rumah sakit agak terlihat sesak. Kebanyakan orang yang datang adalah dari insan pemburu berita. Kemunculan Tuan Junara dan Tuan Besar Sudarta yang terjadi dengan cara tiba-tiba membuat dunia seakan tersentak. Kedua sosok lelaki ini memang merupakan figur kesayangan di semua kalangan. Mereka dikenal sebagai pengusaha yang sangat ramah dan rajin berbagi.Tidak sedikit pula diantara mereka yang datang meneteskan air mata, menangis dan berdoa agar keluarga Tuan Junara segera lepas dari permasalahan yang tengah membelenggu kehidupan keluarga mereka.Karena pengunjung semakin membludak, itu tentu sangat mengganggu kegiatan dokter dan pasien di rumah sakit itu. Dengan segala pertimbangan yang matang akhirnya pihak rumah sakit membuat keputusan untuk menutup sementara pintu utama rumah sakit tersebut. Para awak media diberikan tempat disisi halaman rumah sakit itu.Disana didirikan tenda sementara dan beberapa puluh kursi palstik. Bagaimanap
Tuan Junara masih merasa enggan melepaskan rangkulannya dipundak Mohzan putranya. Ingin ia lepaskan seluruh beban rindu yang ia tanggung selama lebih dua puluh tahun lamanya.Perlahan Desma mendekat, ia berjalan perlahan sambil menundukkan kepalanya.“Mas Juna...! Maafkan Desma..!” Hanya itu yang mampu ia katakan setelah ia berada didekat Tuan Junara dan Mohzan.Tuan Junara memalingkan wajahnya yang ia benamkan dibahu Mohzan kepada Desma. Ia lepaskan rangkulan tangannya dibahu putranya itu dengan perlahan. Sejenak ditatapnya wajah Desma yang sembab karena uraian air mata.“Desma..?!”Desma mengangkat wajahnya yang tadi ia tundukkan. Rasa bersalah terukir nyata lewat pandangan matanya.“Desma istriku...!!!” Seru Tuan Junara tertahan dan memeluk Desma dengan erat.Desma juga membalas pelukan Tuan Junara. Mereka menangis dalam kebahagiaan yang telah nyata menjelma.“Semua ini bukan salah Desma..! Tapi ada
Tuan Besar Sudarta tersenyum melihat Tuan Junara datang menggandeng Mohzan. Wajahnya kini sudah terlihat segar walau masih agak lemah.“Papa..!!” Tuan Junara menyalami dan mencium punggung tangan Tuan Besar Sudarta.“Papa sudah kelihatan sehat.” Sambung Tuan Junara sumringah.“Iya.. alhamdulillah.” Sahut Tuan Besar Sudarta lirih.Mohzan mengulurkan tangan menyalami Tuan Besar Sudarta. Ia juga mencium punggung tangan lelaki tua itu.“Kakeeek..!!” Ujar Mohzan dengan suara serak.Tuan Besar Sudarta mengangkat tangan kirinya dan mengusap kepala Mohzan. Dua anak air mulai merembes dari kedua ruang matanya.“Mohzan cucuku..!!” Ucapnya lirih dan haru.“Kakek cepat sembuh yaa..” Kata Mohzan tersenyum lembut menatap Tuan Besar Sudarta.“Yaaah... Sebentar lagi Kakek akan sembuh dan bisa berkumpul dengan kalian.” Jawab Tuan Besar Sudarta penuh semangat.Tuan Bes
"Hahaha... Kau pikir kau bisa melawan aku hah..??? Dasar anak pungut tak tahu diuntung..!” Hardik Naira sambil menendang tubuh Alpan yang tergolek dilantai.Alpan kaget mendengar kata anak pungut yang dilontarkan oleh Naira kepadanya. Rasa penasarannya terjawab sudah. Pantas Naira tega ingin menghabisinya.“Katakan siapa orang tuaku sebenarnya.” Tanya Alpan lirih dengan mata menyipit yang ia sembunyikan ke lantai.Ia pura-pura seakan sudah benar-benar tidak berdaya.“Orang tuamu...???”“Buat apa kau menanyakan itu, toh sebentar lagi kau akan mati..!” Naira mendesis sinis melototkan matanya kepada Alpan.“Baik..! Jika kau tidak memberi tahu siapa orang tuaku, maka aku juga tidak akan memberi tahumu dimana aku menyembunyikan dokumen-dokumen milik Kakek.” Sahut Alpan memancing. Padahal ia sebenarnya juga tidak tahu dimana dokumen-dokumen itu kini berada.Waktu Naira dan anak buahnya mengejar diriny
"Ada tamu untukmu..!”Tuan Satya menggangguk lalu mengikuti langkah petugas polisi yang membawanya keruang khusus untuk menerima tamu bagi para tahanan.Tuan Satya memang masih menempati ruang tahanan polisi karena harus menunggu persidangan terakhir untuk mengetahui nasibnya.“Alpan..???”Tuan Satya kaget begitu melihat siapa yang datang menjenguknya. Selama ia ditahan, baru ini pertama kalinya Alpan datang menjenguknya.Alpan mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk menatap meja tempat ia melipat kedua tangannya.Tuan Satya menarik kursi didepan meja dan duduk berhadapan dengan Alpan.“Apa kabarmu..?” Tanya Tuan Satya nampak kaku.Semenjak ia mendengar berita bahwa Alpan telah bekerja sama dengan Naira merebut harta keluarganya, Tuan Satya merasa hatinya sudah tidak nyaman kepada Alpan.“Alpan sudah tahu Pa... Kalau Alpan bukan anak Papa. Alpan bukan siapa-siapa dalam keluarga besar Sudarta
Bab 95. Sebuah kejujuran.“Tolong izinkan kami masuk...! Kami ingin bertemu dengan Tuan Junara..!” Seorang lelaki terlihat memohon kepada petugas yang menjaga pintu rumah sakit. Ia datang membawa seorang wanita dan seorang anak lelaki berumur sekitar 10 tahun. Kemungkinan itu adalah anak dan istrinya.“Maaf Pak..! Untuk sementara waktu kami membatasi jumlah pengunjung yang memasuki ruangan rumah sakit. Ini demi kenyamanan pasien..!” Jawab petugas keamanan rumah sakit itu mencoba menjelaskan.“Tapi ini sangat penting Pak..! Tolonglah..! Berilah kami izin sebentar saja..?” Mohon lelaki itu berulang kali.Setelah berembuk dengan rekan-rekannya akhirnya petugas itu mengizinkan lelaki tersebut dan anak istrinya masuk kedalam rumah sakit untuk bertemu dengan Tuan Junara. Ia juga memberi sedikit pengarahan dan petunjuk jalan menuju ruang tempat Tuan Besar Sudarta dirawat.Lelaki itu segera memasuki rumah sakit dengan menggandeng