Sudah hampir satu jam lamanya Stella termenung di depan meja kerjanya. Kertas yang seharusnya berisi gambar-gambar, masih kosong putih bersih. Tangan Stela masih gemetaran, ia bahkan tak ingat bagaimana caranya ia mandi tadi. Rambutnya basah kuyup, dan bajunya terlihat berubah menjadi piyama dengan motif kotak-kotak lengan panjang warna navy serasi dengan piyama yang Axelle, suaminya kenakan. Gadis itu mendongakkan kepala, melihat langit-langit kamar. Bayangan Axelle muncul lagi, dia mengingat sedikit, tangan berotot Axelle mengangkat tubuhnya ke kamar mandi. Axelle memandikan Stela dengan lembut. Suaminya begitu telaten, tangan berotot itu terlihat lembut menyentuh kulit, menyabuni badannya. Stela hanya duduk terbengong di sebuah kursi kecil. Itulah yang membuat Stela semakin linglung. Dia benar-benar tak dapat lagi berpikir dengan jernih. Sisa-sisa sensai menggetarkan luar biasa, masih terlihat jelas dalam ingatan. Ditambah sentuhan tangan yang terasa halus saat meman
Ada rasa berdebar di hati Stela, dadanya bergemuruh, sapuan napas sang suami yang menggelitik ke telinganya memberi sensasi luar biasa. Jantungnya berdegub kencang. Stela menundukkan kepala, rasa malu menyergap. Untaian kata tak bisa ia ucap, tangan yang menggenggam pensil bergetar hebat. Tanpa menunggu persetujuan Axelle mulai mencium tengkuk sang istri. Dia menyibakkan rambut panjang itu ke samping. Mengeksplore leher bagian belakang. Tangan berototnya tak tinggal diam. Meraba, dan sedikit meremas payudara sang istri yang masih terbalut piyama lengan panjangnya. Stela menjatuhkan pensil yang dia genggam. Pikirannya kalut, dia mulai fokus pada sentuhan-sentuhan nakal sang suami. Tangan berotot itu mulai menelusup masuk, merayapi setiap inci perut yang membuat Stela mengepalkan tangan. Menahan geli dan rasa yang tidak karuan. Bibir sang suami mulai mencium, memberikan cupangan di leher bagian belakang. Tangan Axelle merayapi punggung sang istri, dengan sekali sentuhan
Stela terbangun ketika silaunya cahaya mentari mengusik. Dia mengerjab-kerjabkan mata seraya menggeliatkan tubuh yang terasa pegal tesebut. Matanya mulai terbuka, dia nampak beberapa kali menguap. Bibinya mengulas senyum. Malam membahagiakan nan melelahkan masih teringat jelas di pikiran Stela. Pengalaman yang begitu mengesankan bagi gadis tersebut. Setiap gerakan dan sentuhan Axelle sangat membuatnya candu. Stela menepuk-nepuk kepalanya, agar bayangan tubuh telanjang sang suami tak lagi hadir. Stela menghela napas panjang, dia berusaha bangkit untuk duduk. Namun, punggungnya terasa nyeri, tak lama kemudian suara pintu di buka dengan pelan. Seseorang melongok ke dalam, seorang wanita muda. "Anda sudah bangun Nyonya," sapa gadis tersebut. Dia berjalan masuk ke dalam kamar. Membuka gorden penutup jendela satu persatu. Stela sendiri enggan bangun dari ranjang. Tubuhnya benar-benar nyeri berkat pertempuran semal
Axelle merapikan letak dasinya, Stella membuka tas slempang yang ia tenteng dari tadi. Dia berdiri berjalan mendekat ke arah Axelle. Tanpa bicara gadis tersebut mengelap belas lipstik yang menempel di bibir suaminya. Stela tersenyum kemudian. "Duduklah, aku akan keluar sebentar," kata Axelle, dia membimbing istrinya duduk di sebuah kursi sofa, tempta untuk duduk para kolega dan relasi bisnisnya bila berkunjung. Lelaki tersebut kemudian bergegas membuka pintu. Matanya sedikit melebar kala melihat Freya sedang beradu mulut dengan asistennya. "Ada apa ini?" tanya Axelle mbuat semuanya terdiam. "Sayang, mereka tidak mengizinkan aku masuk ke ruangan kamu," kilah Freya manja. "Jangan salahkan mereka, semua memang sudah di atur Ayah," jelas Axelle. "Masuklah," ajak Axelle menggandeng Freya. Keduanya masuk ke dalam ruangan. Stela duduk manis di sofa, dia mengulas sen
Axelle terbengong mendapati sang istri menjelajah ke setiap sudut lehernya. Dan beralih turun ke dada. Kepala Stela sampai tertutup kemeja yang masih dikenakan Axelle. Lelaki itu merasakan sentuhan bibir dan lidahnya menari-nari di dada bidangnya. Dia mengernyitkan kening. "Dari mana kau belajar semua ini Sayang, aku merasa kau sangat pandai dalam menggoda lelaki," seloroh Axelle. "Tentu Stela belajar dari Om semalam," jawab Stela tak kalah receh. "Ah!" pekik Axelle dalam tawa girang kala, merasakan sang istri memberinya tanda cupangan di bagian dada. "Sayang, tidakkah kau tau akibat dari membangunkan macan yang tengah tidur?" tanya Axelle tersenyum nakal. "Saya tahu, karena itu saya lakukakan. Silahkan makan saya hingga habis," tantang Stela pada sang suami. Axelle membiarkan sejenak sang istri, napasnya mulai memburu dengan wajah yang
Sudah hampir satu minggu Axelle Zeroun menyibukkan diri dan berlama-lama di kantor. Ia sering pulang larut malam, bahkan kadang ke luar kota menghadiri acara perjamuan yang sebenarnya tidak begitu penting. Semua ia lakukan demi menghindari Freya. Lelaki itu merasa jijik dan begah berada dalam satu ruang. Tidur jua Axelle lebih memilih di kamar lain, dengan alasan, agar tidak mengganggu kenyamanan Freya. Terlebih lagi bayangan Stela selalu berkelebatan di pikirannya. Menari-nari dengan indah, senyumnya, tawanya, ekspresi wajah ketika penyatuan keduanya. Semua membayang jelas dalam ingatan. Axelle bahagia, sangat bahagia dengan apa yang ia peroleh. Bukan lantaran keperawanan Stela yang telah ia renggut. Tapi Axelle memperoleh seorang wanita kecil mempesona. Yang mampu membuat hati bekunya meleleh. Yang membuat pertahanannya runtuh. Stela, sahabat dari Mirza, anak yang ia besarkan. Alangkah malangnya kenyataan pahit, harus di telan sepahit juadah. Mirza, putra yang ia ban
Penyatuan yang sangat luar biasa, menyelami samudra cinta, semanis madu, merengkuh indahnya bersama. Rasa memabukkan dan membuat candu tak ubahnya seperti coklat manis. Suara keduanya menggema bersautan di kamar hotel yang cukup luas tersebut. Axelle begitu menghayati setiap denyutan yang menjepit dirinya di bawah sana. Ikrar pernikahan tanpa sengaja, yang dulu ia tolak. Kini layaknya menelan ludah sendiri. Axelle begitu mengagumi Stela. Keindahannya tak khayal membuat ia seperti orang kurang waras. Seminggu tanpa Stela membuat Axelle seperti hilang arah. Di raih bibir wanita yang tengah di gagahinya. Lumatan yang semakin membelit, seiring dengan tubuhnya yang mulai menuntut di bawah sana. Erangan Stela tertahan bibir suaminya. Dia memejamkan mata, meresapi setiap sensasi nimatnya surga dunia yang tak terkira. Tubuhnya sedikit melonjak kala dirinya di ambang batas. Matanya terbuka, bibirnya membalas ciuman sang suami. Axelle
Mirza merasa terhinati, ia awalnya tak menduga. Menerima telepon dari sang kakek, menyuruhnya mengantar dokumen untuk sang papa. Akan tetapi siapa sangka jika sang kakek, merencanakan sesuatu untuknya. Kakek Zeroun sengaja membuat Mirza melihat semua ini. Tatapan pemuda itu tajam mengusik, memandang dalam kedua orang yang menjadi sasarannya. Wajah putih memerah, padam, matanya membulat lebar, menahan amarah yang membuncah. Ia meremas dokumen yang dipegangnya hingga kusut. Betapa menyakitkan menyaksikan sang papa berselingkuh, ketahuan di depan matanya. Yang lebih sakit, kenapa wanita selingkuhannya adalah Auristela. Sahabat terdekat sekaligus perempuan yang Mirza cintai sejak lama. Sakit, memang hati terasa sakit. Dada menyesak seketika. Stela sendiri di posisi tersulit, dia bingung dan khawatir. Tangannya mengepal, menundukkan kepala. Betapa terkejutk ia kala sang suami menggebrak meja makan. Jantungnya berdebar cepat tak menentu. Dia tidak
Seperti layaknya musim semi, bunga-bunga indah bermekaran. Tak jauh berbeda dari hati seseorang, akan merekah jika cinta bercokol di hati. Menyematkan seribu rindu tak terbendung. Lantunan nyanyian indah akan mengalun bersama rasa bergejolak di dada. Bagitulah hingar bahagia Auristela, hatinya tersemat satu nama. Bukan nama lelaki lain, melainkan nama sang suami, Axelle Zeroun. Usia yang terpaut amat jauh tak membuat rasa itu runtuh. Sejak penyatuan keduanya untuk pertama kali. Hati Stela ikut terbawa, terbawa pesona Axelle. Papa dari sahabatnya Mirza. Salahkah rasa cinta yang hadir tanpa terduga itu? Stela sendiri sempat meragukan rasa yang bersemayam. Hingga Mirza menanyakan rasa itu. Stela menatap sendu Mirza, pemuda tampan yang duduk di sampingnya kini. Netra keduanya saling menatap, Stela dapat melihat bayangan dirinya pada bola mata Mirza. Penuh ragu ketika ia hendak mengucap kata tidak, suaranya terkunci. Seperti Benang kusut tak terurai S