Stela menghela napas, dia membaringkan tubuh telanjangnya di ranjang dengan tengkurap. Badanya lengket, berkeringat, tubuhnya kelelahan setelah di gempur habis-habisan oleh sang suami. Axelle beringsut naik ke atas ranjang, lelaki tersebut mengecup pundak sang istri kemudian mengelus rambut panjang Stela.
“Kau, baik-baik saja, Sayang?” tanya Axelle.
“Tubuh saya rasanya remuk, pinggang saya benar-benar pegal. Mas mempermainkan saya, lalu menggempur dengan kekuatan penuh, bagaimana saya tidak tumbang,” keluh Stela.
“Maaf, kau sangat menggoda, Sayang,” bisik Axelle, “bisa kita lakukan lagi?” pinta Axelle.
“Saya lelah, Mas, kita tidur,” kata Stela.
“Baiklah mari kita tidur.” Axelle mengecup pucuk kepala sang istri.
Wanita itu membalikkan badan telentang, tidak sengaja
Terima kasih sudah membaca Love Sugar Daddy, jangan lupa tinggalkan jejak komentar.
Stela baru saja terlelap ketika pintu diketuk, wanita mungil itu memijit kening yang mendadak nyut-nyutan. Dia beringsut bangun bertepatan dengan, Axelle yang keluar dari kamar mandi, mengenakan handuk kimono. Keduanya saling pandan, Axelle tersenyum ramah lalu mengambil handuk kimono di dalam nakas, menyerahkan kepada Stela. Wanita tersebut tersenyum girang lalu mengenakannya. Rambut Axelle masih terlihat basah, sangat sexy bagi Stela, terutama bagian dada yang sedikit terbuka. Axelle berjalan ke arah pintu lalu membukanya. Joy tanpa permisi masuk ke dalam, mereka saling menatap satu sama lain. “Kalian tadi dengar?” tanya Joy. “Dengar apa?” Axelle balik bertanya. “Tembakan,” jawab Joy. “Kau yakin, itu suara tembakan, mungkin saja hanya kembang api,” kata Stela dengan polosnya. “Ini t
Kreat! Suara pintu berderit, dua orang lelaki masuk ke dalam ruangan mengedarkan pandang dengan berjalan mengendap-endap. Mereka celingukan, Axelle masih mengamati dengan mengintip lewat celah dari tumpukan barang-barang yang sebagian telah berserakan di lantai. Dia kemudian bernapas lega melihat kedua orang pemuda tersebut, Axelle menggandeng tangan sang istri berjalan mendekati mereka. “Astaga, kalian mengagetkan kami,” suara bariton lelaki memekik. “Kalian yang membuat kami jantungan, kami kira siapa,” keluh Stela menatap ke arah mereka dengan bibir mengerucut. “Joy, kau sudah mendapatkan apa yang kau cari?” tanya Axelle. Yah, kedua orang tersebut adalah Joy dan juga Roland. Mereka saling berpandangan satu sama lain sebelum menjawab pertanyaan Axelle. Axelle menyadari hasil nihil dari tatapan tanpa kata tersebut, namun dia ingin memastikan sendiri,
Freya menggerakkan tubuhnya naik turun secara teratur, lebih lembut dari biasanya. Zayn membiarkan sang istri untuk memimpin permainan. Suasana begitu dingin, sudah hampir pagi. Tidur lelap Zayn terganggu dengan sentuhan hangat pada miliknya. Dia pun terbangun, tidak marah ataupun menolak service yang diberikan sang istri. Dia pun menginginkan hal tersebut hanya saja semalam Zayn mencoba mengontrol diri mengingat sang istri tengah hamil muda. Namun, sekarang sang istri tengah berolah raga di atasnya. Suara mendesah Freya benar-benar menggoda, Zayn masih bersikap tenang, dengan menggerakkan pinggulnya membantu sang istri bergerak. “Kau sangat nakal, Sayang,” keluh Zayn. “Aku tidak mampu menahan, kau sangat menggoda, Sayang,” gelak Freya yang lalu memekik, merasakan tubuh bagian bawah terasa bergetar. Wanita tersebut ambruk di dada bidang sang suami. Satu kali gerakan,
Cukup lama kapal berlayar hingga berlabuh di sebuah pulau terpencil, Stela, Roland, Joy bahkan Rosalind menjadi tawanan yang digiring untuk masuk ke dalam sebuah pondok yang terbuat dari kayu, cukup besar bisa dikatakan sebagai rumah di pinggir hutan tersebut. Ah, hari masih hampir pagi ketika itu, angin terasa dingin menyentuh kulit, suara binatang malam memekik pendengaran, membuat bulu kuduk berdiri. Para tawanan tersebut masuk ke dalam sebuah ruangan yang cukup luar, berlantaikan kayu dengan lampu menyala di sudut atas, mungkin sebagai penerang dua ruangan. “Kau gila Arsen,” teriak Rosalind ketika dua orang mendorong tubuhnya masuk ke dalam ruang. Arsen terkekeh, “Kalian yang membuatku gila, Mama kau gila telah memperalat diriku, papa juga aku sangat benci, dia lebih mempercayai bocah tengik itu dibandingkan aku!” pekiknya mengacungkan tangan ke arah Joy. Yah, m
Arsen dan anak buahnya berjalan keluar ruangan meninggalkan para tawanan, Nyonya Andreas menggandeng putrinya yang masih terlihat syok. Rosalind bahkan tidak menyangka sang ibu yang terlihat berwibawa dengan sikapnya yang tenang itu. Mampu membunuh sang suami dengan tangannya sendiri, sungguh diluar dugaan. Nyonya Andreas menatap kesal putrinya, mengingat kembali masa lalu, dia pandai memanipulasi seseorang dan mengarahkan, menyetir perilaku seseorang atau sekelompok orang dengan menggunakan kekuatan hipnotik bahasa atau lebih dikenal dengan naman social engineering. Entah bagaimana pada awalnya namun Nyonya Andreas berhasil menggunakan teknik human engineering untuk menyetir Rosalind, hingga putrinya tersebut menjadi tersangka pembunuhan ibu kandung Stela dan orang kepercayaan Zayn. Kekecewaan seorang wanita, Nyonya Andreas, wanita elegan itu seperti malaikat maut bagi target yang dia inginkan. Tanpa mengotori tangan sendiri dengan darah, dia membunuh siapa
Malam semakin terasa mencekam, suara binatang-binatang nokturnal melolong, bersuara sahut-menyahut. Di pinggir sebuah pantai, masuk lagi sedikit ke dalam hutan, ada sebuah pondok kayu beratap rumbia berdiri kokoh. Bangunan yang cukup luas, dan panjang. Di sebuah kamar nan sempit, di mana lampu menyala temaram, ada seorang pemuda duduk di sudut ranjang. Sedangkan seorang wanita tua, duduk dengan elegan menyilangkan kaki di kursi kayu berhadapan sang pemuda. Perbincangan mereka sangat serius, hingga di bagian pintu depan dijaga baik-baik oleh dua orang pengawal. “Apa aku juga harus menghabisi Stela?” tanya pemuda tadi. “Kenapa, kau ragu, Arsen?” tanya wanita tua yang merupakan neneknya tersebut. “Berhentilah lemah, jika kau tidak bisa mendapatkan aset Zayn, maka wanita itu pantas mati. Untuk apa kau memikirkan orang yang tidak pernah menyayangimu, dia mene
Joy lebih dahulu terbangun, derap langkah kaki terdengar nyaring di luar sana, pemuda tersebut segera membangunkan Roland. Roland mengerjab-ngerjabkan mata menatap ke arah Joy, dia langsung beringsut duduk. Rungunya menajam, mendengar bising di luar sana, dia bangkit mengintip dari lubang kancing. Suara nyaring terdengar. “Bagaimana bisa?” tanya seorang lelaki yang Roland tidak tahu siapa. “Nyonya Rosalind ditemukan tewas di dalam kamar,” lanjut yang lain. Degh! Roland terkejut langsung berbalik arah beringsut di dekat Joy. Dia menelan salivanya, menggigit bibir bagian bawah dengan jari tangan kanan memijat kening. Joy menatap heran pada sahabatnya tersebut. Melihat Roland tampak begitu kacau, entah lantaran baru bangun tidur atau karena hal lain, begitu pikir Joy dalam benak. “Bangunkan Stela!” ujar Ro
Joy melihat raut wajah Roland memerah menahan amarah, dia menghela napas lalu menahan sahabatnya itu dengan tangan kanannya. Roland menoleh ke arah Joy yang menggelengkan kepala, dia menggumamkan kata untuk menahan. Roland menghela napas panjang berulang kali, kemudian kembali berjalan keluar ruangan. Mereka ikut masuk ke dalam sebuah mobil yang tengah menanti. Sebelumnya tangan ketiga sandera dari Arsen itu diikat ke belakang juga kakinya, sebelum mereka didorong masuk mobil box. “Aw! Sakit” pekik Stela yang tersungkur ke lantai mobil. “Sial, tidak bisakah kalian lembut pada wanita?” pekik Joy. “Kurang ajar!” cebik Roland yang ikut terjerembab di antara kedua orang yang lebih dahulu masuk. Wajah garang orang-orang suruhan Arsen itu terlihat tidak punya penyesalan. Mereka malah menatap Stela dengan tatapan mesum, t