Share

Bab 2

Author: Margot
Saat aku membersihkan tetesan darah terakhir dari lantai, luka di dadaku pun sembuh total. Di saat yang sama, Klan Bayangan Bulan milik Raja Alfa juga menyambut hari baru.

Satrio keluar dari kamar dengan aroma tubuh Amilia yang masih melekat padanya, lalu melihat kain pel yang telah ternoda darah hingga berubah menjadi merah tua.

Dia mengerutkan kening dan berkata, "Kenapa darahnya sebanyak ini?"

Aku tidak membela diri, hanya menunduk dan berkata pelan, "Maaf, aku akan segera membersihkan kotoran ini."

Di luar jendela, seorang pelayan sedang menyirami taman.

Dengan sengaja, dia bersuara keras, "Monster itu pernah bertanya padaku bagaimana cara menyenangkan hati manusia serigala, hadiah apa yang cocok untuk pasangan manusia serigala. Ya ampun! Jangan-jangan dia ingin menggoda Raja Alfa!"

"Ah, dasar perempuan murahan tak tahu malu! Berani-beraninya dia bermimpi bisa bersama Raja Alfa? Jangan harap! Kalau bukan karena bangsa duyung, mana mungkin orang tua Raja Alfa hilang! Mirna harus menebus dosanya seumur hidup!"

Mendengar itu, aku langsung merasa tidak enak dan berusaha cepat-cepat kembali ke ruang bawah tanah. Sayangnya, Satrio lebih cepat.

Dia langsung menyeretku ke ruang interogasi dan mendorongku ke kursi yang dipenuhi ukiran mantra sihir petir.

Satrio memegang batu energi yang bisa mengaktifkan mantra itu, menatapku dengan wajah muram.

"Pelayan itu mengingatkanku, sudah waktunya untuk menginterogasimu."

"Katakan, di mana sebenarnya orang tuaku dibawa oleh kalian?"

Aku menutup mata, dan rasa sakit mengerikan yang dulu pernah kualami di kursi ini perlahan membangkitkan kembali ingatan di tubuhku. Aku gemetar dan menggeleng pelan, "Aku tidak tahu."

Begitu kata-kataku selesai diucapkan, aliran listrik yang kuat langsung mengalir menembus tubuhku.

Aku menjerit kesakitan, seluruh tubuhku kejang-kejang, dan luka yang sudah kering kembali terbuka.

Setelah sengatan listrik berakhir, aku begitu lemah hingga nyaris tak punya tenaga untuk bernapas.

Napas Satrio mulai memburu. Dia menempelkan telinganya ke dadaku, memastikan bahwa jantungku masih berdetak.

"Katakan! Kenapa kamu tidak mau katakan!" Suara Satrio terdengar agak putus asa, seolah-olah dia juga merasakan penderitaan yang sama. "Aku hanya ingin tahu keberadaan orang tuaku, selama kamu mau mengatakannya, aku akan segera melepaskanmu ... "

Darah mengalir dari sudut bibirku, aku merasa seluruh tubuhku penuh dengan rasa sakit.

Tapi aku berkata, "Aku tidak akan mengatakannya."

Aku benar-benar tidak boleh memberitahukan keberadaan orang tua Satrio, itu adalah rahasia yang berkaitan dengan keselamatan mereka.

"Bagus, bagus sekali." Satrio menatapku dengan tajam sejenak, lalu tersenyum sinis, dan memerintahkan orangnya untuk mengambil beberapa permata duyung yang kusembunyikan.

Mataku membelalak dan berontak di kursi, "Kamu mau apa? Kamu tidak boleh melakukan ini!"

Satrio berkata dengan kejam, "Tentu saja aku bisa melakukan itu. Aku bisa melakukan apa saja pada pendosa sepertimu!"

Dia melemparkan satu permata duyung ke lantai, lalu menginjaknya dengan keras!

Mendengar jeritanku yang menyayat hati, dia kembali menanyai aku.

"Dengar-dengar permata duyung adalah jiwa dari bangsa duyung. Jika permata duyung dihancurkan, maka mereka tidak akan bisa hidup kembali. Permata yang ada di bawah kakiku ini, milik ayahmu atau ibumu?"

"Kamu masih tidak mau bilang? Apa kamu benar-benar tega melihat keluargamu mati demi dirimu?"

Kukuku tertancap dalam ke pegangan kursi, ujung jariku sudah berlumuran darah.

Air mata terus mengalir dari sudut mataku, jatuh ke lantai, dan berubah menjadi butiran mutiara berdarah.

"Satrio, aku membencimu!"

Balasan yang kudapat adalah ciuman yang hampir membuatku kehabisan napas.

Satrio mengeretakkan gigi dan berkata, "Kamu membenciku? Apa hakmu membenciku?"

Aku diam saja. Ciuman Satrio membuatku sangat bingung.

Akhir-akhir ini, kesadaranku semakin pudar, sampai aku hampir melupakan betapa dalamnya kita pernah saling mencintai.

Bangsa duyung sering berubah wujud menjadi manusia dan naik ke darat mencari jodoh sejati mereka.

Pada umur tiga tahun, aku pertama kali bertemu dengan Satrio.

Saat pertama kali melihatku, dia langsung menatap ke atas dan bertanya pada ibunya.

"Ibu, aku suka dia. Bisakah dia jadi istriku nanti?"

Ibu Satrio tertawa geli, lalu memandangku berkata, "Kalau begitu, kamu harus memperlakukannya dengan baik, supaya dia juga menyukaimu."

Sejak itu, aku dan Satrio menjadi teman baik dan sering bermain bersama.

Sampai usiaku lima belas tahun, bangsa duyung mulai diburu besar-besaran karena mereka memiliki kemampuan untuk menyembuhkan orang lain.

Aku terpaksa meninggalkan daratan, tapi aku juga tetap diam-diam naik ke darat untuk menemui Satrio.

Ketika orang lain menanyakan identitasku, aku ingin bilang bahwa aku adalah sepupu jauh Satrio.

Tapi tanpa kuduga, Satrio justru menjawab dengan sangat serius, "Dia adalah Mirna, pacar yang paling aku cintai, dan juga calon istriku di masa depan."

Di detik itu, aku menyadari bahwa hatiku telah sepenuhnya jatuh untuk Satrio.

Kemudian, bangsa duyung dan bangsa manusia serigala merencanakan sebuah perjanjian.

Pihak yang mewakili bangsa manusia serigala dalam perjanjian itu adalah orang tua Satrio, tapi sejak itu mereka justru menghilang tanpa jejak.

Sebagai putri bangsa duyung, akulah tersangka utamanya.

Aku tahu Satrio membenciku, tapi aku benar-benar tidak bisa membocorkan rahasia ini.

Bertahun-tahun kemudian, Satrio sudah menjadi Raja Alfa, dan aku pun harus mendekatinya lagi demi keselamatan bangsaku.

Berkali-kali aku hampir tidak tahan ingin memberitahunya kebenaran, tapi aku tetap menahan diri.

Aku tidak boleh bilang, karena itu akan membawa bencana bagi orang tua Satrio.

Tapi, baik itu cinta atau kebencian, tak lama lagi aku tak perlu lagi menanggung semua ini.

Tinggal dua hari.

Satrio ingin mengangkatku dari kursi listrik, tapi malah membuatnya penuh darah.

Dia berhenti dan memandang luka-luka retak di tubuhku.

Aku tersenyum getir dan berkata, "Kotor ya? Tapi tidak apa-apa, aku akan segera mati."

Ini adalah kata-kata jujurku, tapi Satrio bereaksi seolah mendengar sesuatu yang sangat menakutkan, lalu dengan panik menyuapkan ramuan penyembuh ke mulutku.

Ramuan penyembuh itu tidak terlalu efektif. Suara Satrio bikin merinding, tapi di balik itu tersimpan kepanikan yang mendalam.

"Tanpa izinku, kamu tidak boleh mati!"

Dia melepaskan ikatan di tangan dan kakiku, lalu langsung merendamku kembali ke dalam kolam ramuan.

Aku tersedak dan batuk-batuk, lukaku akhirnya berhenti berdarah.

Tapi aku bisa merasakan ada yang aneh dengan ramuan ini, ia memang memperbaiki tubuhku dalam waktu sementara, tapi nanti akan menyebabkan kerusakan yang lebih parah.

Aku mengangkat kepala dan melihat Amilia bersembunyi di balik pintu, tersenyum padaku dengan tatapan jahat.

Bibir merahnya yang menawan bergerak, tanpa suara dia berkata, "Mirna, aku ingin kamu mati!"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Luka Ini Warisan Cinta   Bab 9

    Aku menggelengkan kepala.Mungkin karena tubuhku telah hancur, jiwaku pun semakin memudar.Satrio mencoba meraih tanganku, tapi berkali-kali meleset. Dia benar-benar tak bisa menyentuhku lagi.Sebagai Raja Alfa, dulu apa pun yang dihadapinya, dia selalu tenang dan penuh percaya diri.Sekarang hanya karena tak bisa menggenggam tanganku, Satrio sudah berlinang air mata."Mirna, kumohon, beri aku satu kesempatan lagi.""Akulah yang telah melakukan begitu banyak kesalahan, aku akan menebus semuanya dengan sisa hidupku, bisakah kamu tetap tinggal dan menyaksikanku?""Baru sekarang aku mengerti, orang yang kucintai sejak awal hingga akhir adalah kamu. Jangan pergi, jangan tinggalkan aku ... "Aku tak berkata apa-apa, justru perlahan menutup mataku.Jiwaku menghilang tepat di depan mata Satrio.Sejak saat itu, tidak akan ada lagi putri duyung bernama Mirna di dunia ini....Satrio tinggal di ruang laboratorium selama seminggu, tidak makan, tidak minum, dan mengabaikan siapa pun yang datang me

  • Luka Ini Warisan Cinta   Bab 8

    Seandainya aku belum mati, mungkin aku akan menahan napas ketakutan melihat wajah Amilia.Namun sekarang, aku sudah tidak ingin hidup lagi.Aku lelah.Amilia melangkah mendekat, aku bisa melihat belati peraknya yang tajam bersinar.Sebagian besar tubuhku sudah berubah menjadi buih, itu membuatnya tersenyum dengan penuh kemenangan.Dia meraihku dan mengangkatku keluar dari tangki air laut.Begitu terkena udara, tubuhku yang berubah menjadi buih semakin cepat hancur."Matilah, Mirna!"Belatinya menghunjam ke arahku dengan ganas, tapi tepat saat hendak menusuk jantungku, ditangkap dengan tangan kosong oleh seseorang.Tangan orang itu seketika robek parah, darah menetes ke tangki air, mengubah air laut menjadi merah.Amilia belum sempat bereaksi, sudah langsung ditendang hingga terjatuh ke lantai."Satrio, kenapa kamu di sini?"Satrio memandangi tubuhku yang semakin menghilang, matanya dipenuhi kesedihan.Namun saat menatap Amilia, pandangannya berubah menjadi penuh kebencian."Amilia, ken

  • Luka Ini Warisan Cinta   Bab 7

    Jiwaku melayang di udara, sudah tidak merasakan gejolak emosi apa pun terhadap tindakan Satrio.Selama beberapa tahun ini, Satrio selalu menuruti segala keinginan Amilia, tetapi setelah kematianku, dia kembali menunjukkan sikapnya yang dingin.Hatinya memang benar-benar sulit ditebak.Amilia baru saja melahirkan, manja ingin bersandar di bahu Satrio, tapi Satrio langsung menghindar.Satrio merasa di pelukannya masih tersisa sentuhan dariku, dan dia tidak ingin ada orang yang mengganggu.Amilia pun tersenyum canggung dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa."Satrio, aku baru saja dengar dari orang lain kalau orang tuamu sudah kembali, benar tidak?""Benar."Satrio mengamati ekspresi Amilia sambil berkata perlahan, "Ayah dan Ibu memang sudah kembali. Mereka bilang selama ini kita salah paham tentang Mirna, dan juga mengatakan bahwa kepergian mereka hanyalah untuk urusan transaksi ... "Aku mendengarkan dengan tenang, tetapi segera menyadari dia tidak menyebutkan apa pun tentang pengkhiana

  • Luka Ini Warisan Cinta   Bab 6

    Satrio seperti tersambar petir, dia bertanya dengan tak percaya, "Tapi waktu itu aku jelas-jelas melihat bangsa duyung menculik kalian."Dengan wajah muram, ibu Satrio berkata, "Itu adalah sandiwara yang kami lakukan dengan sukarela, dan itu adalah bagian dari perjanjian antara suku kami dan bangsa duyung!""Satrio, leluhur suku kita dulu pernah menyinggung penyihir hitam yang sangat kuat, dan akibatnya dikutuk. Sejak saat itu, semua manusia serigala yang lahir di suku kita mengalami cacat genetik. Hanya bangsa duyung yang bisa membantu kita mengatasinya.""Kabar tentang cacat genetik yang kita miliki tidak boleh diketahui siapa pun, karena akan dijadikan kelemahan oleh musuh. Oleh karena itu, kami selama ini bekerja sama secara diam-diam dengan bangsa duyung untuk melakukan penelitian rahasia.""Karena dulu kami pernah membantu orang tua Mirna, mereka pun bersedia membantu menyembuhkan penyakit genetik suku kita. Bahkan penyakit genetikmu sendiri, Mirna yang menyembuhkannya dengan dar

  • Luka Ini Warisan Cinta   Bab 5

    Di detik berikutnya, Satrio langsung berlutut, dengan tangan gemetar memelukku erat ke dalam pelukannya.Sebagai Raja Alfa, dia tak pernah berlutut kepada siapa pun. Tapi sekarang, seolah semuanya tak lagi penting baginya, yang ada di matanya hanyalah aku yang perlahan menghilang.Dengan tubuh gemetar, dia mengeratkan pelukannya, seolah ingin menahanku agar tak pergi."Mirna, kamu pasti hanya pura-pura lagi, kan? Kamu sebenarnya baik-baik saja, kan?"Aku tak ingin menjawabnya, dan memang sudah tak bisa lagi menjawab. Karena mulutku telah menghilang, dan sebentar lagi bahuku pun akan berubah menjadi buih, hingga akhirnya dia takkan bisa lagi memelukku.Satrio menggelengkan kepala dengan penuh rasa sakit dan berkata, "Mirna, jangan mati! Aku tidak mengizinkan kamu mati!""Aku bahkan belum pernah melihatmu memakai gaun pengantin, aku belum sempat memberitahu dunia bahwa kamulah istriku, kita bahkan belum sempat saling mengucapkan aku mencintaimu dengan tulus dari mulut kita sendiri ... "

  • Luka Ini Warisan Cinta   Bab 4

    Aku melihat adikku yang dikurung di dalam tempayan.Dia baru berusia sepuluh tahun, belum ada yang sempat mengajarinya berubah wujud manusia, bahkan ekor ikannya masih terseret."Kakak, tolong aku!"Dia terus-menerus memukul kaca dengan sekuat tenaga, menangis memohon pertolongan padaku.Amilia juga melihatnya, matanya berkilat licik, lalu tersenyum penuh ketertarikan."Ternyata dia adikmu ya? Lucu sekali, kalau begitu kita mulai dari dia saja."Dua pengawal mengikuti perintah segera mengangkat adikku keluar dari tempayan, lalu menempatkan dadanya tepat di ujung pisau Amilia.Aku tidak tahan lagi, lalu berlutut di lantai, dan terus menerus sujud memohon pada Amilia."Kumohon, Amilia, kumohon lepaskan adikku! "Dia diadopsi oleh orang tuaku, bukan keluarga kerajaan duyung. Permata duyung aku berwarna putih, kamu pakai permataku saja!" Ujung pisau Amilia menekan lebih dalam, meninggalkan bekas luka berdarah di dada adikku."Tapi biasa kamu kan suka berbohong, siapa tahu kamu cuma menipu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status