Share

Bab 3

Penulis: Margot
Ketika aku berada dalam setengah sadar, aku merasakan seseorang memelukku dan dengan lembut membelai rambutku.

Tetesan air mata yang membara jatuh di wajahku, panasnya sampai membuat jantungku bergetar.

"Mirna, seandainya semua ini tidak pernah terjadi, andai kita masih saling mencintai seperti dulu, betapa indahnya ... "

Itu Satrio, ya?

Dia menangis?

Aku berusaha membuka mataku, sayangnya tidak ada Satrio, hanya para pengawal yang menyeretku menuju halaman rumah.

Sinar matahari yang terik menyengat kulitku, dan aku segera merasa dehidrasi.

Satrio dan Amilia tampak sedang berada di halaman rumah. Melihat kedatanganku, Amilia berpura-pura khawatir dan bertanya, "Kamu sudah lama nggak makan, ya? Lapar nggak?"

Tenggorokanku kering dan haus, setiap tarikan napas terasa perih, membuatku tak bisa langsung menjawab.

Atas isyarat Amilia, seorang pengawal yang di samping langsung menendangku.

Tendangan itu tepat mengenai lukaku yang belum sembuh, membuat darah kembali menggenangi bajuku.

Satrio tampak kesal, dia mengernyit, kemudian melepaskan jaketnya dan menyelimutkannya di tubuhku.

"Sudah! Cepat sembuhkan lukamu, jangan terus-terusan pura-pura kasihan. Amilia takut lihat darah, kamu mau bikin dia pingsan lagi, ya?"

Mata Amilia berkedip-kedip penuh kegelisahan, dia langsung melemparkan sayuran busuk dan daging ke lantai di depanku.

"Aku tahu kamu pasti lapar, ayo cepat makan."

Aku melirik ke arah Satrio di samping, dia mengalihkan pandangannya, seolah tak ingin memberikan satu tatapan pun untukku.

Kejadian sebelumnya, saat Satrio memelukku sambil menangis, seharusnya cuma mimpi. Mana mungkin dia benar-benar peduli padaku?

Aku perlahan menundukkan kepala, mengambil sayuran kotor itu, lalu dengan penuh penghinaan memakannya dengan mulut seperti seekor anjing.

Amilia pun kembali bersuara dengan nada penuh kebencian, "Mirna, kenapa tidak makan dagingnya? Cepat makan daging, daging lebih bergizi."

Dengan mati rasa, kumasukkan daging itu ke mulut. Indra perasaku sudah rusak akibat siksaan terus-menerus, hanya bisa merasakan bahwa daging ini berbeda dari yang pernah kumakan sebelumnya.

"Enak nggak?" Amilia bertanya sambil tersenyum manis. "Putri duyung yang sering berendam di laut, dagingnya pasti sangat lembut bukan?"

Potongan daging itu langsung terjatuh dari mulutku, aku tertegun dan menatap Amilia.

Senyuman Amilia semakin melebar, kegembiraannya dibangun di atas penderitaanku.

Rasa mual tiba-tiba muncul, aku pun terjatuh lemas ke lantai dengan mulut terbuka.

"Uek ... "

"Astaga! Sepatuku!"

Muntahanku mengotori tumit sepatu Amilia.

Tanpa adanya perintah, pengawal langsung mencengkeram rambutku dan menyeretku pergi, lalu menyumpalkan sebuah batu ke mulutku.

Satrio memeluk Amilia di pelukannya, langsung membuang sepatu itu, dan meminta pelayan untuk mengambilkan sepatu baru untuk Amilia.

Dulu, dia juga pernah memperhatikanku seperti ini, tapi sekarang tatapannya padaku hanyalah kebencian.

"Mirna, kamu jangan merasa dirugikan. Saat bangsa duyung menyakiti manusia serigala, kalian seharusnya siap menerima balasannya. Jika tidak mau makan, buang saja daging-daging itu ke tempat sampah!"

Amilia yang sudah mengenakan sepatu baru, dengan jijik menendang potongan daging yang ada di lantai itu.

"Raja Alfa, jangan salahkan Mirna, mungkin dia memang tidak lapar, cukup jangan beri dia makan."

"Bagaimana kalau menyuruh dia menemani aku melukis? Anggap saja itu sebagai gantinya."

Satrio menggelengkan kepala dengan pasrah dan berkata, "Kamu memang terlalu baik hati."

Dia mencabut batu dari mulutku, membersihkan wajahku, lalu mencengkeram daguku sambil berkata, "Dengar nggak? Kamu baru saja menyinggung Amilia, sekarang kamu harus menemani dia melukis dengan baik, jangan sampai membuatnya tidak senang lagi."

Aku tak mengatakan apa pun, hanya mengangguk pelan.

Cengkeraman Satrio di daguku semakin kuat, seolah ingin mengatakan sesuatu, namun sebuah panggilan telepon tiba-tiba menghentikannya.

Dia pun berbalik, berpamitan dengan lembut pada Amilia, lalu menunduk dan mencium perut hamilnya.

Melihat mereka, aku kembali merasa ingin menangis.

Setelah Satrio pergi, Amilia tak lagi berpura-pura. Dia langsung memutar bola matanya ke arahku.

"Aku nggak suka ada orang yang melihat aku saat melukis. Pergi sana, duduk saja di dekat tempat sampah."

Aku berjalan pelan ke dekat tempat sampah lalu duduk. Tubuhku lelah dan lemas akibat terik matahari, setidaknya di sini ada sedikit tempat yang teduh.

Tak lama kemudian, pelayan Amilia datang sambil membawa ember.

Dia menutup hidung, memandangku dengan ekspresi jijik dan berkata, "Woi, monster, Amilia bilang dia lagi kekurangan cat merah untuk lukisannya, warna merah yang paling bagus itu adalah warna darah, jadi kamu disuruh menyumbang seember darah buat dia."

Sebuah belati berkarat dilempar tepat ke depanku.

"Pakai ini saja untuk memotongnya."

Aku agak ragu dan berkata, "Tapi ... belati ini berkarat ... "

Pelayan itu berdiri dengan tangan di pinggul dan berteriak marah padaku, "Kamu kira dirimu putri raja apa? Masih saja pilih-pilih pakai pisau buat donor darah! Ayo cepat potong! Kalau tidak, jangan salahkan aku kalau nggak sopan!"

Aku terpaksa mengambil belati itu dan mengiris pergelangan tanganku.

Darah pun menetes perlahan ke dalam ember.

Hingga tubuhku menggigil kedinginan, bibir membiru, ember itu akhirnya penuh.

Aku bersandar di tempat sampah, kesadaranku mulai kabur.

Tak jauh dari sana, beberapa pelayan sedang mengobrol di halaman rumah.

"Amilia memang hebat, lukisannya indah sekali. Hanya saja, bahan untuk catnya agak sulit didapatkan, harus membunuh beberapa duyung dulu baru bisa mengumpulkan sebotol kecil bubuk permata duyung."

"Kenapa makhluk-makhluk ini, satu duyung cuma punya satu permata duyung? Kalau saja mereka bisa tumbuh beberapa butir lagi, pasti lebih bagus."

Wajahku pucat ketakutan, dan aku berdiri dengan bertumpu pada dinding.

Suara jeritan menyayat hati mulai terdengar di telingaku, aku berdoa semoga ini bukan seperti yang kupikirkan ...

Semakin dekat ke Amilia, semakin jelas terdengar suara erangan penuh kesakitan itu.

Aku melihatnya. Kulihat di sekitar kaki Amilia, penuh dengan mayat putri duyung.

Amilia mencengkeram leher seorang putri duyung. Pisau di tangannya dengan cekatan bergerak masuk dan keluar, mengeluarkan permata duyung, lalu menghancurkannya.

Pada saat itu, hatiku seolah turut dihancurkan bersamanya.

Amilia membersihkan darah di tangannya, lalu menatapku dengan tatapan penuh dendam.

"Mirna, ternyata warna permata duyung kalian berbeda-beda ya? Aku cuma mau yang warna putih, karena dengar-dengar hanya keluarga kerajaan duyung yang berwarna putih."

"Kamu kan putri duyung, pasti tahu siapa keluarga kerajaan duyung. Bantu aku mengeluarkan permata putihnya boleh?"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Luka Ini Warisan Cinta   Bab 9

    Aku menggelengkan kepala.Mungkin karena tubuhku telah hancur, jiwaku pun semakin memudar.Satrio mencoba meraih tanganku, tapi berkali-kali meleset. Dia benar-benar tak bisa menyentuhku lagi.Sebagai Raja Alfa, dulu apa pun yang dihadapinya, dia selalu tenang dan penuh percaya diri.Sekarang hanya karena tak bisa menggenggam tanganku, Satrio sudah berlinang air mata."Mirna, kumohon, beri aku satu kesempatan lagi.""Akulah yang telah melakukan begitu banyak kesalahan, aku akan menebus semuanya dengan sisa hidupku, bisakah kamu tetap tinggal dan menyaksikanku?""Baru sekarang aku mengerti, orang yang kucintai sejak awal hingga akhir adalah kamu. Jangan pergi, jangan tinggalkan aku ... "Aku tak berkata apa-apa, justru perlahan menutup mataku.Jiwaku menghilang tepat di depan mata Satrio.Sejak saat itu, tidak akan ada lagi putri duyung bernama Mirna di dunia ini....Satrio tinggal di ruang laboratorium selama seminggu, tidak makan, tidak minum, dan mengabaikan siapa pun yang datang me

  • Luka Ini Warisan Cinta   Bab 8

    Seandainya aku belum mati, mungkin aku akan menahan napas ketakutan melihat wajah Amilia.Namun sekarang, aku sudah tidak ingin hidup lagi.Aku lelah.Amilia melangkah mendekat, aku bisa melihat belati peraknya yang tajam bersinar.Sebagian besar tubuhku sudah berubah menjadi buih, itu membuatnya tersenyum dengan penuh kemenangan.Dia meraihku dan mengangkatku keluar dari tangki air laut.Begitu terkena udara, tubuhku yang berubah menjadi buih semakin cepat hancur."Matilah, Mirna!"Belatinya menghunjam ke arahku dengan ganas, tapi tepat saat hendak menusuk jantungku, ditangkap dengan tangan kosong oleh seseorang.Tangan orang itu seketika robek parah, darah menetes ke tangki air, mengubah air laut menjadi merah.Amilia belum sempat bereaksi, sudah langsung ditendang hingga terjatuh ke lantai."Satrio, kenapa kamu di sini?"Satrio memandangi tubuhku yang semakin menghilang, matanya dipenuhi kesedihan.Namun saat menatap Amilia, pandangannya berubah menjadi penuh kebencian."Amilia, ken

  • Luka Ini Warisan Cinta   Bab 7

    Jiwaku melayang di udara, sudah tidak merasakan gejolak emosi apa pun terhadap tindakan Satrio.Selama beberapa tahun ini, Satrio selalu menuruti segala keinginan Amilia, tetapi setelah kematianku, dia kembali menunjukkan sikapnya yang dingin.Hatinya memang benar-benar sulit ditebak.Amilia baru saja melahirkan, manja ingin bersandar di bahu Satrio, tapi Satrio langsung menghindar.Satrio merasa di pelukannya masih tersisa sentuhan dariku, dan dia tidak ingin ada orang yang mengganggu.Amilia pun tersenyum canggung dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa."Satrio, aku baru saja dengar dari orang lain kalau orang tuamu sudah kembali, benar tidak?""Benar."Satrio mengamati ekspresi Amilia sambil berkata perlahan, "Ayah dan Ibu memang sudah kembali. Mereka bilang selama ini kita salah paham tentang Mirna, dan juga mengatakan bahwa kepergian mereka hanyalah untuk urusan transaksi ... "Aku mendengarkan dengan tenang, tetapi segera menyadari dia tidak menyebutkan apa pun tentang pengkhiana

  • Luka Ini Warisan Cinta   Bab 6

    Satrio seperti tersambar petir, dia bertanya dengan tak percaya, "Tapi waktu itu aku jelas-jelas melihat bangsa duyung menculik kalian."Dengan wajah muram, ibu Satrio berkata, "Itu adalah sandiwara yang kami lakukan dengan sukarela, dan itu adalah bagian dari perjanjian antara suku kami dan bangsa duyung!""Satrio, leluhur suku kita dulu pernah menyinggung penyihir hitam yang sangat kuat, dan akibatnya dikutuk. Sejak saat itu, semua manusia serigala yang lahir di suku kita mengalami cacat genetik. Hanya bangsa duyung yang bisa membantu kita mengatasinya.""Kabar tentang cacat genetik yang kita miliki tidak boleh diketahui siapa pun, karena akan dijadikan kelemahan oleh musuh. Oleh karena itu, kami selama ini bekerja sama secara diam-diam dengan bangsa duyung untuk melakukan penelitian rahasia.""Karena dulu kami pernah membantu orang tua Mirna, mereka pun bersedia membantu menyembuhkan penyakit genetik suku kita. Bahkan penyakit genetikmu sendiri, Mirna yang menyembuhkannya dengan dar

  • Luka Ini Warisan Cinta   Bab 5

    Di detik berikutnya, Satrio langsung berlutut, dengan tangan gemetar memelukku erat ke dalam pelukannya.Sebagai Raja Alfa, dia tak pernah berlutut kepada siapa pun. Tapi sekarang, seolah semuanya tak lagi penting baginya, yang ada di matanya hanyalah aku yang perlahan menghilang.Dengan tubuh gemetar, dia mengeratkan pelukannya, seolah ingin menahanku agar tak pergi."Mirna, kamu pasti hanya pura-pura lagi, kan? Kamu sebenarnya baik-baik saja, kan?"Aku tak ingin menjawabnya, dan memang sudah tak bisa lagi menjawab. Karena mulutku telah menghilang, dan sebentar lagi bahuku pun akan berubah menjadi buih, hingga akhirnya dia takkan bisa lagi memelukku.Satrio menggelengkan kepala dengan penuh rasa sakit dan berkata, "Mirna, jangan mati! Aku tidak mengizinkan kamu mati!""Aku bahkan belum pernah melihatmu memakai gaun pengantin, aku belum sempat memberitahu dunia bahwa kamulah istriku, kita bahkan belum sempat saling mengucapkan aku mencintaimu dengan tulus dari mulut kita sendiri ... "

  • Luka Ini Warisan Cinta   Bab 4

    Aku melihat adikku yang dikurung di dalam tempayan.Dia baru berusia sepuluh tahun, belum ada yang sempat mengajarinya berubah wujud manusia, bahkan ekor ikannya masih terseret."Kakak, tolong aku!"Dia terus-menerus memukul kaca dengan sekuat tenaga, menangis memohon pertolongan padaku.Amilia juga melihatnya, matanya berkilat licik, lalu tersenyum penuh ketertarikan."Ternyata dia adikmu ya? Lucu sekali, kalau begitu kita mulai dari dia saja."Dua pengawal mengikuti perintah segera mengangkat adikku keluar dari tempayan, lalu menempatkan dadanya tepat di ujung pisau Amilia.Aku tidak tahan lagi, lalu berlutut di lantai, dan terus menerus sujud memohon pada Amilia."Kumohon, Amilia, kumohon lepaskan adikku! "Dia diadopsi oleh orang tuaku, bukan keluarga kerajaan duyung. Permata duyung aku berwarna putih, kamu pakai permataku saja!" Ujung pisau Amilia menekan lebih dalam, meninggalkan bekas luka berdarah di dada adikku."Tapi biasa kamu kan suka berbohong, siapa tahu kamu cuma menipu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status