Fibrela muncul dengan kostum yang agak aneh. Dia memaparkan sekilas pada Nod tentang pakaian yang dikenakannya. Kain yang terlihat licin dan tebal itu memiliki keunggulan khusus untuk menangkal segala jenis partikel asing yang terkena di permukaannya. Potongan modelnya menutupi hampir keseluruhan tubuh Fibrela. Ada saku tersembunyi yang menempel pada bagian perutnya.
“Kita ke Juracfa?” tanya Nod.
“Bukankah kau yang menyarankanku kembali ke sana?” Fibrela melirik malas ke arah Nod.
Pintu xefle terbuka dan Likos terlihat masih menanti mereka di luar.
“Kalian mau ke mana?”
“Ke Juracfa,” jawab Nod.
“Jadi kau mau meminta maaf padanya?” Likos segera mengalungkan tangannya di leher Nod.
“Aku harus membuat perhitungan dengannya,” kata Fibrela membenarkan ucapan Likos.
“Kau tidak bisa pergi tanpaku, Nod.”
“Kalau begitu, ayo ikut!” Nod
Likos duduk mengamati gerakan atlic yang lincah di dalam sana. Dia sama was-wasnya dengan Nod. Walau dia sering melihat pertandingan seperti ini, Likos tetap terlihat tegang saat harus benar-benar masuk ke dalam sana. “Kenapa? Kau takut?” Brevis datang menggoda Likos yang masih separuh mengucapkan doanya. “Monoceros bukan pemakan daging manusia.” Brevis tertawa tanpa suara. “Mengapa kalian begitu suka dengan manusia daratan itu?” “Namanya Nod, bocah tengil,” umpat Likos geram. “Lagian aku satu tim denganmu. Aku tidak mau dia menang.” Pernyataan Likos tadi membuat Brevis sedikit terperangah. “Kau pasti tidak menyangka, kan? Aku sama sekali tidak ingin dia ke Luzav mencari istri dan putrinya yang sudah mati itu. Setidaknya jika dia kalah, aku punya alasan menolaknya.” Brevis seraya menyodorkan perangkat selam pada Likos sambil menatap Fibrela dan Nod yang tengah berdiskusi dengan alot di ujung arena. Berkali-kali Fibrela harus me
“Keberuntungan pemula,” ujar Likos usai keluar dari permukaan air. “Tapi kau memainkannya dengan cukup baik, Nod,” puji Likos. “Kau bisa melawan bocah itu.” Nod tersenyum tipis. Napasnya masih terengah-engah. Fibrela berjalan mendekati mereka sambil mengibas rambutnya yang tampak lembap. Brevis di belakang melangkah dengan pelan. “Jadi, bagaimana kau mau menepati janjimu, Brevis?” ucap Fibrela. Brevis merapikan peralatan selamnya tanpa menggubris pertanyaan Fibrela. “Ikut aku,” bisik Brevis setelah memastikan tidak ada atlic yang berada di dekat mereka. Mereka keluar dari pintu yang berhadapan dengan tangga di luar gedung Trevian. Pengunjung yang datang semakin ramai. Langit pun bertambah gelap. Gedung Trevian akan tampak lebih indah pada malam hari. Lampu berkelap-kelip menerangi kawasan belantara yang gelap. Dindingnya akan bercahaya dan menimbulkan gambar-gambar yang indah. Rimbunan pohon yang mengelilinginya pun ikut mewarnai sekit
Fibrela masih termenung di sofa ruangan tengah xefle. Jendela besar menghadap langsung ke pemandangan desa di depannya. Malam di Luxavar tidak segelap malam di daratan. Langit yang tidak bersinar hanya sebagai simbol bahwa hari akan berganti.Sementara banyak para Atlic yang menjalani kehidupannya seperti biasa. Mereka tidak peduli dengan langit. Cahaya yang lebih terang bahkan bisa mengalahkan cahaya Luxavar yang redup di malam hari. Bulan bersinar walau tidak seterang di bumi. Nod memandangi bulan yang kesepian itu. Dia sudah kehilangan karismanya. Sudah tenggelam dalam kegemerlapan Luxavar.Nod menatapnya dari balik pintu dan berjalan menghampirinya.“Belum tidur?” tanya Nod.Fibrela menatap Nod sejenak. Kegusaran tercermin dari ketukan jemarinya di atas meja. Dia bahkan tidak menyadari kedatangan Nod jika Nod tak menyapanya tadi.Nod melangkah ke lemari di sudut ruangan. Dia mulai terbiasa mengoperasikan fitur dapur otomatis di xefl
“Brevis bilang rokernnya sudah tiba dan hari ini akan dimulai pembiusannya. Kita hanya perlu menunggu sampai seluruh Cerecza mendapat bahan bakarnya di lumbung itu. Brevis dan Paerovy sudah bekerja semalaman. Mereka bilang kita baru bisa menjalankan misi ini besok, untuk mencegah kemungkinan adanya Cerecza yang belum dibius. Sementara tas Kaltor buatan Edvard sudah disiapkan di Balorop. Aku mesti menemui Edvard hari ini,” kata Fibrela sambil menatap jam tangannya yang menempel di kuku jari.Likos dan Nod baru mulai menyiduk makanan mereka, tapi Fibrela sudah berdiri dan bergegas masuk ke kamarnya setelah menyampaikan berita itu. Mereka berdua tidak tahu kalau Fibrela sudah bangun lebih pagi dan sarapan lebih dahulu dari mereka.“Kenapa terburu-buru seperti itu?” tanya Likos heran.“Kita tidak punya banyak waktu untuk berbincang di sini. Aku akan ke Balorop,” kata Fibrela.“Tunggu, aku ikut,” ujar No
Yunish itu sudah mengitari bangunan lain di pusat kota Mercendia. Gedung paling besar diliputi atap yang melengkung. Atap tersebut berbentuk gelombang yang menghubungkan setiap bagian dari gedung-gedung yang ada di kawasan Brugaden menjadi seperti selimut yang ditonggak pilar-pilar. “Kau tahu bagaimana aku bisa mencari tahu tentang selubung Luxavar?” tanya Nod tiba-tiba. Likos mengernyit curiga. “Kau mau apa lagi?” “Bagaimana jika selubung Luxavar ini roboh? Bukankah seluruh kehidupan di tempat ini akan musnah?” Likos menggeleng cepat. Dia merinding. Tidak menyangka kalau Nod berniat menghancurkan benda yang menjadi pelindung negerinya ini. Selama beberapa menit, Nod menekuri pemandangan Brugaden yang luas di bawahnya. “Kau tidak akan bisa menghancurkannya.” “Mengapa?” “Karena… selubung itu sangat kuat,” jawab Likos sedikit terbata. “Hmmm… sangat kuat ya?” kata Nod lagi. “Apa yang terjadi bila selubung itu hancur? Apaka
Perempuan itu melangkah ke arah Nod. Gaun putihnya sebagian berbercak darah. Nod berusaha menggapai sosok itu, tapi semakin dia maju, perempuan tersebut semakin menjauh. Sesuatu seperti mengisap tubuhnya dari Nod. Wajahnya tampak begitu pucat. Bahkan Nod tak lagi bisa membedakan rona bibir dari bagian wajahnya. Matanya memandang Nod datar. Semua terlihat nyata. Regan! Nod bangun dari mimpi yang aneh. Seluruh badannya terbalut kain tipis yang elastis. Walau dia tahu luka di tubuhnya cukup dalam, dia tidak bisa merasakan sakit sedikit pun. Di sampingnya, Fibrela tengah mondar-mandir. Likos duduk menyerumput minuman hangat dari dalam mangkuk kaca. “Apa yang terjadi?” Nod mengerjapkan kedua matanya. Berusaha mencerna kejadian yang baru saja menimpa dirinya. “Kau baik-baik saja, Nod?” panggil Fibrela. Wajahnya yang resah terlihat masih panik. Dia mengamati sekujur wajah Nod yang masih penuh dengan luka lecet. “Apakah mau merasa pusing? Kau bisa me
Setelah tirah baring selama lebih dari 12 jam, Nod akhirnya bisa berjalan seperti manusia normal. Bebat yang mengikat kakinya masih terpasang sampai beberapa hari ke depan. Brevis datang ke xefle dengan membawa kotak besar yang berisi senjata yang sebelumnya pernah ditunjukkan ke mereka. “Hanya ini yang bisa kuambil dari Juracfa. Aku harap kalian bisa menggunakannya dengan bijaksana.” Senjata Luxavar memiliki beberapa tingkat kekuatan. Mulai dari tingkat pertama yang hanya berupa peluru tipis seperti angin yang bisa mengiris kulit hingga ke tulang. Mereka menyebutnya sebagai Pucle. Benda itu biasa dipakai para Kanselir untuk menyerang atlic. Pemakaiannya hanya perlu digelangkan di tangan. Ada tas yang terhubung ke jempol. Senjata tingkat kedua ini seperti senjata di daratan pada umumnya. Menggunakan peluru bulat yang bisa dikeluarkan secara bersamaan. Likos mengangkat senjata yang disebut sebagai Beckeln dari dalam kotak. “Ini yang ku
Tanpa terasa yunish mereka sudah melintasi kota Mercendia yang padat dan saat ini tengah melaju menembus perbatasan yang rimba. Ada beberapa bangunan yang berdiri di sekitar jalanan, namun jumlahnya tak sepadat di Mercendia. Jalanan yang mereka lalui masih jauh lagi. Meski Luxavar tak seluas benua-benua yang ada di daratan, tempat ini nyaris menyamai luas suatu negara.Langit sudah kembali cerah saat mereka memasuki kawasan pedesaan yang dikatakan Fibrela sebagai Echinops ritro. Ladang-ladang dengan deretan rumah penduduk terlihat lebih jarang di tempat ini. Ada biri-biri berwarna coklat tengah memilah sarapannya di lapangan yang luas itu.“Itu kambing?” tanya Nod.Fibrela hanya tertawa. Dia mengiyakan pertanyaan Nod. Terserah Nod mau menganggapnya apa. Sebentar lagi Luxavar tak akan menjadi bagian dari hidup mereka.“Mungkin sejenisnya. Kau akan merindukan mereka nanti,” jawab Fibrela.Nod memelotot tak rela.