Semoga gak ada tipo. Amin. Maksih vote gemsnya. Lele padamu^^
Polo semakin curiga jika selama ini mereka diawasi. Hingga keseriusannya buyar ketika para anggota timnya berseru lantang saat mereka berhasil melumpuhkan para monster dan helikopter berhasil terbang dengan selamat. Polo melihat keadaan di permukaan sepanjang helikopter melintas, tak ditemukan manusia atau monster. Namun, Polo yakin jika banyak manusia masih bertahan dan memilih untuk bersembunyi. "Edward, setelah ini kita singgah di mana?" tanya Polo menatap Edward yang memegang tablet dengan rute dan titik telah ditandai. "Aku ragu kita bisa melintasi Samudra Atlantik Utara, Polo. Kondisi helikopter kita tak menjanjikan. Mungkin ... kita sebaiknya menggunakan kapal ketika tiba di Newfoundland. Kita cari kapal untuk menyeberang," jawab Edward yang membuat semua orang di kabin terdiam. "Atau mungkin kita bisa mencari helikopter lain? Pasti ada hanggar pesawat terbang yang bisa kita singgahi," sahut Bruno memberikan usulan. "Kenapa, Bruno?" tanya Polo heran. "Aku merasa jika armad
Sedang di tempat Polo dan timnya berada. Setelah penerbangan yang panjang dan melelahkan, akhirnya mereka tiba di Teluk St. Lawrence saat matahari terbit di Pulau tersebut. Ternyata, dugaan Edward benar jika helikopter tak bisa bertahan lebih lama lagi karena kerusakan bertambah dengan kebocoran bahan bakar. Mereka tak bisa menyeberangi Samudera Atlantik Utara untuk tiba di Benua Eropa dengan tujuan Rusia. Saat semua orang dirundung kepanikan, tiba-tiba goncangan hebat terjadi di helikopter. Polo dan anggota timnya semakin cemas. "Sekarang apa lagi?" "Sepertinya ... terjadi kegagalan mesin, Polo," jawab Ritz cepat seraya mengecek seluruh tombol kendali. Namun, suara alarm peringatan dari sistem, membuat ketegangan di dalam helikopter semakin mencekam. "Apakah kita akan jatuh?" tanya Bruno ikut mendekat. "Aku akan berusaha agar kita bisa mendarat di hanggar terdekat. Polo, bisa kau pastikan sekitar kita aman tanpa keberadaan monster?" pinta Edward terlihat tergesa sembari melihat
Polo dan kawan-kawannya segera berkumpul. Mereka mencoba menyelamatkan semua benda dan perlengkapan dari dalam peti yang mereka terjunkan dari atas helikopter dari teluk. Edward melihat dari GPS jika mereka berada di Gros Morne National Park of Canada. Sayangnya, tempat itu sudah berbeda jauh. Meskipun masih asri dan dipenuhi oleh tumbuhan hijau serta air jernih yang segar, tempat itu begitu sepi karena tak ada manusia di sekitar. Bruno membuat api unggun di tepian sungai. Sedang Robin, mendirikan tenda portabel sebanyak dua buah. Lalu Edward, menyiapkan sarapan untuk kawan-kawannya. Ritz masih duduk terlihat letih. Semua orang membiarkan pilot helikopter mereka untuk istirahat sejenak. Polo berkeliling sekitar kawasan dengan senapan laras panjang dalam genggaman dan pistol di balik pinggang. Polo masih penasaran dengan sosok pria yang dilihatnya di mana ia yakin jika orang tersebut pasti tinggal di dekat mereka berkemah. Polo memutuskan untuk menaiki pohon agar bisa melihat dengan
Praktis, mata Yusuke, Lope dan Lucy melebar seketika. "Kalian ingin ke Rusia? Ke mana tepatnya?" tanya Lope curiga. Polo saling melirik dengan anggota timnya. "Apa ada yang bisa kalian utarakan sebelum kami pergi ke tempat itu?" tanya Polo menatap tiga orang yang baru dikenalnya saksama. Yusuke balas menatap Polo tajam. "Akan kami jelaskan saat di hanggar. Ayo, kita harus segera pergi dari sini. Lucy, kau ikut denganku dan biarkan Lope masuk dalam rombongan tim berikutnya," terang Yusuke dan dua wanita cantik itu mengangguk. Yusuke mengangkut lima buah kotak besar yang dijaga oleh Edward dan Ritz di bagian depan. Sedang Lucy, duduk mendampingi pria Asia tersebut. Speed boat melaju dengan kecepatan sedang meninggalkan lokasi. Robin, Bruno dan Polo kembali berkemas dibantu oleh Lope. Polo mengamati gerak-gerik Lope saksama di mana banyak pertanyaan di kepalanya. "Siapa saja orang dalam jajaran 13 Demon Heads yang kaukenal?" tanya Polo penuh selidik. Lope yang sedang melipat tenda
Polo, Bruno dan Robin terlihat fokus dengan tujuan baru mereka. Speed boat menyusuri sungai hingga akhirnya mereka tiba di lokasi. Terlihat sebuah bangunan seperti telah dipersiapkan layaknya benteng pertahanan. Yusuke merapatkan kapalnya di sebuah dermaga kecil tepi sungai itu. Para penumpang turun satu persatu tanpa muatan. "Kita tak ke hanggar?" tanya Polo heran. "Kita akan pergi besok pagi. Malam ini, kita menginap di sini. Segera turunkan barang. Sebelum gelap, kita harus bersiap," jawab Yusuke seraya menenteng senapan laras panjangnya. "Memang kenapa dengan malam hari?" tanya Bruno curiga. "Akhir-akhir ini, serangan monster sering terjadi. Seperti yang kubilang sebelumnya, orang-orang yang berhasil selamat diawasi. Sebelum kami tiba di sini, aku melihat drone melintas di tempat terakhir kami berada. Tak mungkin 'kan jika monster yang mengendalikannya. Jadi, aku cukup yakin jika itu perbuatan anak buah Hendrik," jawab Lope. Polo dan semua orang tegang seketika. "Seperti kec
Semua orang sudah bersiap dan membidik pintu lift yang masih tertutup rapat. "Satu, dua, tiga!" TING! "Hah!" "Oh! Tahan! Tahan!" teriak Irina saat ia hampir saja melemparkan granat Rainbow Gas dalam genggamannya. Marco segera turun dan berlari mendekat. Irina merapatkan tubuhnya ke sisi Marco saat pria itu mengendusnya. Irina memasukkan kembali granat itu ke dalam saku celananya. "Bagaimana, Marco? Dia manusia atau ... monster?" tanya Irina cemas. "Baunya seperti monster. Namun, jika melihat gelagatnya, ia seperti manusia. Mirip ...." "Seperti saat Bykov ditemukan?" sahut Hugo dan Marco mengangguk membenarkan. Marco memberi kode kepada anggota Red Skull yang bersembunyi jika pria tersebut seperti bukan ancaman. Marco melangkah mendekat perlahan terlihat hati-hati karena pria itu tampak ketakutan. "Hei, apa ... kau baik-baik saja?" tanya Marco penasaran. Tiba-tiba saja, pria itu keluar dari lift dan memeluk Marco. Semua orang terkejut karena pria tua bertubuh gemuk itu menang
Praktis, semua orang terkejut mendengar hal yang tak pernah diketahui itu. Maksim memangis terisak terlihat begitu sedih. Hati para pendengar ikut pilu. Pinky dan anggota Red Skull duduk di sekeliling Maksim mencoba menenangkan hatinya yang berduka. "A-aku ... aku sedang dalam perjalanan untuk menyusul Galina karena ia tak bisa kuhubungi. Aku ... ingin memastikan jika Utara memang layak dihuni. Aku ... aku berencana membawanya kemari bersama anggota Red Skull yang masih bertahan, tapi ... hiks, Galina," ucapnya sedih sampai terbata. Tak ada yang bisa memberikan nasehat atau ucapan meneduhkan hati. Marco memeluk Maksim yang terlihat begitu kehilangan sang isteri. Marco melirik Pinky dan wanita itu mengajak Zeni untuk memanggil anggota lainnya. Marco menemani Maksim bersama Irina yang masih berada di lobi hotel. Sedang anggota lainnya, kembali menyusuri bangunan untuk mencari tempat bernaung selama di hotel yang ditinggalkan tersebut. Akhirnya, tangis Maksim reda setelah ia puas melu
Saat Irina tampak gugup karena ditatap tajam oleh kekasihnya—Marco—dan dicurigai oleh Maksim, tiba-tiba terdengar suara mesin gemuruh rendah dari kejauhan. Maksim, Irina dan Marco yang berada di atap gedung langsung menoleh ke asal suara. Mata mereka menyipit saat mendapati dua buah helikopter mendekat dengan sorot lampu menyilaukan menunjukkan posisi mereka di malam gelap. "Itu mereka! Itu pasti Sakura dan timnya!" seru Maksim gembira. Praktis, Marco dan Irina langsung berdiri ikut bahagia. Namun, mereka melihat cahaya berkedip dari dermaga tempat kapal dijaga oleh Chen dan Amy. Kapal mereka menjauh dari dermaga seraya terus menyuarakan klakson kapal. Irina melebarkan mata saat hidung Marco bergerak seperti mengendus. "Monster!" seru Marco lantang menunjuk ke bagian bawah bangunan. Mata Irina dan Maksim terbelalak lebar ketika melihat di jalanan, segerombolan manusia buas itu berlari ke arah mereka. Marco yakin, para monster itu pasti tertarik karena suara dan pergerakan helikopt