Jangan lupa votenya ya. Lele padamu. Semoga gak ada tipo yg meresahkan. Kwkw amin
Anak-anak yang dikumpulkan di lobi, mendapat sambutan hangat dari anggota Red Skull dan Irina. Sakura sangat berterima kasih meski ia sedih setelah mengetahui jika Galina telah berpulang. Sakura berjanji akan mengunjungi makan Galina bersama Maksim nantinya. Malam itu, anak-anak diberikan kamar untuk mereka tinggal selama di tempat tersebut. Terlihat, anak-anak senang karena fasilitas dari hotel memberikan kenyamanan dan ada banyak orang dewasa di sekitar yang akan melindungi mereka. Namun, Irina malah mengurung diri di kamarnya tak ikut menyambut seperti yang lain. Gadis itu terlihat takut setelah mengetahui jika Sakura mengenal orang-orang yang telah tewas dari pihak 13 Demon Heads saat disebutkan oleh anggota Red Skull. CEKLEK! "Hem, pasti dia lelah," ucap Marco ketika kembali ke kamar dan mendapati Irina sudah tertidur di ranjang. Marco segera melucuti pakaiannya lalu membersihkan diri di kamar mandi yang berada dalam satu ruangan, meski terpisah dinding dengan ruang tidur. Tu
Ternyata, Irina sungguh tak keluar kamar usai Sakura menginterogasinya. Kecurigaan Sakura dan Maksim semakin menguat karena gadis cantik itu mengurung dirinya di kamar hingga makan siang tiba. Marco dan timnya yang telah selesai mengamankan gedung dengan darah monster hasil kerja keras Maksim, segera masuk ke dalam hotel untuk menikmati makan siang yang telah dipersiapkan oleh para anggota Red Skull. Anak-anak membantu dengan membersihkan ruangan di hotel yang sering digunakan agar tetap rapi dan bersih. Keharmonisan terasa di dalam bangunan bertingkat yang kini dihuni oleh para manusia yang berhasil bertahan dari wabah monster. Para pria masuk ke kamar masing-masing untuk membersihkan diri sebelum berkumpul di ruang makan. Namun, saat Marco akan masuk ke kamar, ia terkejut karena pintu itu dikunci dari dalam. Marco mencoba mengetuk pintu berulang kali, tapi Irina tak kunjung membuka pintu kamar tersebut. Marco mulai panik karena tak ada tanggapan dari dalam kamarnya. "Irina! Irin
Helikopter Marco terbang menuju ke bandara Seward karena kehabisan bahan bakar. Semua anggota Marco bersiap jikalau ada monster yang datang menyerang seperti kejadian beberapa hari yang lalu. Marco mencari titik pendaratan dekat lokasi bahan bakar. Semua anggota menyiapkan Rainbow Gas tanpa bom untuk melumpuhkan para monster karena mereka harus hemat amunisi. Perlahan, helikopter mendarat dekat sebuah hanggar. Hugo, Fabio dan Chen bersiap jikalau melihat monster mendekati kendaraan terbang mereka. Namun, sampai helikopter itu mendarat sempurna dan mesin dimatikan, tak ada satupun monster terlihat. "Cepat! Cepat!" pinta Lucas selaku co-pilot seraya keluar dari helikopter lalu mengambil dua derigen cadangan di dekat dudukan tempat tiga kawannya duduk. Marco segera keluar dan menggunakan indera penciumannya untuk memeriksa sekitar. Marco memberikan kode kepada kawan-kawannya jika tempat itu aman tak tercium keberadaan monster. Hugo memimpin di depan menuju ke tempat tong-tong bahan ba
Lazo dan Safa menatap pria bermanik biru di depannya dengan saksama. "Kenapa mereka bisa bangun? Apakah tabung rusak?" tanya Safa menduga, dan semua orang selain pasturi itu mengangguk. "Lalu ... di mana kedua orang tuamu?" tanya seorang pria yang dulunya adalah salah satu pion dari kelompok mafia lain. "Akan kuceritakan sembari kalian bersiap. Ayo," ajak Yusuke. Safa dan Lazo mengangguk pelan. Polo disalami oleh dua orang yang baru saja bangkit itu. Polo tampak sungkan, tapi bisa merasakan jika dua orang itu cukup tangguh karena terlihat dari cara bersikap. "Asal kalian tahu, Lazo seorang pekerja kantoran sebuah perusahaan ternama di Jerman . Namun, itu hanya kedok saja. Ia dan isterinya adalah seorang petarung. Bahkan, saat sudah memilih menjadi warga sipil, keduanya melanjutkan profesi itu," bisik Lucy. "Petarung seperti apa?" tanya Bruno ikut penasaran. "Petarung bayaran. Mereka tak bisa meninggalkan profesi sebagai mafia seutuhnya. Dulunya, Benjamin Lazo dikenal dengan nama
New York tahun 2070.Gemuruh rendah yang dihasilkan mesin besar bergema dalam gelapnya malam. Dengan berbekal cahaya bulan sebagai penerangnya, terlihat samar sebuah helikopter melintasi langit malam.Di dalam helikopter, sejumlah orang memasang wajah tegang, mengkhawatirkan suasana mencekam yang dihasilkan suara guntur yang mulai terdengar. Awan mendung yang menutupi sinar bulan, menandakan badai akan segera datang.Mendadak, kilatan petir terlihat, dan hal tersebut diikuti dengan guncangan hebat helikopter."Marco! Visual!" teriak seorang lelaki dengan manik biru lautan yang berdiri tegap di pintu palka helikopter tipe kargo tersebut."Negatif, Polo! Tak ada kehidupan!" jawab seorang pria lain dari bangku kemudi helikopter bernama Marco. Mata merahnya yang fokus pada pemandangan di depannya dan tak menyadari bahwa co-pilotnya terlihat begitu tegang.Pria benama Polo tersebut berdecak. Matanya menyipit saat merasakan udara
"Iriana Tolya." Praktis, mata semua orang melebar saat gadis yang mereka selamatkan menyebutkan namanya. Polo mendekati gadis itu dan menarik pergelangan tangannya. Gadis itu terdiam ketika jaket hitamnya yang robek dari bagian lengan sebelah kiri di lihat oleh pria bermanik biru tersebut. "Agh!" rintihnya ketika Polo menyayat lengannya yang putih dengan sebuah pisau hingga darahnya menetes. Gadis itu membungkam mulutnya dengan air mata menetes begitu saja. Polo melihat darah gadis itu menyeruak, tapi warnanya merah kehijauan. Mata semua orang yang melihat terbelalak lebar. "Cerita itu benar. Ada seorang gadis yang bisa mengendalikan pengaruh serum 'Monster' dalam tubuhnya. Itu bukan mitos, Polo. Itu kisah nyata!" tegas seorang pria berambut pirang menatap Polo tajam. Polo menghisap darah yang menyeruak itu dengan mulutnya. Semua orang tertegun, tapi seketika, Polo meludah dan mengelap mulutnya dengan kain di lengan baju tempurnya.
Irina tertidur selama proses pemindahan para monster tersebut ke dalam helikopter. Namun, sosok Irina menarik perhatian Marco. Pria bermanik merah tersebut mendekati gadis berambut cokelat ikal, memiliki bulu mata lentik melengkung senada dengan alisnya dan parasnya menunjukkan keramahan bahkan saat memejamkan mata. Pandangan semua pria yang duduk di bangku kini terkunci pada gerak-gerik tak lazim dari saudara kembar Polo. "Dasar psikopat! Hentikan perilaku menjijikkanmu itu!" tegas Polo dari tempat duduknya dengan mata melotot. "Iyuh," ucap seorang pria sampai memejamkan mata karena Marco malah menjilat hidung mancung gadis itu hingga ia terbangun dari tidurnya. "Hah!" kejutnya saat melihat wajah Marco membungkuk di depannya dan mengunci kedua pergelangan tangannya seraya menekannya ke dinding helikopter. Marco menyeringai dan kembali menjulurkan lidah. Para pria memalingkan wajah begitupula Irina yang membungkam mulutnya saat Marco m
Semua penumpang dalam helikopter panik seketika. Lima lelaki yang terindikasi terkena serum monster kembali mengamuk dan meraung di dalam kantong mayat."Shoot them!" teriak Polo sembari melepaskan seat belt yang menahan perutnya."No! No! No!"DOR! DOR! DOR! DOR! DOR!Mata Irina terpejam seketika. Ia mengepalkan kedua tangan di depan wajahnya terlihat menahan marah. Namun, gerak-geriknya yang mencurigakan itu, membuat seluruh moncong senapan terarah ke tubuhnya.Akan tetapi, tangis kesedihan yang malah mereka dengar dari gadis cantik itu. Polo menatap Irina yang menangis terisak seperti menyayangkan perbuatan yang mereka lakukan."Hiks! Kalian ingin memusnahkan ras kita, ha? Sudah berapa banyak yang kalian bunuh? Sudah kubilang jika mereka bisa disembuhkan! Ini bukan wabah! 'Monster' tidak menular!" teriaknya dengan air mata sudah mengguyur deras wajah cantiknya seperti hujan lebat di luar."Jika h