Teknik tersebut akan sangat berguna jika sering dilakukan secara rutin. Seseorang bisa mengendalikan emosi dan ketenangan meski dalam situasi yang sulit dan mencekam sekali pun. Somers duduk dengan tenang di pinggiran sambil menikmati sesuatu yang berbeda darinya saat ini. “Alex, seharusnya aku melakukan ini sejak dulu. Sangat simpel tapi efek yang aku rasakan sungguh luar biasa.”“Kita akan mengulanginya beberapa kali. Semoga ke depannya Kakek lebih baik dari ini.”Alexander tahu seandainya kalau dia membahas kematian Sarah dan apalagi bilang bahwa Sarah mati diracuni, Somers pasti emosi parah dan bisa jadi membunuh pelaku tersebut. Oleh karena itu, sebelum hal itu terjadi, Somers harus bisa menguasai diri agar amarahnya tidak meledak sehingga tidak mengganggu kesehatannya. Alexander merasa sebenarnya hal ini tidaklah cukup. Lagi pula butuh waktu panjang untuk melewati setiap proses karena Somers bukanlah penjahat kemarin sore. Butuh proses panjang untuk bisa mengubah Somers menja
Somers belum bisa melepaskan ekspresi kegembiraan di wajahnya. “Aku tidak menyangka kau punya pemikiran sebrilian ini. Alex, kau seperti penolong yang turun dari langit.”Alexander tidak suka pujian dan sanjungan yang terlalu berlebihan. Dia menggeleng dan berkata, “Kakek tidak perlu bicara seperti itu. Aku cuma manusia biasa sama seperti kita semua. Anggap saja ini adalah pertolongan dari Tuhan untuk Kakek. Bersyukurlah.”Somers mengangguk senang. “Baiklah. Baiklah. Tentu aku pasti bersyukur pada Tuhan. Dan pasti berterima kasih pada mu.”Seharusnya sedari dulu Somers melakukannya sehingga dia mungkin tidak tersiksa seperti yang dia rasakan. Beruntung, dia dipertemukan dengan orang yang tepat dan peduli padanya. “Aku tidak tahu kau belajar dari mana, tapi yang pasti kau sangat berarti di mataku, Alex. Kau memang layak jadi cucu menantu ku. Belum sembuh saja aku sudah senang minta ampun, bagaimana nanti kalau aku bisa sembuh?”Alexander cuma bisa tersenyum tipis dan nyaris tertawa.
Malam harinya Alexander memberikan ramuan obat lagi dan pijatan pada Somers. Namun, Alexander tidak mungkin setiap hari dan sepanjang waktu mengurusi Somers sebab dia punya kesibukan lain. Untuk itu dia sudah membuat ramuan obat sebanyak satu cerek penuh untuk persediaan selama tiga hari ke depan. Jadi Somers bisa mengkonsumsinya sendiri pada waktu-waktu tertentu. Somers merasa beruntung telah melewati hari pertama proses penyembuhan dengan baik dan lancar. Apa yang diberikan oleh Alexander jauh lebih cukup dari pada pelayanan dari dokter terbaik di negeri ini. *** Keesokan paginya. Sesuai dari arahan Somers, maka Alexander berangkat ke kediaman Pablo Callister. Begitu telah sampai di sana, dia disambut oleh istrinya dengan ekspresi yang tidak antusias sama sekali. Gabriella merupakan orang yang paling menginginkan perpisahan sementara ini, tapi karena mendapat desakan dari sang kakek agar menyuruh Alexander kembali ke rumah, Gabriella hanya bisa pasrah. “Masuklah,” ucapn
Alex menaikkan kedua alisnya terheran-heran. “Aku tidak terlibat apa pun dengan hal itu. Baiklah akan aku jelaskan.”Secara gamblang Alexander mengungkapkan bahwa ada perjanjian di antara Somers dan Pablo selama ini. “Kakek menyuruh ayah mu melobi pihak WR-Oil selama empat tahun supaya Kakek bisa menjadi pemilik saham mayoritas perusahaan tersebut. Ayah mu menyuruh kau bertemu dengan Tony, itu adalah rangkaian dari semua alur. Kau harus tahu, Gaby. Kenapa ayah mu habis kena siksa oleh Kakek? Karena ayah mu tidak bisa memenuhi janjinya.”“Dari mana kau tahu?”“Tentu saja dari kakek. Dia menceritakan semuanya padaku.”Gabriella baru tahu sekarang. Rupanya selama ini bukanlah ayahnya yang berkeinginan memiliki saham mayoritas WR-Oil, tapi kakeknya. Jadi selama empat tahun lamanya Pablo menjadi pesuruh Somers. Tidak lebih dari itu. Alexander melanjutkan, “Jadi aku tidak terlibat apa pun atas penderitaan Ayah. Semua terjadi murni karena urusan mereka berdua.”Gabriella sempat marah sama
“Kakek Somers yang menyuruhku untuk tinggal di sini,” jawab Alexander. “Bohong!” sergah Winnie buru-buru. “Kau pasti mengada-ada.”Winnie tidak tahu info. Somers memang hanya menghubungi Pablo dan Gabriella, menginformasikan agar Alexander tetap tinggal seperti biasa di rumah ini. Gabriella yang membalas, “Benar. Kakek Somers yang memerintah agar Alex tetap tinggal di rumah ini, rumah milik Kakek Somers.”Winnie langsung terbungkam sejuta bahasa. Sebelum Winnie buka mulut, Gabriella meneruskan kalimatnya, “Ibu tidak perlu bertanya lagi. Kalau masih tidak percaya, silakan tanyakan pada ayah sekarang. Intinya adalah Alex akan tetap tinggal bersama kita di rumah milik Kakek Somers ini.”Winnie semakin seperti patung. Matanya kosong. Artinya dia akan kembali satu atap dengan menantu menyusahkan ini. Oh, sungguh menyebalkan. Ketika tahu berita ini, dia semakin kegerahan melihat wajah Alexander dan ingin sekali membunuh Alexander dengan kedua tangannya sendiri karena saking geramnya.
Tidak menunggu waktu lama, Gavin segera meninggalkan kantor WR-Oil kemudian menuju kediaman Pablo. Begitu telah sampai, berapa terkejutnya dia saat mendapati Alexander memang berada di sana. Gavin tidak bisa membendung emosi lagi. Dua tanduk setan sudah terbit di atas kepalanya. Dia menudingkan kedua telunjuknya pas ke arah Alexander sambil membentak marah. “Bedebah sialan kau, Pecundang! Aku heran pada mu. Berani-beraninya kau menampakkan batang hidung mu lagi di sini.”Beruntung, kehadiran Gavin memang ditunggu-tunggu oleh Alexander. Bukankah dia mau balas dendam? Tanpa disuruh rupanya Gavin datang dengan sendirinya. Alexander membalas dengan sangat dingin, “Justru kau yang pecundang, Gavin. Kau gagal. Ya, kau gagal membantu ayah tirimu dalam melobi Tony Rockefeller. Jadi apa yang dapat kau banggakan sekarang? Kau adalah pecundang!”Gavin tertawa jahat sebelum berkata dengan angkuh. “Menantu menumpang seperti mu berani bicara demikian padaku? Apa kau tidak sadar diri? Hahaha.”Me
Meski kadang sering tidak waras, Winnie paham betul kalau seandainya putranya berkelahi dengan Alexander, sudah pasti Alexander yang unggul, menengok pada sejumlah peristiwa belakangan, seperti yang terjadi pada Martin Scott dan Neilson Callister. Jadi dia tidak mau putranya bakal jadi korban selanjutnya. “Hentikan, Gavin! Menjauh dari Alex!” jeritnya sambil berjalan tergopoh-gopoh. Tangan Gavin sudah berada dua puluh senti di hadapan wajah Alexander. Dia pikir, dia bakalan bisa menonjokkannya mungkin di pelipis. Tapi dia tidak tahu kalau refleks Alexander lebih cepat dari pada refleks ular dan bahkan kucing. Alexander bisa mengelak dari serangan yang bahkan sudah berada setengah senti dari tubuhnya. Dia sangat gesit dan luar biasa. Perlahan, Gavin menarik lagi kepalan tangannya sambil mundur dan berkata dingin, “Kau masih selamat, Pecundang! Kalau saja aku tidak berbakti pada orang tuaku, wajah mu pasti berdarah-darah. Untung saja. Kau harus bersyukur.” Setelah itu dia mengelua
Apa mungkin Pablo dan Winnie takut terhadap ultimatum dari Somers, di mana jika mereka berlaku buruk terhadap Alexander walau hanya sedikit saja, maka mereka bakal mendapatkan siksaan berat? Bisa jadi. Oleh karena itu, Winnie semampunya akan melayani Alexander dengan sepenuh hati agar tidak ada masalah lain di kemudian hari sehingga tidak ada hukuman apa pun yang mereka terima dari Somers. Oh, Gavin tidak tahan lagi. Dia menarik lengan ibunya dan menjauhkannya dari Alexander. “Hentikan, Ibu. Hentikan. Kenapa Ibu pakai minta maaf segala sama sampah ini? Apa salah Ibu dan Ayah selama ini? Sudahlah, tarik lagi perkataan Ibu barusan.”Gavin tidak ikhlas melihat ibunya menghinakan diri di hadapan menantu benalu ini. Kendati begitu, Winnie malah menepis genggaman tangan putranya. “Lepaskan, Gavin. Kau tidak mengerti apa pun.” Parahnya, Winnie justru menyuruh Gavin supaya juga turut meminta maaf. “Kau juga sering berbuat jahat terhadap Alex. Cepat minta maaf!”Terang saja Gavin menggelen