"Itu....""Katakan saja, katakan apa yang ada di dalam otakmu tentangku. Apakah menurutmu, aku adalah pria yang tidak punya perasaan?" desak Bara, semakin tidak sabar untuk mengetahui apa yang dipikirkan oleh Gina tentangnya.Gina tertunduk dalam, merasa bingung didesak jujur oleh Bara tapi jika ia jujur, ia khawatir, akan membuat Bara marah.Akan tetapi, apakah ia bisa untuk tidak menjawab? Sepertinya juga tidak akan bisa karena Bara pasti tidak akan memberikan kesempatan itu padanya. "Menurut saya, Tuan itu...."Kalimat Gina terhenti di kerongkongan seolah ada batu yang menyumbat mulutnya hingga ia tidak bisa mengatakan semuanya dengan lancar."Lanjutkan! Kenapa berhenti? Kau ingin membuat Raya dan Gavin menangis karena kau terlalu lama di sini?"Kembali Bara mendesak, dan hal ini membuat Gina semakin sulit untuk menguasai dirinya sendiri. "Kau tidak mau bicara juga, Gina?" Suara Bara membuyarkan lamunan Gina yang bergulat sendiri dengan perasaannya agar ia memiliki kekuatan untu
Pertanyaan Bara yang selanjutnya jadi membuat Gina semakin dalam terpaku di tempatnya.Jika ia menjawab dengan jujur pertanyaan itu, apakah akan mempengaruhi sikap Bara padanya nanti? Dan jika ia berbohong, apakah itu adalah jalan keluar yang baik?"Kau tidak mau menjawab, karena kau tidak suka urusan pribadimu diketahui oleh orang lain?"Suara Bara membuyarkan pergulatan batin Gina yang lagi-lagi terjadi setelah tadi ia sempat merasa lega karena sudah berhasil menjawab pertanyaan Bara dengan baik."Bukan seperti itu, Tuan.""Kalau begitu, kenapa tidak dijawab? Kau diceraikan atau minta cerai?"Bara mendesak, hingga Gina merasa terdesak. Pendapat Bara menyikapi perempuan yang diceraikan pasti buruk karena pria itu sendiri menceraikan Karina. Apakah jika ia jujur menjawab bahwa ia diceraikan, Bara juga akan menganggapnya buruk?'Gina. Kau sudah dianggap baik dalam bekerja, masalah kehidupan pribadimu buruk atau tidak, itu bukan masalah orang lain, kau tidak perlu takut untuk jujur, se
"Heem, baiklah. Jangan bersikap dingin pada perempuan yang sudah memberikanmu anak, Bara. Biar bagaimanapun, aku tetap ibu dari Gavin, kamu tidak bisa menyangkal hal itu."Karina mengingatkan sesuatu yang tidak boleh dilupakan oleh Bara, hingga Bara menghela napas mendengarnya."Apa yang kau mau?" tanyanya dengan nada yang masih datar. "Aku sudah mengatakannya, apakah aku perlu mengulang?""Aku akan meminta Gina membawa Gavin untukmu!""Tunggu!" Langkah Bara terhenti ketika Karina mencegahnya untuk beranjak setelah ia selesai mengatakan akan meminta Gina untuk membawa Gavin untuknya."Aku ingin ke kamar Gavin sendiri, memangnya tidak boleh?"Kembali Bara menghela napas. Sejujurnya ia tidak suka Karina masuk ke dalam kamar Gavin, hanya saja karena ia sadar, Karina adalah ibunya Gavin, mau tidak mau ia tidak bisa bersikap terlalu keras mencegah apa yang diinginkan oleh perempuan tersebut hingga akhirnya, Bara terpaksa mengizinkan meskipun setengah hati."Jangan membuat keonaran, Karin
Melihat perubahan wajah Gina, Karina mengutuk perempuan itu di dalam hati, sebab, ia sekarang yakin Gina pasti menyukai mantan suaminya tersebut.Hingga membuat Karina semakin kesal dengan Gina yang saat itu duduk menyamping karena menyusui Raya seolah tidak mau dadanya terlihat mata Karina."Wajahmu berubah, mendengar Bara memintaku untuk bertemu dengan Gavin, itu berarti dugaanku selama ini benar, kamu datang ke sini bukan hanya untuk bekerja, tapi juga ingin mengambil hati Bara, iya, kan?" ucap Karina tanpa peduli rengekan Gavin yang benar-benar terganggu dengan apa yang diucapkannya pada sang ibu susu penggantinya tersebut.Gina memperhatikan Gavin yang gelisah, dan ia sebenarnya khawatir anak Bara itu akan menangis lantaran Karina justru fokus mengomelinya tapi mengabaikan keadaan anaknya sendiri seperti itu.Namun, ia tidak bisa berbuat apapun untuk sekarang karena Raya sendiri masih asyik menyedot puting susunya lantaran anaknya itu merasa belum puas mendapatkan jatah itu sekar
"Apa kamu bilang? Gina lebih baik daripada aku? Lebih baik dari segi mana? Dia itu diceraikan suaminya! Lebih baik dari segi mana si Gina itu daripada aku?!"Tidak terima dikatakan lebih buruk dari pada Gina, Karina mengucapkan kalimat tersebut dengan nada meninggi di hadapan Bara. Ini membuat Gavin dan Raya terusik suara kerasnya hingga membuat kedua bayi itu menangis. Melihat hal itu, Bara murka. Ia segera meminta Karina untuk keluar dari kamar anaknya karena tidak suka kehadiran Karina membuat dua bayi di kamar itu menangis.Namun, Karina yang tidak suka dianggap buruk daripada Gina tidak mau keluar begitu saja dari kamar tersebut. Ia melangkahkan kakinya mendekati sang mantan suami dan berhenti tepat di hadapan suaminya itu dengan jarak yang begitu dekat. "Hanya karena dia menjadi ibu susu anak kita, kamu lupa kalau aku adalah ibunya Gavin? Kamu menyebut dia lebih baik daripada aku padahal dia hanya memanfaatkan kamu, Bara!"Ucapan yang dilontarkan oleh Karina terdengar jelas
Bara ingin membentak Santi lebih lanjut seperti biasanya jika ia sedang marah dengan orang yang bekerja dengannya. Akan tetapi, tiba-tiba saja kata-kata Gina terngiang di telinganya di mana, Gina mengatakan bahwa ia sebenarnya pria yang baik dan bukan pria yang tidak punya perasaan. Berpikir sampai di sana, Bara berusaha menahan diri untuk tidak membentak lebih lanjut Santi sampai ia harus mengepalkan telapak tangannya untuk menahan diri agar tidak melakukan hal itu."Kali ini kau kuberikan kesempatan, tapi jika terulang kembali, kau benar-benar tidak akan aku beri ampun, Santi!" ucapnya setelah itu berbalik meninggalkan Santi tanpa peduli perempuan itu masih bersimpuh seperti tadi di tempatnya.Santi membeku di tempatnya, sampai kemudian, Arin menemukannya dan berjongkok membantunya untuk bangkit. "Ada apa? Kamu kena marah Pak Bara?" tanyanya pada Santi karena tadi ia sempat melihat sosok Bara yang menghilang dari balik pintu ruang tengah.Santi mengangkat wajahnya dan menatap ke
Mendadak, Gina merasa sangat gugup ketika Bara menatapnya sedemikian rupa hingga ia merasa canggung dan sangat gelisah.Namun, hatinya berulang kali menyadarkan Gina bahwa ia tidak boleh terlalu banyak berharap lantaran ia dan Bara sangat sulit disejajarkan karena ia sadar dirinya siapa. Sebab itulah, Gina menegaskan pada dirinya sendiri, ia tidak mau berpikir macam-macam hanya ingin fokus pada tujuannya yaitu membuat kehidupan Raya terjamin sampai Raya besar dan menikah dengan pria pilihannya."Tentang apa yang dikatakan oleh Bu Karina yang bilang kalau saya mengabaikan Tuan Muda Gavin, dan hanya fokus pada Raya saja, itu tidak benar, Tuan karena -""Sudahlah, tidak perlu diteruskan!"Bara memotong penjelasan Gina lalu berbalik dan melangkah menuju pintu kamar Gavin dengan luapan rasa kecewanya yang memuncak.Hal yang sangat ditunggu Bara, bahwa Gina akan mengklarifikasi tentang apa yang dikatakan oleh Karina bahwa perempuan itu tidak mau menikah lagi lantaran terlalu mencintai mant
Perempuan paruh baya itu mengurungkan niatnya untuk keluar kamar mencari bantuan. Ia ingin memastikan lagi pendengarannya benar atau salah tentang Bara yang menyebut nama Gina seperti tadi."Tuan," panggil Bi Narsih dengan suara yang perlahan, khawatir Bara terkejut karena kelihatannya bos-nya itu belum terbangun dari tidurnya."Gina, tolong jangan pergi."Telapak tangan Bi Narsih menekap mulut ketika kali ini ia benar-benar mendengar Bara menyebut nama Gina, dan sekarang Bi Narsih mendengarnya dengan jelas!"Pak Bara memang mengigau menyebut nama Gina. Baiklah. Kalau begitu, aku panggil Gina saja untuk bisa merawat Pak Bara!"Setelah mengucapkan kalimat tersebut seraya memperbaiki selimut yang menutupi bagian tubuh Bara. Bi Narsih buru-buru keluar dari kamar dan segera mencapai kamar Gavin untuk menemui Gina. "Mbak, Gina!" panggil Bi Narsih ketika ia sudah membuka pintu kamar Gavin dan bergegas masuk. Gina yang sedang membenarkan posisi Gavin yang tertidur terkejut karena melihat B
Jika biasanya mendengar Bara dengan sisi arogannya seperti itu membuat Gina jadi seolah kehilangan cara untuk membujuk, kali ini Gina tidak seperti itu lagi. Selama masa pendekatan, sampai resmi menikah, Gina sudah banyak mempelajari sikap dan karakter Bara lalu mencoba mencari cara untuk menghadapi. Karena ia sudah menerima perasaan ayah Gavin tersebut, jadi penting bagi Gina untuk mempelajari sikap Bara, karena menikah tidak hanya untuk satu dua hari. Jika bisa selamanya, sebab itulah penyesuaian sikap penting untuk dilakukan menurut Gina hingga saat sekarang, ketika sisi arogan Bara kembali muncul, Gina tidak lagi seperti dahulu yang mati kutu tidak bisa berbuat apapun.Ia menatap wajah Bara seperti Bara melakukan hal itu padanya. Tatapan Gina lembut seolah ingin menenangkan Bara lewat sorot matanya.Kedua tangannya memegangi dua lengan kokoh Bara yang masih melingkar di pinggang rampingnya seolah tidak mau Gina lepas dari kuasanya."Kita sudah menikah. Insya Allah semua waktu k
Haris terlihat sangat tegang melihat aksi yang dilakukan oleh Karina. Ia menatap Bara yang saat itu hanya menatap sang mantan istri yang mengancamnya sedemikian rupa."Kau tidak melihat betapa hancur perasaan ibu dari anakmu, Pak Bara? Apakah kau terlalu egois memikirkan syahwat mu sendiri hingga tidak peduli ada yang akan mati jika kau melangsungkan pernikahan itu sekarang?" tanya Haris dan tatapan mata Bara beralih ke arahnya dengan sangat dingin."Syahwat? Kau mengira pernikahan itu hanya diisi dengan adegan ranjang saja? Sepertinya hal itu hanya pantas diberikan oleh pasangan yang berselingkuh Pak Haris, dan aku tidak termasuk. Aku tidak pernah selingkuh, istilah mu tadi kurasa hanya cocok untuk mu dan Karina saja!"Setelah bicara seperti itu pada Haris, Bara berbalik dan ingin beranjak meninggalkan Karina dan juga Haris yang masih ditahan oleh para penjaganya untuk masuk ke dalam masjid.Namun, Karina berteriak ketika Bara tidak terpancing sedikitpun dengan ancaman yang diucapka
Meskipun tahu niat Bara yang ikut dengannya untuk membicarakan tentang keinginan pria itu yang ingin melamarnya, tetap saja Gina merasa berdebar ketika mendengar Bara mengucapkan kalimat tersebut pada kedua orang tuanya. Seperti seorang gadis yang baru pertama kali dilamar, padahal ini bukan yang pertama bagi Gina."Saya tahu, mungkin bagi Bapak dan Ibu akan terkejut atau mengira saya terkesan terburu-buru, tapi saya yakin dengan apa yang saya katakan, saya mencintai putri Bapak dan Ibu dan ingin hidup selamanya dengan dia."Melihat keraguan terpancar di mata ibu dan ayah Gina ketika mendengar apa yang dikatakannya, Bara melanjutkan ucapannya, ini cukup membuat ibu Gina tersenyum mendengarnya."Kalian sudah dewasa, sama-sama pernah gagal dalam pernikahan, Ibu yakin itu bisa kalian jadikan pelajaran. Kalau kamu memang serius dengan Gina, tolong jangan sakiti Gina, asalkan Gina suka dan ikhlas, kami sebagai orang tua hanya bisa memberikan restu."Mendengar apa yang diucapkan oleh ibunya
Ucapan vulgar yang dikatakan oleh Karina tidak mempengaruhi Bara. Pria itu tetap terlihat tenang meskipun sebenarnya ia muak mendengar ucapan tersebut dilontarkan oleh Karina."Keluar!" katanya dan Karina melotot mendengar perintah Bara. Bukannya menanggapi apa yang dikatakannya, Bara justru mengusirnya demikian."Kamu tidak bisa menjawab pertanyaan aku tadi? Artinya, kamu memang mengakui aku hebat saat memuaskan kamu, kan?" Karina tidak pantang menyerah, tetap berusaha untuk membuat keyakinan Bara yang memilih Gina goyah dengan cara mengatakan semua kelebihannya pada laki-laki yang pernah memberinya satu anak tersebut.Bara mengarahkan pandangannya pada Karina, dari sorot matanya, Karina tahu saat ini Bara sepertinya marah. Tapi ia tidak peduli. Membayangkan Bara dengan Gina, Karina benar-benar tidak terima. Bagaimana mungkin mantan suaminya memilih perempuan yang bekerja dengan mantan suaminya tersebut.Harga diri Karina seperti tercabik."Aku puas denganmu, tapi puas di atas ran
"Saya, maksud saya-""Baiklah. Setelah aku menyelesaikan pekerjaan di kantor, bawa aku ke kampung halamanmu, pertemukan aku dengan orang tuamu!"Bara tidak peduli dengan ekspresi gugup Gina, ia mengucapkan kalimat itu sambil melangkah semakin mendekati posisi Gina berdiri hingga jantung Gina kembali berdetak kencang sebab sekarang jarak mereka sudah dekat kembali.Apalagi kalimat yang diucapkan oleh Bara tadi, benar-benar membuat ia tidak menyangka, pria itu baru saja mengungkapkan perasaan, sekarang sudah ingin menemui orang tuanya."Tuan, tolong berikan saya waktu.""Aku tidak bisa menunggu terlalu lama, Gina. Apalagi kamu ingin merahasiakan hubungan kita, aku tidak mau!""Saya tahu. Masalahnya, orang tua saya tidak tahu apa yang terjadi pada saya di sini, mereka mengira pernikahan saya baik-baik saja dengan Haris, saya harus menjelaskan dulu pada mereka, dan-""Kamu jelaskan pada mereka dan bawa aku ke hadapan mereka, beres, kan?"Jemari tangan Gina mencengkram erat kembali ujung p
Ini membuat Gina mencengkram erat ujung pakaiannya agar ia tidak terlihat memalukan karena kondisi mereka yang sekarang benar-benar tidak aman untuk jantung dan hatinya."Tuan, bolehkah saya melihat Tuan Muda Gavin? Saya khawatir dia-""Kamu tidak boleh pergi sebelum menjelaskan semua yang ada di hatimu padaku, Gavin mengalah dulu, selama ini juga aku terus mengalah untuk dia!"Bara memotong perkataan Gina sambil mencengkram tangan Gina yang ingin mendorong tubuhnya tadi agar wanita itu bisa beranjak meninggalkannya.Gina menggigit bibir, dan Bara melihat hal itu hingga tanpa sadar pria itu menelan salivanya dengan kasar. "Saya merasa tidak yakin Tuan suka dengan saya, karena saya tidak seperti Bu Karina dari segi apapun terutama pada tubuh."'Pembicaraan seperti apa ini? Kenapa rasanya sangat tidak bermanfaat?'Ucapan Gina dilanjutkan perempuan itu dengan keluhan di dalam hati kembali karena Gina sekarang frustasi dengan situasi yang dialaminya."Dengan kata lain kamu tidak percaya
"Tuan. Saya minta maaf. Mungkin saya membuat Tuan kecewa, tapi saya tidak pernah memutuskan sesuatu tanpa berpikir panjang terlebih dahulu, saya memilih Tuan bukan karena terdesak oleh mantan suami saya, tapi karena memang saya menyukai, Tuan...."Dengan penuh perasaan malu yang menyeruak. Gina bicara demikian hingga membuat hati Bara sebenarnya berbunga mendengarnya, namun karena ia memiliki gengsi yang cukup tinggi, ia bertahan dengan sikapnya yang sekarang."Apa buktinya?" tanyanya tanpa menatap Gina lantaran tidak mau Gina melihat wajah berserinya mendengar pengakuan dari Gina tadi.Untuk sesaat, Gina bingung diminta bukti segala oleh Bara. Bukti seperti apa yang diminta oleh laki-laki itu? Sentuhan fisik seperti berciuman, kah? Ada pertanyaan seperti itu di otak Gina hingga sekarang ia jadi gelisah seperti sedang menantikan putusan hakim karena ia terdakwa."Bukti? Maksudnya?"Gina bertanya seperti orang bodoh, dan itu membuat Bara jadi semakin gemas karena Gina benar-benar seper
Sekarang, mereka berdua sudah ada di ruangan kerja Bara dan Bara sudah menutup pintu ruangan itu lalu menguncinya membuat Gina semakin gugup, apa yang sebenarnya akan dilakukan oleh Bara sampai pria itu melakukan hal itu padanya.Gina mundur ketika posisi mereka terlalu dekat, dan setiap kali Gina mundur, Bara maju seolah-olah tidak membiarkan jarak antara dirinya dengan Gina menjadi jauh. 'Bagaimana ini? Kalau seperti ini terus, aku bisa-bisa terlihat gugup oleh Pak Bara, aku tidak mau dia tahu jantungku sekarang tidak bisa dikontrol detaknya....'Gina mengeluh di dalam hati, merasa tidak bisa berdua dengan Bara terus menerus seperti sekarang di ruangan itu. Namun, apa yang akan ia lakukan untuk bisa melarikan diri? Bara saja seperti tidak memberikan celah untuknya melakukan hal itu."Kamu belum memberikan jawaban atas apa yang aku katakan tempo hari, Gina, aku bukan tipe orang yang suka terlalu lama menunggu tanpa kepastian."Suara Bara terdengar dan Gina semakin menunduk karena ia
"Baiklah. Aku berikan waktu, aku akan menunggu tapi aku tidak bisa menunggu lama, Gina."Bara mengabulkan keinginan Gina yang meminta diberikan waktu untuk berpikir. Membuat Gina menarik napas lega dan ia mengawasi Bara yang menggendong Gavin untuk beberapa saat lamanya sebelum akhirnya laki-laki itu keluar kamar setelah mengingatkan Gina untuk tidak terlalu lelah.Sepeninggal Bara, Gina tetap berusaha untuk menenangkan dirinya yang tadi tidak karuan karena ungkapan perasaan Bara untuknya.Debaran itu masih terasa meskipun Bara tidak ada lagi di kamar itu. Wajahnya pun masih merona dengan hati yang berbunga-bunga bercampur perasaan tidak percaya, apakah benar Bara mengatakan hal seperti itu padanya?Gina sebenarnya ingin mengiyakan saja tentang tawaran perasaan sang bos padanya. Namun, perkara bra milik Karina saja masih mengganjal di otaknya hingga ini membuat Gina menjadi ragu."Aku juga menyukai Pak Bara. Tapi, aku khawatir semua ini hanya sesuatu yang tidak nyata. Pak Bara hanya m