"Tentu saja aku siap, Tuan Bradley,” balasku dengan percaya diri.
Di tengah keceriaan aku dan Marquess Bradley, ekspresi wajah Karl dan Steein terlihat tidak terlalu baik.
“Apakah kamu benar-benar baik-baik saja, Lissa?” tanya Karl dengan kerutan dahi di wajahnya yang biasa ia tunjukkan jika ia merasa gelisah dan khawatir.
“Tentu saja aku baik-baik saja, Karl. Jangan khawatir,” balasku.
“Ya, ampun Tuan Duke Kesar, kendalikan dirimu. Sekalipun kamu menyukai Nyonya Anette, tidak seharusnya kamu khawatir berlebihan dan menunjukkan sisi lemahmu di saat-saat yang penting seperti ini,” cetus Marquess Bradley yang bermaksud menggoda putranya itu.
Wajah Karl spontan memerah karena ucapan terus terang itu, sementara aku hanya tertunduk malu.
“Duduklah, Lissa,” ucap Steein sambil menarik kursi di sebelahnya.
Aku baru tersadar kalau dari tadi aku dengan tidak sopan berbicara panjang lebar sam
“Ahh, Halo ... Ternyata semuanya sudah ada di sini,” ucap Rissa sambil menyelipkan rambut di balik daun telinganya.Aku hampir saja tertawa karena melihat sikap manis dan nada bicara Rissa yang ramah itu. Padahal jelas sekali tadi mata Rissa sempat berkerut begitu ia melihat sosok diriku di ruangan rapat ini.“Aku ada mendengar kabar bahwa kalian sedang membicarakan sesuatu yang penting. Apakah boleh, aku yang bukan bangsawan, ikut dalam rapat ini? Karena aku merasa bahwa topik rapat kali ini berkaitan denganku,” lanjut Lissa.“Jelas boleh, Saintess. Jika Saintess tidak sibuk, kami sangat senang jika Saintess ikut dalam rapat,” ucap para bangsawan itu secara bersusulan.Lissa kemudian duduk di bangku kosong yang ditarik oleh slah satu bangsawan. Setelah ia duduk, ia melihat ke arahku sehingga tatapan kami bertemu. Sepertinya Rissa ingin menunjukkan bahwa ia adalah orang yang sangat dihargai dan mendapat perlakuan spesia
"Apakah sebegitu bencinya kamu karena telah ditarik ke dunia ini, sehingga kamu jadi mengatakan semua itu?” tanya Raja Edgar yang saat ini masih duduk tenang di tempat duduknya.Sepertinya yang dimaksud Raja Edgar ialah ketika tadi aku mengatakan bahwa ‘di masa depan tidak akan ada lagi Saintess yang dipanggil dari dunia asing dan melakukan tes serta latihan yang rumit'. Ya, sejujurnya aku mengatakan itu karena dendam pribadi, karena aku sendiri sudah melewati semua proses yang menyebalkan itu.Jadi, aku menjawab Raja Edgar dengan jujur. “Benar, Yang Mulia.”“Apakah itu juga yang membuatmu kesal sehingga kamu memberikanku obat tidur semalam?” tanya Raja Edgar lagi.Aku Cuma mengalihkan pandanganku karena menolak untuk menjawab.“Kamu benar-benar pintar, Lissa. Jadi, sejak awal kamu sudah merencanakan itu semua dan membuat persyaratan dalam satu permintaanku?” ucap Raja Edgar dengan jengkel.Jel
Gedung yang megah, cahaya keemasan dan warna gedung yang terang. Pohon yang asri di sekitarnya, dan beberapa orang yang memakai jubah. Putih berjalan ke sana ke sini di sekitar gedung itu.“Ini adalah kuil?” tanyaku karena merasa bahwa tempat itu begitu bersih dan suci.“Kamu benar,” jawab Rissa. Kemudian, Riss melangkah masuk ke dalam kuil, dan aku mengikutinya dari belakang.“Salam kepada Saintess!” seru orang-orang setiap kali Rissa berpapasan dengan mereka. Seperti sudah terbiasa mendapatkan salam seperti itu, Rissa hanya tersenyum sambil mengangguk seolah-olah mengartikan bahwa ia sudah menerima salam dari mereka.Rasanya agak aneh melihat mereka. Mereka seperti sedang menyembah dewa-dewi yang tidak terlihat. Dan masalahnya sekarang, dewi yang mereka anggap itu adalah manusia biasa yang punya banyak dosa, Rissa.“Lagi pula, ketika Rissa menjadi Saintess, itu sudah cukup aneh rasanya,” batinku lag
Aku menatap patung dewi itu lekat-lekat.“Apakah sekarang aku dipengaruhi juga? Apakah sekarang aku seolah-olah punya kepercayaan dan menjadi pengikut setia Dewi?” batinku bingung.Aku kembali mengingat kilasan ketika aku berpikiran buruk tentang Rissa. Jadi, aku kembali berpikir dalam hati. “Apakah Dewi marah karena aku sering meremehkan dan mengutuk Saintess yang merupakan orang suci yang mereka sembah? Aku bahkan juga mengutuknya ketika aku berdiri di depan patung ini. Apakah mungkin setelah ini aku jadi akan mendapat musibah?”Mataku melihat dengan saksama bagaimana penampilan patung dewi itu dari atas ke bawah. “Penampilan Dewi ini terlihat tidak asing. Apakah ini adalah perawakan Saintess di masa lalu? Apakah aku mungkin pernah melihatnya di suatu tempat di duniaku? Atau, Saintess itu sebelumnya adalah seorang artis yang terkenal, sehingga aku jadi pernah melihatnya?”Setelah beberapa saat, aku mengedip-ngedipkan
“Monster mengamuk.”Itu adalah kata awal yang diucapkan Raja Edgar untuk memulai rapat.“Apa??!” batinku berteriak.Aku dan Rissa menoleh di saat yang sama karena kami baru saja mengetahui tentang fakta ini. Sementara itu, melihat para bangsawan yang hanya gelisah, dan tidak terkejut menunjukkan kalau mereka sudah lebih dulu mengetahui ini.“Tadi, ada laporan dari masyarakat dari daerah utara kalau monster menyerang pemukiman warga. Untungnya tidak ada yang meninggal. Namun, ada banyak warga yang luka,” lanjut Raja Edgar.“Apa? Monster mengamuk, bahkan sampai menyerang warga? Ini aneh ... Tidak ada catatan sejarah yang pernah mencatat bahwa monster menyerang penduduk. Dalam segala waktu, kenapa harus sekarang? Tidak ada hal yang bisa menjadi faktor mereka mengamuk. Kami bahkan tidak ada mengganggu mereka atau menyerang habitatnya selama aku ada di sini, dan itu artinya sudah berlangsung selama beberapa bula
Ketika aku memfokuskan diriku, dan membuka telinga, akhirnya aku bisa mendengar apa yang sedang mereka bisikkan.“Jadi, Nyonya itu telah menggoda Yang Mulia?”“Benar, gila sekali, ‘kan? Padahal sudah ada pembicaraan mengenai pernikahan Yang Mulia dengan Lady Saintess, tapi bisa-bisanya ia melakukan hal itu.”“Apakah mungkin, agar ia tidak keluar dari Istana? Yang Mulia ‘kan memberikannya kamar dan mengizinkkannya tinggal di kamar ini. Ia pasti takut jika suatu saat diusir jika Lady Saintess menjadi Ratu.”“Atau ... Apa mungkin ... Nyonya itu menyukai Yang Mulia?”“Pfftt ... Khok, khok, khok!” Aku mengeluarkan suara yang keras karena terbatuk. Sebenarnya, aku terbatuk karena salah menelan air liurku sendiri. Kalimat-kalimat mereka di awal memang membuatku marah. Akan tetapi, kalimat terakhir mereka telah berhasil membuatku tersedak.Setelah aku terbatuk, mereka sepertinya
"Kamu!” bentak Raja Edgar padaku, sementara aku hanya menutup mataku karena terkejut akan bentakan Raja Edgar.Seharusnya kamu membiarkan aku memukul wajah kakek tua itu satu kali!”Aku mengedip-ngedipkan mataku karena tidak tahu kenapa sekarang Raja Edgar malah melampiaskan amarahnya padaku. Pria tua yang dimaksud Raja Edgar itu pastilah memaksudkan Raja Dertaros.“Masalahnya sudah selesai, Yang Mulia. Kita tidak perlu membahas masalah yang sepele yang seperti itu. Lagi pula, itu sudah berlalu,” balasku untuk memaksudkan agar Raja Edgar tidak marah-marah seperti itu lagi.Akan tetapi, bukannya mereda, kemarahan Raja Edgar semakin menjadi. “Kamu bilang apa? Sudah berlalu? Masalah sepele? Pria tua itu memandang dan membicarakan tubuhmu dan kamu bilang semua sudah berlalu?!!”Jantungku berdegup kencang, aku merasa sangat takut karena Raja Edgar menjadi terlihat menyeramkan. Aku bahkan tidak bisa mengatur pern
"Astaga, Ivan. Apakah karena ada para bangsawan lainnya di sini? Kenapa kamu bersikap terlalu formal?” batinku karena Ivan memanggilku dengan sapaan Nyonya dan berbicara dengan menundukkan kepalanya sedikit.“Ya, memangnya kenapa?” balasku untuk merespon pertanyaan Ivan yang sebelumnya.“Ada cara untuk mengubah warna rambut, Nyonya. Itu adalah dengan menggunakan sihir,” jawab Ivan.“Benarkah? Baiklah, terima kasih banyak Ivan, aku akan menemui Steein dulu,” ucapku sambil melangkahkan kakiku dengan terburu-buru untuk mencari Steein.Saat itu, aku menemukan Steein sedang berada di luar gerbang istana dan sedang berbicara dengan Rissa. Memang, itu adalah pemandangan yang aneh, tetapi tidak mustahil juga.“Apakah mungkin Steein sedang mengucapkan terima kasih karena Rissa telah menyembuhkannya?” batinku ketika menerka-nerka topik pembicaraan mereka.Aku melangkah dengan lambat menuju tempat S