Share

RESTLESS

"Ashton! Kemarilah, Nak." panggil Erin saat pintu depan rumahnya berderit disusul suara langkah kaki.

Ash segera menegakkan tubuhnya setelah berhasil menutup rapat pintu –dihampirinya Erin dengan langkah panjangnya. "Maaf, Bu. Aku lupa kalau hari ini kita punya acara makan malam bersama." jelasnya.

Erin segera memeluk putranya sambil lalu mengucap selamat disertai serangkaian doa dan harapannya pada sang sulung.

Ash bergeming. Ia mengeratkan pelukannya pada Erin.

"Aku hampir membuat keributan, bu." lirih Ash.

"Apa kau membuat keributan di Mitchell Hills, Ash?" Erin penasaran.

Di sepersekian detik berikutnya Ash melepaskan pelukannya, –menatap ke dalam netra sendu milik Erin.

Alih-alih menjawab, Ash balik bertanya, "Bagaimana ibu bisa tahu?"

Erin mengusap lembut puncak kepala Ash seraya mengulas senyum saat netranya bertemu dengan manik legam milik Ash. "Jawab saja, sayang. Aku hanya butuh jawaban."

"Seorang purebloods berhasil mengubah Archie menjadi seorang hybrid. Dan di dalam rumah itu ada tiga orang purebloods. Aku kira purebloods yang ada di dalam rumah itu adalah pelakunya." jelas Ash dengan kepala tertunduk.

"Apa kau bilang, Ash?! Hybrid?! Archie menjadi seorang hybrid?!" cecar Erin; ia hampir memekik saking terkejutnya mendengar semua penjelasan Ash.

Ash memberikan anggukkan kecil sebagai jawaban. Mengiyakan semua pertanyaan Erin.

Dari lantai dua, terdengar suara langkah kaki saling bersahutan menuju ke tempat mereka berada. Gabe menghambur menghampiri Erin lalu menatapnya dengan khawatir.

"Ash! Kau menakuti ibu?!" Gabe meninggikan suaranya saat netranya bertemu dengan milik Ash.

Ash berdecak. Kesal. Ia melipat kedua tangannya seraya melemparkan tatapan nyalangnya pada sang adik.

"Apa kau sadar dengan pertanyaanmu, Gabe?" tantang Ash.

"Boys, stop it!" Erin segera menengahi sebelum kedua anak laki-lakinya itu mulai berdebat.

Gabe mendengus. Entah mengapa ia jadi ikut-ikutan kesal. Di detik berikutnya ia menghela napas gusarnya –meredam kekesalannya –berusaha bersikap tenang.

"Aku mendengar ibu menyebut-nyebut soal Archie dan hybrid!" seru Gabe to the point.

Ash mengusap kasar wajahnya. Ia berniat menyembunyikan hal itu dari Gabe, namun terlambat. Secara tidak langsung Gabe sudah mendengar inti percakapan antara dirinya dan Erin.

Mau tidak mau, Ash harus menceritakan semuanya pada Gabe demi meminimalisir kesalah pahaman. "Okay. Akan ku ceritakan." pasrah Ash.

Dengan dagunya ia memberi isyarat pada Gabe untuk duduk di sofa.

Setelah semua orang menyamankan diri masing-masing, Ash pun angkat bicara,

"Archie yang kita kenal sekarang... Adalah seorang hybrid." lirihnya.

Ia menaikkan pandangannya, menatap Erin dan Gabe bergantian. "Iris matanya kuning menyala saat ia berubah." jelasnya. "Wujudnya masih persis seperti kita..." Ash kembali mengambil jeda; seluruh atensinya tertuju pada Gabe yang berhadapan dengannya.

"Saat berubah, tubuhnya tak mengeluarkan aroma hangat." sambungnya lagi.

"Pergerakannya juga tidak dapat diprediksi, 'kan? Seperti seorang vampire." timpal Gabe; seolah meminta pembenaran atas apa yang ia pikirkan saat itu.

Ash mengangguk. Mengiyakan pertanyaan Gabe.

Gabe tersenyum sembari memiringkan kepalanya saat manik legam mereka bertemu, seolah ingin menyampaikan sesuatu. Namun Erin tiba-tiba melingkarkan tangan kirinya di leher Gabe.

Gabe terlonjak kaget. "A-ada apa, bu?! Bikin kaget saja." protesnya sedikit terbata.

"Jawab aku, Gabe! Apa kau pernah menginjakkan kakimu ke tanah Eastwood atau Dark Forest?" tanya Erin to the point.

Gabe mengangguk. "Keduanya, bu. Aku pernah menginjakkan kakiku di dua lokasi itu." jawab Gabe  tenang.

Erin mendesah pasrah. "Baiklah. Katakan padaku! Mengapa kau pergi kesana? Padahal semua tetua sudah melarangmu untuk menginjakkan kedua kakimu di dua tempat itu," cecar Erin setelah melepaskan cengkramannya pada Gabe.

Gabe membenarkan posisi duduknya, seraya menatap Ash dan Erin bergantian. Keduanya terlihat khawatir.

Bagaimana tidak? Eastwood dan Dark Forest adalah dua tempat rawan yang masuk kedalam daftar tempat terlarang bagi para werewolves beta atau werewolf yang masih muda. Seperti Gabe dan Archie.

Eastwood atau pun Dark Forest adalah kota mati, dan merupakan wilayah kekuasaan para purebloods yang sangat anti dengan para werewolves. Tak akan ada werewolves yang bisa keluar dari sana dengan selamat.

"Aku hendak menyusul Lyla ke Northernwood. Aku dan Archie tersesat dalam perjalanan. Rutenya terasa berputar tanpa ada ujungnya, dan entah bagaimana kami memasuki wilayah Dark Forest. Karena kami merasa Dark Forest cukup aman, kami terus menyusuri pinggirannya.

Menurut Lyla, kita bisa sampai ke Northernwood jika memutar lewat Dark Forest. Lalu..." Gabe menggantung kalimatnya. Ia nampak ragu untuk menyelesaikan ucapannya saat melihat iris legam Ashton telah berubah warna –kuning menyala –terang.

"Cepat ceritakan semuanya, sayang." pinta Erin lirih.

Gabe menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan, ia pun menundukkan sedikit kepalanya saat netranya kembali bertemu dengan milik Ash.

"Lagi-lagi kami salah memilih jalur. Dan yang pertama kali memijakkan kedua kakinya di pintu masuk menuju Eastwood adalah Archie. Lalu saat kami hendak meninggalkan tempat itu, seseorang dengan rambut sedikit ikal menarik Archie dan meminumkan darah yang menetes dipergelangan tangannya ke mulut Archie." jelas Gabe panjang lebar.

Ash membenarkan posisi duduknya, lalu mengepalkan kedua tangannya. "Kau melihat jelas 'kan bagaimana wajah vampire itu?!" tanya Ash pada Gabe; ucapannya terdengar begitu mengintimidasi.

Gabe memberikan sebuah gelengan samar. "Aku tidak melihatnya dengan jelas. Aku hanya ingat rambut ikalnya yang sedikit basah dan tahi lalat diujung hidungnya." imbuh Gabe.

Erin membulatkan matanya, ia mengusap wajahnya dengan gusar seolah tahu siapa orang yang dimaksud Gabe. Untungnya Ash tidak melihat langsung kegusaran yang ditunjukkannya.

Untuk saat ini Erin merasa lega karena tidak berkewajiban memberitahukan siapa orang tersebut. Ia hanya perlu mengulur waktu dan membereskan semuanya dengan caranya sendiri.

"Apakah pemilik Mitchell Hills adalah orang-orang mencurigakan, Ash?" Erin akhirnya angkat bicara setelah berhasil menghilangkan kegusarannya.

Ash menggeleng, lalu menjawab, "Maaf, bu. Aku lupa bertanya." jawabnya.

"Mungkin kau memang benar-benar lupa. Bukan lupa bertanya. Bukankah biasanya seperti itu?" ejek Erin.

Gabe tertawa sarkas saat mendengar Erin mengejek kembarannya. Tawa tersebut berhasil membuat Ash melemparkan lirikan sinis ke arahnya.

Gabe berdeham seraya membenarkan posisi duduknya dan kembali menyamankan diri pada sofa abu-abu yang didudukinya sejak tadi.

"Well, aku tahu siapa pemilik baru Mitchell Hills, bu," ucap Gabe pada Erin. "Argent. Mereka adalah Keluarga Argent." lanjutnya.

"Argent?"

"Ya. Argent, bu."

Erin menelan salivanya. Terkejut bercampur bingung. Meski begitu Erin berusaha mengatur ekspresi juga tutur katanya, sebab ia tak ingin kedua putranya menangkap kebingungan yang tengah melanda dirinya.

"Apa ada sesuatu yang terjadi? Mereka kembali ke sini setelah sepuluh tahun kepergian Dennis." batin Erin.

"Bu?" panggil Gabe.

"Bu? Ada apa?" Ashton nampak penasaran.

Alih-alih menjawab, Erin bergidik –menyapu pandangannya ke seluruh sudut ruangan lalu mengalihkan seluruh atensinya pada jam bulat putih yang melekat pada dinding berwarna senada.

Ia pun membuat sebuah alibi agar kedua putranya tak mencurigainya sehingga ia bisa kembali ke kamarnya tanpa ditahan oleh pertanyaan atau apapun itu.

"Sudah larut. Istirahatlah." anjur Erin pada Ash dan Gabe sembari mengarahkan telunjuk kanannya pada jam dinding tadi.

Jarum pendek mengarah ke angka 1, sementara jarum panjangnya berada di sisi berlawanan.

"Ibu juga istirahat." pinta Ash sembari merangkul dan mengecup pipi kanan Erin. "Selamat istirahat." sambung Ash.

"Selamat malam, sayang."

Ashton pun beranjak setelah menerima dekapan hangat dari sang ibu.

"Aku sudah mengganti lilin di kamar ibu dengan aroma lavender. Nyalakan, dan tidurlah dengan nyenyak." jelas Gabe panjang pendek.

Erin mengangguk lalu mendekapnya hangat. "Terima kasih banyak, sayang."

Dengan tergesa Gabe pun menyusul sang kakak. "Ash, tunggu!" seru Gabe lantang.

***

Erin berbaring di atas kasur –memandangi langit-langit kamarnya yang nampak begitu kosong. Seperti dirinya.

Di sepersekian detik berikutnya ia tersenyum, lalu bermonolog, "Dennis." panggilnya.

Ia ulurkan tangan kanannya, lalu diremasnya sprei putih yang membalut tempat tidurnya –seolah menggenggam tangan mendiang suaminya.

"Gabe dan Archie menginjakkan kaki mereka di tanah Eastwood." Erin menjeda kalimatnya; menghela napas gusarnya sembari menutup mata.

"Anak didik kesayanganmu bukan lagi werewolf murni, Dennis." Erin menoleh ke sisi kanannya, –membuka matanya kemudian tersenyum –seolah Dennis bersamanya.

"Dia telah menjadi seorang hybrid. Dan... Orang yang mengubahnya menjadi hybrid dan orang yang telah membunuhmu adalah orang yang sama, Dennis." Erin kembali menggantung kalimatnya.

"Skarsgard. Damien Skarsgard."

Ia mengulas senyum seraya mengusap bawah matanya yang terasa basah. Sesak. Tak ada yang tahu siapa pelaku yang tega menghabisi nyawa suaminya selain dirinya dan Charles Argent.

Ingatan mengerikan malam itu kembali melintas setelah sekian lama ia kubur dalam-dalam.

Air matanya kembali jatuh bersama dengan isakan yang tertahan. "Dennis... Aku membutuhkanmu." batinnya. "Aku merindukanmu."

***To be continue***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status