Share

Chapter 2 : Hari Tersial

"Anna, aku mau nyobain yang rasa vanilla," pinta Julian padaku.

"Ini, ambil saja punyaku," ujarku sembari menyerahkan es krim milikku ke hadapannya.

"Woah, thank you, dear. Gak mau nyicip punyaku juga?" tanyanya.

"Nggak, ah. Aku nggak terlalu suka cokelat," jawabku. 

Aku lebih suka rasa vanilla, dibandingkan cokelat. Entahlah, dari dulu aku memang tidak terlalu menyukainya. Terasa aneh saja di lidahku, makanya aku enggan untuk menyicipi es krim rasa cokelat milik Julian.

"Dasar aneh, padahal cokelat itu enak banget loh," sindirnya padaku.

"Kan emang nggak suka, mau diapain?" tanyaku menantang.

"Anna, ih..."

Yah, mulai lagi deh merajuknya. Aku heran, kenapa orang-orang di kantor sering kali menghindari Julian. Kata mereka dia galak, tapi coba lihat sekarang. Yang ada Julian itu identik dengan anak kecil, sifatnya saja sebelas dua belas dengan anak-anak.

Tiba-tiba sebuah suara mengagetkan kami berdua. Aku memiliki feeling yang buruk kali ini.

"Hi, stranger. Enak banget, ya, makan es krim di sini?" tanya seseorang yang paling kuhindari selama aku bekerja.

"Hm," jawabku tidak niat.

"Oh, sudah mulai berani sekarang. Apa gara-gara ada Julian di sini?" tanyanya sarkas.

"Olla, apa maksudmu?" tanya Julian membelaku.

"Ups, malah penjaganya yang jawab," ujar gadis aneh itu dengan tawa meremehkannya.

"Bitch, ngapain muncul di sini. Ngikutin kami, heh?" tanya Julian tidak mau kalah.

Haduh, kalau sudah seperti ini, pasti masalahnya akan menjadi semakin rumit. Aku merasa tidak enak, karena pengunjung kedai yang lain sedang menatap ke arah kami sekarang. Apa yang harus kulakukan.

"Ngikutin kalian? Cih, kayak gak ada kerjaan aja," ujar Olla dengan geram.

"Sudahlah, ayo kita pergi dari sini, Julian." Aku pun menarik tangan Julian, dan membawanya keluar dari kedai itu.

***

Dari kejauhan masih terdengar suara teriakan Olla, yang merasa tidak terima karena aku main asal pergi meninggalkannya. Ah, memangnya siapa dia, sampai-sampai aku harus meladeninya berbicara.

"Kok keluar, sih, Anna? Aku kan belum memberi pelajaran pada si ular kegatelan itu," ujar Julian geregetan.

"Sudah, ya. Tenang dulu, aku kan narik kamu pergi biar kita nggak terlibat masalah dengannya. Kamu tahu sendiri, bukan, bagaimana karakter Olla?" tanyaku sembari menjelaskan.

"Ya, tapi kan—"

"Julian. Kita lupain saja masalah yang terjadi tadi. Kamu sekarang mau makan apa?" tanyaku mengalihkan.

"Tim Tam," jawabnya masih dengan raut wajah yang cemberut.

"Okay, ayo buruan kita membelinya. Sebelum jam istirahat pertama habis," ujarku mengingatnya.

"Ya."

"Ayolah, Julian. Yang semangat, dong!" seruku.

Setelah itu, kami pun langsung pergi menuju toko makanan ringan yang berada tidak jauh dari kedai toko es krim. Paling tidak, kami hanya membutuhkan waktu sekitar lima menit untuk berjalan kaki ke sana.

Ngomong-ngomong soal biskuit 'Tim Tam', aku yakin, kalian pasti sudah tidak asing lagi dengan merek jajajan yang satu ini. Meski sudah beredar di Indonesia, para wisatawan yang berkunjung ke Melbourne pasti akan memilih dan membelinya sebagai oleh-oleh.

Jajanan produksi Arnott's ini, sebetulnya berbasis di Australia. Maka dari itu jangan heran, kalau di sini banyak sekali ditemukan toko-toko yang menjual biskuit 'Tim Tam' tersebut. Ditambah lagi, biskuit itu rasanya lebih bervariasi di sini.

Ada rasa black current, mangga, leci, kelapa, cokelat mint, karamel, dan masih banyak lagi yang lainnya. Jika suatu saat kalian berkunjung ke Melbourne, jangan lupa untuk membelinya. Apalagi sekarang 'Tim Tam' sudah dijual hampir di seluruh supermarket dan minimarket yang ada di kawasan Melbourne.

Oke, segitu dulu informasi mengenai biskuit kesukaan Julian. Maaf kalau aku jadi terlalu banyak mengoceh. Namanya juga sudah keasyikan bercerita dengan kalian.

***

"Anna, kau juga ingin membelinya?" tawar Julian padaku.

"Kamu saja," ujarku sambil menggelengkan kepala menolak.

"Aku sudah selesai."

"Kalau begitu, kita kembali saja ke kantor sekarang," ujarku.

Syukurlah aku bisa diterima di tempat aku bekerja sekarang. Perusahaanku sangat memanjakan para karyawannya, kami bahkan diberi tiga kali waktu jam beristirahat. Belum dengan gajinya yang lumayan tinggi. 

Tapi perusahaan juga mengharapkan feedback yang baik dari para karyawannya, maka dari itu kami semua dituntut untuk berkerja dengan teliti dan sempurna. Para atasanku juga tidak ada yang bisa menerima kesalahan sekecil apapun dari kami.

Sudah cukup ceritanya, sekarang aku telah sampai di halaman kantor. Dan pas sekali, jam istirahat pertama akan berakhir 10 menit lagi. Jadi, aku dan Julian masih bisa merasa tenang.

***

"Anna?" sapa seseorang yang juga paling kuhindari keberadaannya setelah Olla.

"Ekhem, aku duluan dulu. Liam, aku titip Anna, ya? Jagain, awas kalau sampai dia kenapa-kenapa," ancam Julian seenaknya.

"Iya, bawel. Sana pergi," balas pria itu.

"Dasar!"

Aku sudah memberikan isyarat kepada Julian, agar tidak meninggalkanku berduaan bersama bocah ini. Tapi sepertinya dia memang sengaja untuk mengabaikanku.

Sesaat sebelum Julian pergi, aku pun sudah berusaha keras untuk memelototinya. Julian masih saja berpura-pura tidak mengerti. Awas saja anak itu, geramku dalam hati.

"Hi, Anna?"

Ah, sialan. Julian brengsek. Sial banget hari ini, shit.

"Ya?" tanyaku tanpa minat.

"I love you, Anna. Bagaimana, kamu sudah mau menjadi kekasih saya?" Tuh kan, apa kubilang. Hari ini pasti adalah hari tersial selama hidupku.

"Maaf, Pak Liam. Saya tidak bisa," jawabku to the point.

"Kenapa, apa yang kurang dari saya? Mengapa kamu tidak mau mencobanya dulu dan selalu saja menolak cinta saya," ujarnya kesal.

"Maaf, Pak. Tapi saya masih tidak ada keinginan untuk mempunyai kekasih."

"Anna, Anna. Padahal banyak sekali wanita di luaran sana yang mengejar-ngejar saya, bahkan sampai mengemis cinta dan perhatian dari saya yang tampan ini. Tapi kamu? Kamu memang wanita yang aneh," omelnya.

Kalau memang perkataannya itu benar, kenapa dia tidak jadian saja dengan salah satu wanita yang katanya mengejar dirinya. Dan kalau sudah tahu aku ini aneh, kenapa pula masih ngotot dan kekeh untuk mengejarku.

"Maaf, Pak Liam. Jam istirahat pertama sudah mau habis, saya permisi dulu."

Tanpa menunggu jawaban darinya, aku pun langsung bergegas untuk pergi. Aku harus cepat-cepat meninggalkan sepupu laknat Julian itu, yang sialnya adalah salah seorang atasan di kantor ini.

***

Singkat cerita, aku sudah sampai di ruanganku. Di pojok sana, ada Julian yang sedang memasang wajah menggodanya padaku. Cih, aku akan mengabaikannya.

"Miss Anna, bisa ke ruangan saya sekarang?" tanya Bu Joanna tiba-tiba.

"Bisa, Bu."

Apalagi ini Ya Tuhan, tidak cukupkah semua kesialan yang sudah kualami hari ini. Perasaanku menjadi tidak enak sekarang. 

"Coba jelaskan pada saya, Miss Anna. Bagaimana bisa file-file yang telah saya siapkan dengan susah payah, berubah menjadi hancur dan berantakan seperti ini?" tanya Bu Joanna dengan raut wajah yang menahan amarah.

"Saya tidak tahu, Bu. Bukan saya yang melakukannya," jawabku membela diri.

"Kalau bukan anda siapa lagi, Miss Anna. Di sini sudah dijelaskan dan tertulis dengan sangat jelas, bahwa administrator terakhir yang terdata adalah anda. Yang mengubah adalah anda. Sekarang, apakah anda bisa mengelaknya?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status