Share

Chapter 3 : Pertemuan Pertama

Aku curiga, pasti ada seseorang yang dengan sengaja menjebakku. Entah apa yang menjadi alasan si pelaku untuk menjebakku. Tapi aku harus berterima kasih padanya nanti. Berkat dia, aku sekarang sudah memutuskan untuk memberi password pada komputerku. Agar kejadian yang sama tidak kembali terulang.


"Anna, aku minta maaf soal yang tadi. Aku bukannya bermaksud untuk meninggalkanmu bersama Liam. Tapi karena aku sudah berjanji untuk membantunya mendekatimu makanya—"


"Sudahlah jangan dipikirkan, Julian. Aku sudah melupakannya," potongku.


Setelah itu, aku pun mulai menceritakan semua kejadian yang kualami tadi kepada Julian. Aku memang sedang tidak ingin membahas soal Pak Liam di sini. Aku hanya sedang pusing memikirkan masalah yang kuhadapi kali ini.


"Tapi, bagaimana dengan kejadian yang barusan. Siapa sebenarnya yang tega melakukan itu kepada Anna kesayanganku ini. Awas saja kalau dia sudah ketahuan olehku," geramnya tidak terima.


"Sabar, aku yakin inilah yang paling dinantikannya. Dia hanya ingin menguji kesabaran kita, kalau kita menunjukkan amarah berarti kitalah yang kalah," ucapku sebisa mungkin memberikan penjelasan kepadanya dengan mudah.


"Pengaturan macam apa itu, Anna?" tanyanya sarkas.


"Aku masih tidak terima, ya. Dia asal main mengganggumu, memakai komputer orang tanpa izin lagi. Benar-benar keterlaluan. Apa dia tidak memikirkan dulu konsekuensi yang akan kau terima. Ish," kesalnya.


"Sudah, ya. Aku mau pergi ke toilet dulu. Kamu mau ikut?" tanyaku menawarkan.


"Aku temenin, sekalian mau ambil air putih," jawabnya.


Selanjutnya kami pun berjalan beriringan, aku pergi menuju toilet dan dia menuju ke pantry. 


"Aku tunggu di pantry, ya. Kalau sudah selesai kau langsung ke sini saja," ucapnya mengingatkan.


"Siap."


***


Setelah berada di kamar mandi, aku pun masuk ke dalam bilik nomor tiga paling pojok. Setelah kukunci, aku langsung melanjutkan niat untuk buang air.


Tak disangka-sangka, saat aku masih di dalam bilik. Aku mendengar sebuah suara yang lumayan kukenal, yaitu suara milik Olla. Maka dari itu aku memutuskan untuk berdiam lebih lama di dalam bilik ini.


"Eh, tau gak guys. Tadi aku berhasil loh, menyabotase komputer milik tuh stranger, si Anna," jelas Olla mengejutkanku.


"Serius kamu?" tanya suara yang lain, aku tidak tahu itu suara siapa.


"Iya serius, ya kali kan aku berbohong," jawab Olla yakin.


"Memangnya itu tidak terlalu berlebihan?" tanya suara yang tadi, agak khawatir.


"Enggaklah, salah sendiri tadi dia ninggalin aku marah-marah di kedai orang. Bikin malu aku, tau gak, sih," jawab Olla dengan nada menggebu-gebu.


"Tapi bener, loh, kata Jesicca. Dengar-dengar, tadi si Anna dipanggil ke ruangannya Mrs.Joanna. Udah gawat kan itu berarti, Olla nggak kasihan sama dia?" tanya suara yang lain lagi.


"Gak, ngapain juga kasihan haha," jawab Olla dengan tawa penuh rasa kepuasan.


Untung saja mereka tidak tahu kalau aku juga sedang berada di kamar mandi yang sama dengan mereka. Aku tidak akan menangis, kalian tenang saja.


Syukurlah aku dikaruniai pikiran yang sehat oleh Tuhan. Jadi, diam-diam aku sudah merekam pembicaraan mereka untuk kujadikan bukti kepada Bu Joanna. Agar beliau tidak lagi salah paham terhadapku.


Ada-ada saja Olla ini, gara-gara dia aku jadi dihukum lembur tanpa bayaran sampai file milik Bu Joanna kembali lagi seperti keadaan yang semula. Padahal aku ingin sekali pulang cepat hari ini.


***


Singkat cerita, sekarang sudah pukul sebelas malam waktu setempat. Karyawan yang lainnya sudah pulang semua, hanya tersisa aku dan keamanan yang masih tinggal di kantor ini.


Sebelumnya, Julian dan Pak Liam memaksaku untuk mengizinkan mereka menemaniku lembur. Tapi aku tidak ingin diganggu oleh mereka berdua, makanya aku memutuskan untuk menolak bantuan dari mereka secara halus.


"Akhirnya selesai juga," gumamku.


Tidak ingin membuang-buang waktu lagi, aku pun langsung melangkah pergi meninggalkan kantor. Aku tidak sabar untuk sampai ke apartemenku.


Jalanan di kota ini masih saja ramai, meski hari sudah mulai malam. Setelah mampir ke sebuah swalayan untuk membeli bahan makanan, aku pun lantas kembali berjalan kaki menuju ke apartemenku.


Aku tidak yakin dengan penampilanku sekarang, yang pasti sangat berantakan bukan. Tadi saja saat melewati kaca di swalayan, ah sudahlah. Sebentar lagi juga akan sampai, jadi aku bisa membersihkan diriku di sana.


"Ah, capek banget hari ini," gerutuku.


Sambil terus berjalan dengan menenteng tas di tangan kiri dan kantung plastik di tangan kanan, aku masih berusaha untuk berjalan dengan baik. Meski barang bawaanku ini lumayan berat.


Banyak hal buruk yang kualami hari ini. Aku sedikit kesal dengan apa yang terjadi. Bisa-bisanya Olla nekat melakukan itu pada dirinya, sebenci itukah dirinya padaku. 


Pak Damian juga, beliaulah yang telah menyuruhku untuk bekerja lembur hari ini. Atas perintah dari Bu Joanna, sih, tapi tetap saja itu membuatku kesal.


***


"Pak Bos tega banget nyuruh gue buat kerja lembur sendirian. Nggak tahu apa kalau gue ini masih tetep perempuan, belum kawin lagi. Kalau gua diculik orang gimana, dijual gimana, terus diper—"


"Dih, amit-amit. Amit-amit Ya Tuhan, jangan sampai," lanjutku.


Astaga, seseorang menabrak ku atau aku yang menabraknya. Entahlah, yang pasti itu terjadi dengan sangat cepat. Eh, tapi kok aku tidak merasakan sakit atau apa pun ya.


"Permisi, Nona, tanganku sudah mulai pegal." 


Benar, ada tangan yang melingkari pinggangku sekarang. Tunggu sebentar, ini kan suara seorang pria. Jangan-jangan yang memelukku juga ... ah sialan. 


Aku pun langsung buru-buru bangkit dan melepaskan diri dari 'pelukan' pria itu sambil membenahi pakaianku yang kusut. Ya Tuhan, tolong tenangkan jantungku. Eh, tapi jangan dihentikan, ya, nanti aku mati Tuhan.


Diam-diam aku melirik ke arah pria yang telah menolongku itu, dan aku pun langsung terpesona. Kagum maksudnya.


Apa-apaan wajah tampan pria ini. Sangat tidak manusiawi, ah, bukan. Wajahnya terlalu sempurna. Baru kali aku bertemu pria setampan dia.


Oh iya, aku kan belum berterima kasih kepadanya. Betapa tidak sopannya diriku ini.

"Terima kasih atas bantuanmu, dan maaf soal yang barusan," ucapku sedikit tidak enak hati.


"Lain kali berhati-hatilah, Nona." 


"Ah, tentu. Terima kasih sekali lagi. Kalau begitu, aku permisi dulu," pamitku.


***


Sepuluh menit sudah berlalu semenjak kejadian yang kualami tadi. Aku pun juga hampir sampai ke apartemenku, ah senangnya. Pokoknya aku akan langsung pergi ke kamar mandi untuk berendam, oh tidak lupa dengan ditemani lilin aroma terapi ku tentu saja.


Eh, tapi kok. Dompetku mana ya, jangan-jangan itu terjatuh waktu kejadian tadi. Sialan, baru saja aku senang akan berendam di kamar mandi. Kalau begitu, aku akan meletakkan tas dan kantung ini dulu.


Selanjutnya, setelah aku sudah sampai di tempat yang tadi. Lumayan jauh sih dari apartemenku. Tapi tak apa, ini demi dompet kesayanganku. Semangat.


"Ah, di sana tadi tempatnya," gumamku pelan.


Aduh, mana sih dompetnya. Bisa gawat kalau dompet itu benar-benar menghilang kan. Bisa-bisa aku akan terpaksa berpuasa, karena semua uang, kartu atm, dan yang lain berada di sana semua.


"Kau mencari ini, Nona?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status