hari ini Thor akan update 3 bab sekaligus, pastikan akak semua membacanya ya đ¤ thankyou đđťđđť
âSudah, bicaranya?â tanya Kayden lalu mendengus kasar.Pria itu akan membuka suara sebelum Liora meraih jas pada bagian pinggangnya, meremasnya, memberi isyarat dengan matanya bahwa ia saja yang kali ini bicara. Liora mengangkat wajahnya, menerpa Julia yang maniknya berkaca-kaca.âKalau Nona Julia menganggap Tuan Kayden adalah milik Anda yang paling berharga, bukankah Anda harusnya menjaganya sejak dulu?â balas Liora, menegaskan bahwa bukan hanya Julia yang ingin didengar, tapi Liora juga.âApa maksudmu?â tanya Julia balik.Pupil gadis itu bergerak tidak nyaman, seolah baru saja mendengar sesuatu yang tak sepatutnya dikatakan oleh Liora.âBukankah benar seperti itu? Bukankah Anda tidak menjaga Tuan Kayden dengan benar? Saya tidak tahu pasti apa yang terjadi di masa lalu antara kalian berdua, dan saya tidak tertarik untuk itu. Tapiââ Liora tersenyum, kalimatnya ia ucapkan secara hati-hati tanpa perubahan nada bicara, tapi sepertinya itu telah merenggut rasa percaya diri Julia.âTapi k
âMama gila?!â seruan Kayden seperti tak terelakkan lagi tepat setelah sang Ibu mengatakan bahwa Mulai hari ini Julia akan tinggal dirumah ini bersamanyaâdan tentu saja bersama dengan Liora.âKamu menyebut Mama gila?ââLalu apa jika tidak gila?â balas Kayden, dagunya terangkat menantang pada Nyonya Rose. âMama meminta wanita lain tinggal di rumahku sementara aku sudah memiliki istri. Berapa kali harus aku katakan kalau aku tidak akan menikah dengan Julia atau hanya sebatas tinggal dengannya! Jangan gila!ââBaik, katakan Mama gila!â sahut Nyonya Rose. âMama gila karena harus memiliki menantu seperti Liora di keluarga Baldwin yang terhormat. Dulu kamu hanya mencintai Julia, Kayden! Kenapa sekarang jadi seperti ini?ââApa Mama tidak bisa membedakan dulu dan sekarang?âLiora menegang di tempatnya. Ia merasa bersalah karena lagi-lagi menjadi penyebab perseteruan di antara ibu dan anak itu.Tapi ... bolehkah ia membela diri sekarang?Kayden sudah memiliki kehidupan sendiri, dan ia berjanji a
Melewati sore saat Liora berjalan meninggalkan lift yang berhenti di lobi Evermore bersama dengan Evan.Evan baru saja menemaninya bertemu dengan orang perwakilan dari Nutrimom yang akan berkerja sama dengannya serta Hazed Magazine juga.Sudah sejak pagi Liora tak bertemu dengan Kayden, pria itu mengatakan lewat pesan bahwa ia harus menemui temannya yang sesama pekerja di industri hiburan ternama sehingga mungkin ia akan kembali saat hampir petang.Karena tak memiliki manajer, Liora dititipkan Kayden pada tangan kanannya itu.Pertemuan berjalan dengan baik, Evan yang memang jam terbangnya tinggi membuat Liora merasa nyaman, mengetahui seluk beluk perjanjian dan apa-apa saja yang harus dilakukannya nanti pada hari pemotretan.Masih cukup lama, masih dua sampai tiga bulan lagi."Saya antar Nona, sekalian dengan Tuan Kayden," ucap Evan dari samping kanannya saat langkah mereka yang melewati lorong eksekutif sudah lebih dari separuhâEvan lah yang menggiringnya melewati jalan ini padahal L
Alis Kayden yang tadinya berkerut berubah dengan cepat. Terangkat, teriring kedua matanya yang melebar, tanda ia tak percaya dan mencoba menyadarkan dirinya dalam keterkejutan ini."Kamu bilang apa?" tanya Kayden."Kembar," jawab Liora. "Bayinya kembar."Sepasang iris gelap Kayden berpindah dari mengunci manik Liora menjadi lebih rendah, jatuh di perutnya.Ia kembali memandang print USG yang ada di tangannya itu, bibirnya bergerak-gerak tanpa kata, seolah sedang menelaah. Bahwa dua kantong yang ditandai dengan panah di foto itu menunjukkan Liora benar mengandung anak kembar."B-bagaimana bisa kamu hamil?" tanya Kayden, tanya aneh yang membuat Liora mengerjapkan matanya."Bagaimana saya bisa hamil, tentu karena Andaâ""Maksudnya bagaimana kamu bisa hamil anak kembar?" ralat Kayden, barangkali sebelum pertanyaannya dianggap memiliki arti lain oleh Liora.Liora menggeleng samar, "Saya juga tidak tahu. Tapi Dokter Sarah bilang kalau mereka sehat. Bukankah itu kabar yang baik?"Kayden masi
âMaaf ....â Lirih suara bariton Kayden membuat Liora membuka matanya. Tadinya ia berpikir itu hanyalah sebagian suara yang didapatinya di dalam mimpi sebelum ia merasakan tangan kekar seseorang yang melingkari pinggang dan perutnya dari belakang. Kecupan singgah di bagian belakang lehernya sehingga Liora menoleh ke belakang, menjumpai wajah Kayden yang terlampau dekat dan sepasang matanya terlihat sayu. âKamu belum tidur?â tanya Kayden, melonggarkan pelukannya pada Liora sehingga mereka kini memiliki kesempatan untuk saling berbaring berhadapan. âBaru saja terpejam,â jawab Liora. âTapi mendengar suara Anda membuat saya bangun.â âTidurlah lagi kalau begitu.â Liora tak menjawabnya, hanya matanya yang memandang, tanpa kata lebih dari enam puluh detik berlalu. Kayden menyentuh pipinya, memberinya usapan lembut saat bertanya, âAku meminta maaf karena sudah membentakmu tadi. Kamu masih bingung dengan yang terjadi hari ini?â Kedua bahu ringkih Liora sedikit terangkat, menandakan kera
"Aku sudah mengatakannya dengan jelas, Liora." Kalimat Kayden masih sama tegasnya, tidak berubah. Liora terdiam di tempatnya berdiri. Ia sedang meraba-raba, apa yang dimaksud Kayden dengan mengatakan bahwa kontrak itu tak tahu di mana. Kayden membuangnya? Kontrak itu tak lagi berlaku dan mereka akan menjalani pernikahan ini seumur hidup? Seperti itukah yang ingin Kayden katakan? Air matanya jatuh dari kedua sudut netranya yang perih. "Kamu mengandung bayiku. Tidak akan ada perceraian di antara kita. Aku tidak peduli dengan Julia, dan aku tidak akan menikahi perempuan itu!" Kayden berpaling, kakinya mengayun pergi meninggalkan Liora. Urung ke arah di mana kamarnya berada, melainkan ke lantai atas, menuju kamarnya sendiri. Liora masih bergeming di sana hingga beberapa saat. Baru saat kilatan petir dari luar terdengar ia terjaga dan mengangkat kakinya. Memasuki kamarnya yang redup, ia duduk di tepi tempat tidur. Bayangan wajah nelangsa Julia memenuhi matanya. Ucapan tentang diri
Kayden benar ... Liora pasti akan terkejut mendengar apa yang akan disampaikan oleh mereka. âAku hanya ingin merasakan cinta yang besar yang pernah diberikan Kayden padakuâ yang dikatakan oleh Julia telah membuatnya tersayat, sembilu mengirisnya. Haruskah Liora memberikan kerelaannya untuk sebuah cinta lama yang ingin hidup kembali? Seberkas tanya itu menghampiri benaknya yang berdiri membeku di ambang pintu. Sekujur tubuhnya terasa kebas, setiap jengkalnya nyeri, keretakan melukai hatinya dengan hebat kala mendapati bahwa sebenarnya Julia sedang mengiba agar Liora mengabulkan keinginan terakhirnyaâmenikah dengan Kayden. âJawab, Liora!â bentak Nyonya Rose. âKamu yang sudah merebut Kayden dari Julia. Kayden adalah dunianya Julia, sekarang bagaimana kamu mempertanggungjawabkan semua ini?â Liora tak menjawab. Dan itu membuat suasana di sekitar mereka kian tegang. âKamu masih punya hati, âkan?â Nyonya Rose kembali bersuara setelah hening merasuki celah-celah petang yang meredupkan r
Jari-jari tangan Liora terasa kebas. Kerongkongannya mendadak serak. Ia memandang Julia yang diikuti oleh Nyonya Rose dan kedua orang tuanya memasuki lift, lalu menatap pada Kayden yang mendorong napasnya. Liora tak ingin tahu, tapi karena ia telah melihatnya, setidaknya ia ingin penjelasan. Apakah Kayden menggagalkan janji dengannya untuk dapat pergi mengantar Julia? Terlebih lagi, apa yang terjadi pada gadis itu? Kenapa ia terlihat seperti seseorang yang menderita sakit keras? "A-apa yang terjadi?" tanya Liora, ia memandang Kayden, merasakan maniknya yang menghangat. "Apa yang terjadi pada Nona Julia?" "Tuan Kayden diminta oleh Nyonya Rose untuk datang ke rumah Julia tadi, Nona Liora," sambar Evan dari samping kanannya. Liora menoleh pada pemuda itu, menunggunya selesai bicara. "Nyonya Rose bilang beliau mendadak sakit dan meminta Tuan Kayden untuk datang. Tapi saat di sana, ternyata Julia yang sakit, jadi kami ikut mengantarnya ke sini." Liora tahu maksud yang hendak disam
Liora menghela dalam napasnya saat membaca lanjutan pesan dari Kayden. [Aku akan menyusulmu kalau sempat.] "Kenapa, Nona?" tanya Annie dari samping kirinya, barangkali prihatin dengan helaan napas Liora yang penuh kekecewaan. "Tidak, Bu Annie," jawabnya. "Tuan Kayden bilang kalau dia tidak jadi ikut pergi untuk periksa." "Apakah ada urusan mendadak?" Liora memberinya anggukan, "Iya." "Mau saya antar saja?" tawar wanita paruh baya itu. "Kita bisa pergi dengan diantar Pak Han jika Nona tidak ingin pergi sendirian." Liora menoleh pada Annie dan sekali lagi mengangguk. "Boleh." Setidaknya ... ia tak akan begitu kecewa. Masih ada orang baik di sekitarnya. Dan Liora pun bukankah harus menyadarinya? Memiliki suami seperti Kayden Baldwinâmeski ia tak yakin pria itu juga menganggapnya sebagai istriâia harus selalu siap dengan situasi seperti ini. Ditinggal mendadak, urusan di luar jadwal, kepentingannya bukan hanya untuk Liora saja, tapi untuk banyak orang. Akhirnya, dengan lapang d