Bersama Karen, Jordan seolah dibawa kembali pada masa lalu. Tidak bisa dibilang mereka berpacaran, tetapi waktu itu, Karen yang paling sering bersama Jordan. Mungkin, Jordan hampir jatuh hati pada wanita itu. Tetapi Jordan yang tidak peduli soal perasaan, hanya ingin menikmati kesenangan, tidak menyadarinya. Hingga akhirnya Karen pindah ke negara bagian lain karena mengejar karirnya.
Malam itu, Jordan memuaskan diri, bersama wanita yang pernah lama memenuhi hari-harinya. Ternyata Karen memang istimewa, pesonanya makin kuat. Pergulatan mereka melampaui malam hingga hampir pagi.
“Karen … you are really …” Kelelahan Jordan tampak puas sambil merangkul wanita cantik itu.
Karen tak mengira, perjalanannya yang hanya bertujuan bisnis, bisa berakhir dengan manis, bersama pria yang tak pernah bisa dia lupakan itu. Setelah ini, dia tidak akan melewatkan kesempatan jika mungkin bisa kembali bersama Jordan.
Jordan memang bukan satu-satunya pria di hidup Karen, te
Bola mata Clarabelle menatap tajam pada wanita cantik dan seksi yang hampir menempel dengan tubuh Jordan. Melihat sikapnya, Clarabelle mulai menduga mereka sepertinya punya sesuatu di waktu yang lalu. Sekalipun Jordan bersikap normal, tampak jelas ada kedekatan di antara mereka. “Semoga berhasil untuk bisnis kamu. Sampai jumpa.” Jordan sedikit mendorong Karen agar menjauh. Dia tidak terkejut dengan sikap Karen, hanya tidak mau merusak suasana manis yang masih dia nikmati dengan Clarabelle. Karen berdiri, memandang Jordan dengan tatapan tidak senang. Apa pria tampan di depannya ini mengusirnya? “Aku dan istriku harus segera kembali ke kamar.” Jordan berdiri. Dia mendekati Clarabelle, mengulurkan tangannya. “What? Wife?” Karen seketika melebarkan pandangan, tersenyum getir. Tapi jelas dia tidak percaya mendengar kata-kata Jordan. “Yeah. We’re just getting married.” Jordan merangkul bahu Clarabelle. “Kami sedang berbulan madu.” Clarabelle
"Ahh, Joy … ini yang aku selalu rindukan darimu. Ohh …” Wanita berbalut kain ketat di tubuhnya itu merapat pada Jordan. Tanpa malu-malu dia menyentuh dan melepas kemesraan. Jordan pun menanggapinya. Jordan sangat menikmati malam-malam seperti ini. Dia tidak mau kehilangan kegembiraan bersama teman-temannya dan para wanita pemujanya. Setelah dua bulan hanya bergelut dengan Clarabelle, bersama wanita-wanita yang menanti dia di club, menjadi sesuatu yang berbeda. Sementara ketiga teman Jordan juga asyik dengan pasangannya masing-masing. Bunyi musik yang keras, hentakan dan goyangan mereka yang melantai dikelilingi lampu berkejap-kejap tanpa henti, menambah suasana makin panas. “Joy … bisakah kita ke apartemenmu? Joy …” Wanita itu makin liar. Tanpa bicara, Jordan menariknya. Dia gandeng Ellen melewati Ronald dan Warren yang mulai seru di tempat mereka. “Joy … ingat istri!” Warren berseru. Sengaja, dia menggoda Jordan, ingin melihat playboy itu
Clarabelle merasa campur aduk. Tapi dia harus tetap tenang dan terlihat tegar di depan papanya. Dia tidak ingin kesehatan papanya bukan membaik justru sebaliknya jika mendapat kabar yang tidak menyenangkan. Clarabelle berdiri, tepat di sisi Adriano dan memegang tangannya. “Jordan sedang ada urusan, Pa. Dia pasti akan segera kemari jika sudah selesai. Aku memang tidak ingin mengganggu dia. Papa istirahat saja.” “Baiklah, Sayang. Asalkan kalian baik-baik saja, aku sudah tenang.” Senyum tipis Adriano sunggingkan di bibirnya. Lalu dia memejamkan matanya. Dia butuh banyak istirahat. Dia harus berjuang agar tetap sehat, demi Clarabelle. Putrinya telah berusaha mewujudkan mimpi Adriano, menikah, memiliki seorang pendamping. Dia pun harus bertindak, sebab dia ingin bisa lebih lama melihat putrinya, jika mungkin sampai Clarabelle dan Jordan punya keturunan. Clarabelle lega, Adriano tidak bertanya lebih jauh. Dia kembali duduk di kursinya. Dalam hati dia merasa bersala
Crystal kesal sekali pada Jordan, demi mendengar kalau cucunya itu tidak mendampingi istrinya di saat sulit yang dihadapi. Crystal sudah bisa menduga apa yang dilakukan Jordan di luar rumah. Kalau selama ini Crystal seolah jadi benteng Jordan di hadapan papa dan mamanya, kali ini Crystal justru akan berurusan dengannya. Jordan sudah menikah. Dia seorang suami, kepala rumah tangga. Tidak sepatutnya dia hanya peduli dirinya sendiri. Sekalipun Clarabelle terkesan menutupi, Crystal tahu, Jordan mulai lagi berbuat kegilaan. Hanya setengah jam setelah menelpon Clarabelle, Crystal berangkat menuju rumah sakit tempat Adriano dirawat. Dan dalam perjalanan dia menghubungi Jordan. “Halo … siapa ini? Sepagi ini menggangguku.” Suara Jordan terdengar serak. Dia tampak malas menerima telpon. Crystal makin yakin yang dia pikirkan benar. Jordan ada di apartemennya, bersama salah satu wanita yang biasa menghabiskan malam dengannya. “Kamu masih bisa bersantai begitu sem
Mata Crystal yang biasanya ramah dan ceria, menatap Jordan dengan rasa geram. Crystal meminta penjelasan dari Jordan mengapa sampai dia tidak pulang, membiarkan Clarabelle sendirian mengurus papanya di rumah sakit. Pembicaraan pun melebar, pada tujuan Jordan menikah dengan Clarabelle sebenarnya untuk apa. Itu yang Crystal mau dengar dari mulut Jordan. “Granny …” Jordan memegang kedua bahu neneknya, memandang dengan mata berusaha tetap tenang. Jordan sangat sayang pada Crystal dan tidak ingin neneknya bersedih. “Tentu saja seperti yang aku katakan, aku ingin memulai hidup yang baik, memiliki pendamping yang tepat di sampingku.” Jordan mengucapkan itu sepenuh hati, agar Crystal tidak akan berpikir macam-macam tentang dirinya. “Tapi, kenapa kamu masih belum juga masuk kantor dan bekerja bersama James?” Tatapan Cystal belum melunak. Jordan terdiam. Apa yang Crystal maksudkan kali ini? Jordan harus ikut repot di kantor? Rapat, mengecek ini dan itu yang mem
Clarabelle dan Jordan menoleh pada Susan. Clarabelle berdiri dan melangkah mendekati Susan. “Thank you for coming,” ucap Clarabelle. “Bagaimana papa kamu?” tanya Susan. Matanya melirik ke arah Jordan. Pria itu memang sangat tampan. Bahkan dengan kostum ala kadarnya, hanya kaos sedikit ketat dan jeans, dia terlihat keren. “Sudah sedikit membaik. Papa masih tidur,” jawab Clarabelle. Clarabelle menoleh pada Jordan. “Jordan …” Jordan mengangkat mukanya, lalu berdiri. “Baiklah. Aku akan pulang. Jika kamu perlu sesuatu kabari saja aku. Oke?” Jordan melangkah mendekati Clarabelle. Dia rengkuh bahu Clarabelle, lalu mengecup sekilas bibir wanita cantik itu lalu berjalan menjauh. “Kamu beruntung punya suami baik begitu. Horang kaya, tapi mau menerima kamu apa adanya. Mimpi apa kamu, La?” Susan memperhatikan Jordan yang terus berjalan tanpa menoleh lagi. Clarabelle tersenyum tipis. Perkataan Susan membuat hati Clarabelle penuh syu
Sesuai janjinya, Jordan datang menemui Jaren di kantor pusat perusahaan. Jaren cukup lega melihat anak bungsunya itu benar-benar memenuhi janji. Tentu saja, tidak begitu saja dia memberikan pekerjaan untuk Jordan. Dia memaparkan semua hal yang berhubungan dengan perusahaan. Jordan bukannya buta sama sekali tentang perusahaan itu. Hanya saja selama ini dia tidak begitu mau tahu. Selama beberapa hari Jaren minta salah satu asistennya mendampingi Jordan berkeliling perusahaan dan mengenalkan seluk beluk perusahaan itu. Terpaksa Jordan tidak bisa banyak mendampingi Clarabelle di rumah sakit, apalagi pergi ke club. Tapi dia berusaha menunjukkan dia serius dengan niatnya bekerja.“Kurasa dia tidak main-main kali ini, Jay. Aku lega, Jordan mau berubah. Dan karena wanita itu. Lala? Jika memang dia berhasil membuat Jordan mau peduli hidupnya, aku akan terbuka menerima dia.” Ann-Mary bicara pada Jaren siang itu. Jordan sedang berada di tempat produksi bersama as
Clarabelle mengajak Crystal dan James makan malam bersama. Mereka bertiga saja, tanpa Adriano. Makan malam sederhana, tapi cukup menyenangkan. Clarabelle lumayan pandai memasak. Seperti sebelumnya Crystal bercerita banyak hal, membuat susasana tidak kaku. Dan James, dia sesekali memandang Clarabelle, membuatnya sedikit tidak nyaman. “Kamu harus sering datang mengunjungiku, Lala. Aku mau masak bersama kamu. Kamu bersedia, kan?” Crystal bicara dengan wajah berseri, memandang pada Clarabelle yang tersenyum padanya. “Tentu, Granny. Asal papa sudah sehat, aku akan datang menemui Granny,” ujar Clarabelle. James hampir tidak bicara. Hanya sesekali melihat pada Crystal dan Clarabelle yang berbincang dengan hati senang. Clarabelle menilai James sangat berbeda dengan Jordan yang ramah dan lembut. James terlihat dingin dan sangat tak acuh. Clarabelle tidak terlalu mau terganggu dengan itu, meski Clarabelle tahu James tidak menyukainya. “Sebelum pulang aku harus