Lily adalah salah satu anggota mafia white Lotus yang merupakan salah satu mesin pembunuh efektif dan mematikan karena karakternya yang dingin tak memiliki belas kasihan. Suatu hari Lily yang berhati dingin dan sadis memutuskan untuk menjalani kehidupan normal setelah kembali dari Rusia untuk pemakaman ayahnya di Indonesia. Lily menyadari ada kehidupan lain di luar organisasinya yang kembali menghangatkan hatinya. Namun keputusannya meninggalkan organisasi ternyata berbuah petaka bagi orang-orang di sekitarnya. Mereka semua dibantai karena dianggap merubah Lily sang mesin pembunuh menjadi berperasaan. Setelah kejadian itu, Lily bersumpah akan menghabisi organisasinya sendiri sampai tak tersisa.
View MoreNapasnya terengah saat tubuhnya bersembunyi dibalik tumpukan kontainer di sebuah pelabuhan. Pakaiannya yang serba hitam menyatu dengan kegelapan. Keringatnya bercucuran deras. Mata birunya menyala mengintai mangsa.
Suara statis dari Earpiece di telinganya berubah jadi suara seorang pria. Menginformasikan sesuatu.
“Lily kamu harus membereskannya kurang dari 5 menit. Jika tidak, bantuan akan segera datang dan kamu akan kewalahan,” kata suara di seberang terdengar gugup.
Napasnya mulai tenang. Diangkatnya pistol dan dikeluarkan magazin, isinya kosong. Ia mengumpat tanpa suara.
“Lily!” nada suara di seberang meninggi.
“Sedang kuusahakan, Brengsek!” pekik Lily tertahan.
“Hei aku mencoba membantumu di sini!” suara di seberang ikut kesal.
“Diam, Zack!,” hardik Lily. “Kamu mengganggu konsentrasiku.”
“Kamu hanya punya 5 menit lagi.”
“5 menit, oke. Aku mengerti!” Diambilnya Earpiece itu dari telinga dan dihujamkan ke saku celana.
Lily kembali memeriksa. Mangsa yang diincarnya adalah seorang pria paruh baya gemuk memakai jas hitam dengan rambut Curly sebatas telinga. Tampak tiga pria berjas putih mengelilinginya dengan waspada.
“Keluar kamu, Wanita sialan!” teriak salah satu bodyguard dengan pistol yang baru saja dikokang. Moncong senjata Pindad P2 diarahkannya ke berbagai sudut.
Lily menyatu lagi dengan kegelapan. Ia melompat ke atas kontainer. Gerakannya sangat lincah dan tanpa suara. Tahu-tahu, gadis berambut panjang berwarna pirang itu sudah berada di atas posisi targetnya dan melemparkan pisau kecil.
Wuzz!
Pisau membelah angin dan menancap di kepala salah satu bodyguard. Tubuh itu ambruk seketika dan korbannya meregang nyawa. Membasahi aspal dengan warna merah. Membuat dua rekannya panik.
Lily kembali menyatu dengan kegelapan dan berpindah posisi. Lily muncul di sisi atas kontainer lain dan pisau kedua kembali dilemparkan. Menancap di ubun-ubun bodyguard lain. Korban kedua jatuh.
“Hah!” suara pekik ketakutan terdengar dari bodyguard terakhir yang tersisa. Menembak dengan panik ke segala arah.
Dor! Dor! Dor!
“Keluar kamu! Jangan jadi pengecut!” tantang pria berjas putih berbadan besar itu.
“Bagaimana ini? Kamu harus menyelamatkanku. Aku sudah membayarmu mahal,” ujar pria paruh baya berbadan gemuk. Mukanya pucat pasi karena menyadari ajalnya sudah dekat. Bodyguard itu tak menjawab karena sudah sibuk dengan ketakutannya sendiri.
Dari kegelapan, sosok Lily muncul di belakang buruannya. Dengan satu gerakan cepat, melilitkan sebuah benda serupa kawat ke leher pria berjas putih.
Hanya ada suara seperti orang mendengkur yang terdegar dari bodyguard terakhir yang berdiri. Kedua tangannya mencoba meraba lehernya yang tercekik. Sorot mata Lily tajam ke pria gemuk berjas hitam. Seringainya mengancam.
“Kamu sebaiknya lari,” ujar Lily di tengah suara napas tercekat bodyguard pria gemuk.
Pria paruh baya berbadan gemuk kabur dengan panik. Ia sempat menoleh lagi namun hanya untuk melihat pria yang disewanya terkulai lemas di tanah. Membuatnya terkesiap dan mempercepat langkah. Begitu menoleh lagi, sosok wanita berpakaian serba hitam itu sudah raib. langkahnya makin cepat.
“Hya!”
Tahu-tahu sebuah bogem menghujam ke hidungnya yang besar. Darah segar muncrat sebelum tubuh gemuknya bertemu dengan aspal yang basah.
“Aaaahhh,” pria gemuk itu mengerang sambil memegangi hidungnya yang patah. Darah membanjiri mulut dan dagu.
“Aku selalu benci suara teriakan seperti itu,” ujar Lily dengan nada suara datar. Diambilnya sebuah pisau kecil dari belakang pinggang. Senjata andalannya.
Pria gemuk menyeret pantatnya mundur. “Please! Biarkan aku pergi. Berapapun mereka membayarmu, akan kugandakan tiga kali lipat,” pinta pria berbadan gemuk itu memohon.
Langkah Lily terhenti tepat di kedua kaki si pria malang. Tatapannya tajam menghujam. Pisau di tangan dicengkeram semakin kuat.
“Kenapa kalian selalu mengucapkan kalimat bodoh yang sama?”
Dengan satu gerakan cepat Lily melemparkan pisau kecil di tangannya. Saking kuatnya mampu mendorong kepala targetnya hingga membentur aspal. Lily menyaksikan korbannya yang tak bernyawa dengan tatapan dingin.
Diambilnya kembali Earpiece yang sempat dimasukkan ke dalam saku. Sudut bibirnya sedikit terbuka karena kesal. “Masih saja mengoceh,” protes Lily tanpa ekspresi.
“Bagiamana, kamu sudah selesai? Pasukan tambahan pria itu sekarang sudah bergerak ke sana,” kata suara di seberang yang semakin panik.
Lily melihat sosok bersimbah darah di depannya dan berjongkok. Mengambil sebuah cincin berlian di jari manis yang gemuk. “Misi selesai.”
Diambilnya kembali Earpiece dari lubang telinga membuangnya. Sosok bertubuh tinggi dan seksi itu berjalan santai menjauh dari lokasi.
Hujan mendadak turun. Wajahnya yang terkena cipratan darah menengadah ke langit. Jutaan jarum air membasuh wajah yang cantik namun sedingin es.
***
Pria tampan di kursi berbahan mewah berwarna merah marun itu menyeringai. Jemarinya memainkan cincin berlian dan mengangguk-angguk.
“Kamu selalu bisa diandalkan, Lily,” pujian itu keluar dari bibir merahnya yang tipis.
“Terserah.” Lily berbalik badan dan berjalan menjauh.
“Stand by. Mungkin akan ada misi baru yang segera datang untukmu.”
Lily mengnhentikan langkah dan sedikit menoleh. “Kamu tahu dimana bisa menemukanku.”
Sosok berambut pirang itu menghilang dibalik pintu.
Pria tampan di kursi itu mendengus. “Si jalang yang sombong.”
***
Kakinya yang jenjang dibiarkannya terendam air hangat dalam Bathtub. Satu kakinya yang lain tertekuk. Lelah mulai menghinggapi tubuhnya yang telanjang.Matanya perlahan terpejam karena merasakan kantuk yang mulai menjalar. Namun sebentar saja dan mata biru terang itu kembali terbuka dan waspada.
Bola matanya yang biru menatap awas ke arah jendela. Telinganya menangkap suara langkah-langkah kaki. Bayangan seseorang muncul beberapa saat kemudian.
Lily sengaja tidak bergerak dari posisinya. Ia semakin waspada saat pintu kamar mandi geser itu terbuka. Lily menghitung ada tiga orang yang masuk ke dalam ruangan.
Tirai yang melindunginya tersingkap kasar dan tangannya sigap menahan moncong senjata yang mengarah padanya. Ditariknya ke atas.
Dor!
Peluru mengenai langit-lagit.
“Hyak! Hak!” Lily melayangkang pukulan ke leher.
Buk!
Uhuk!
Sosok berbaju hitam terbatuk dan memegangi lehernya.
Drtt!! Drtt!!
Berondongan senjata di arahkan pada Lily. Dengan sigap ia menjadikan sosok berarmor lengkap di depannya sebagai tameng manusia. Tubuh itu kejang-kejang diterjang peluru.
Suara tembakan berhenti. Lily paham itu adalah kesempatannya karena senjata sedang diisi ulang. Tubuh polos itu berguling di lantai yang licin dan menendang kaki musuhnya. Sosok berpakaian hitam terjatuh dan dihadiahi pukulan di muka.
Lily berdiri dengan pelan dan melihat orang ketiga di ruangan itu panik saat mengganti magazine. Gadis berambut pirang itu berkacak pinggang dan sengaja menunggu.
“Argh!” suara itu terdengar kesal karena tak berhasil mengganti magazine tepat waktu. Dijatuhkan senapan jenis UMP itu ke lantai. Sosok itu mengangkat kedua tinjunya.
Lily menyeringai dan melakukan hal yang sama. Siap meladeni adu jotos.
Jab jab pendek dilayangkan musuhnya dan dapat dihindari gadis berambut panjang itu dengan baik.
Bugh! Bugh!
Tinju balasan dilayangkan dan berhasil menghujam ke ulu hati. Lawannya terhuyung mundur. Tidak mengambil jeda, Lily menjatuhkan dirinya dan menjegal kaki lawannya. Musuh terjatuh.
Tubuh Lily bergeser mengincar tubuh bagian atas musuhnya. Cengkeraman tangannya erat membelit leher. Kakinya mencapit perut layaknya kepiting.
“Siapa yang mengirim kalian?!” teriak Lily.
“Aku ... lebih baik ... maa ... “
Krek!
Leher itu diputarnya kuat. “Kukabulkan permintaannmu.”
Didorongnya tubuh itu menjauh. Lily berdiri dan beranjak dari kamar mandi. Namun langkahnya terhenti dan ia menoleh karena menyadari sesuatu.
“Yang satu ini belum mati rupanya?”
Kedua tangannya mengepal kuat. Lily reflek menoleh karena merasakan Cahya yang merapat padanya. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya pemuda yang seumuran dengannya itu tampak ketakutan. Lily membaca situasi. Delapan orang yang mengepung dengan membawa parang cukup membuatnya khawatir. ‘Jika sendiri, dengan sedikit keberuntungan mungkin aku bisa mengalahkan mereka semua. Tapi ada orang lain yang bersamaku. Apa iya aku harus mengorbankannya,’ batin Lily. Anak buah Galuh semakin mendekat dengan parang mengancam. Lily semakin siaga. Sementara Cahya terlihat semakin khawatir. “Aku ingin berduel satu lawan satu dengan Galuh,” teriak gadis cantik berambut pirang itu tiba-tiba. Gerombolan pemuda yang mengepung saling pandang. Salah seorang dari mereka tampak menoleh ke belakang. “Dan siapa kamu berani menantangku duel?” terdengar suara seorang wanita menjawab dari arah dalam. Segerombolan pemuda itu terbelah dan sosok
“Lepaskan Din ... dan sebagai gantinya aku yang akan jadi anak buahmu.” Saketi mengamati wajah Lily yang serius. Sejenak kemudian, ia tertawa terbahak diikuti anak buahnya. Lily yang merasa diremehkan, balik badan dan menendang sebelah kaki anak buah Saketi hilang keseimbangan. Belum puas, gadis berambut pirang itu menghujamkan pukulan ke dada dan membuatnya jatuh. Tawa riuh seketika senyap melihat anak buah Sakti kesakitan memegangi dada. Lily digeruduk. “Hentikan!” perintah Saketi. Lily masih dengan kuda-kuda siaga menyaksikan belasan anak buah Saketi mundur setelah menerima titah dari majikannya. “Sepertinya aku meremehkanmu.” Saketi bangkit dari duduknya dan mendekati Lily. Mengamatinya dari ujung kepala ke ke kaki. “Baik. Aku akan melepaskan Din. Tapi aku harus melihat buktinya kalau kamu benar-benar bisa berguna.” “Apa yang harus kulakukan?” tanya Lily. Saketi tak menjawab dan hanya menyeringai lebar. ***
“Ah ini dia. Yang ditunggu akhirnya datang juga,” kata Saketi yang berdiri dengan tangan bersedekap. “Ibu!” “Stop!” Lily berhenti bergerak karena melihat Saketi menarik kerah baju ibunya. “Tunggu! Mereka tak tahu apa-apa. Tolong lepaskan mereka,” pinta Lily memohon. “Kamu mencari orang yang membakar motormu kan? aku pelakunya,” kata Lily dengan suara bergetar. Baru kali ini ia takut kehilangan seseorang dalam hidupnya. “Aku sudah tahu mengenai hal itu,” ujar Saketi. Ia melepaskan cengkeraman tangannya dari kerah baju Atmarini dengan kasar. “Sak, kita bisa bicarakan ini baik-baik,” ujar Din. Saketi mendengus. “Kalian ini rupanya dekat ya.” Lelaki bertubuh kekar dengan kulit agak legam itu berjalan mendekati Lily dan Din. Memperhatikan keduanya. “Jelaskan padaku, apa alasanmu membakar motor Din?” Lily terhenyak. “Aku tak melakukannya." Saketi memiringkan kepala karena heran. “Ada yang aneh di sini. Jika me
Semilir angin dari jendela berjeruji besi masuk dan membelai muka. Memaksa mata birunya terbuka lalu mengerjap pelan mengumpulkan kesadaran. Sementara dari arah ruang tengah Lily mendengar suara ibu dan adik-adiknya. Lily bangkit dan menguak pintu, mengalihkan fokus ibu dan adik-adiknya. “Anna?” seru sang ibu yang masih memangku Natasha. “Baru bangun kak?” tanya gadis kecil bermata biru itu sambil tersenyum. Lily ikut tersenyum dan mendekat ke meja. Mengambil air putih dan meneguknya. Tampak di dapur, Agafia sedang sibuk meracik bumbu. Lily baru sadar waktu makan siang sebentar lagi setelah matanya berputar ke jam dinding yang menunjuk angka 11. ‘Sepertinya semalam tidurku nyenyak sekali,’ batin Lily. “Kamu darimana semalam?” tanya Atmarini membuyarkan lamunannya. Lily menyandarkan punggungnya ke kursi. “Keliling di sekitar kampung saja, Bu.” “Kalau begitu kamu tahu kejadian menghebohkan semalam kan?” Li
“Lily,” panggil Adi yang berlari mendekat dengan panik. “Apa yang terjadi?” tanya Lily. “Entahlah. Kami bangun dan tiba-tiba motor sudah dalam kondisi seperti itu.” Lily kembali melihat ke arah motor yang masih membara. Tampak Din dan warga berusaha memadamkan kobaran api. Karena banyak warga yang membantu, si jago merah dengan cepat dikuasai. Sayangnya Honda CBR 250 CC itu tak dapat diselamatkan. Lily mendekati Din yang masih memandangi motor yang gosong. Meremas pundaknya pelan. Din menoleh dan terkejut. “Lily. Maafkan aku. Motormu... “ “Kan sudah berkali-kali aku bilang kalau itu motormu,” potong Lily. Din tersenyum datar. “Aku enggak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba saja api sudah membesar.” “Tak masalah, Din. Yang penting kamu dan keluarga baik-baik saja.” Mata lelaki tampan itu kembali berputar mengamati motor yang sudah menghitam. Lily pun melakukan hal yang sama. Ada sesuatu yang mendadak mengganjal piki
“Sekarang kamu harus membayar kesombonganmu itu,” kata Jacob. Lily tahu lelaki itu berdiri di belakangnya karena mampu merasakan hembusan napasnya di tengkuk. “Benarkah? Bagaimana aku harus membayarnya?” tanya Lily dengan pandangan tetap ke depan. Tiba-tiba saja, tangan lelaki berjas hitam itu hendak meraba bukit indahnya. Namun dengan sigap Lily menangkap tangan si lelaki tak tahu diri. “Benar sekali. Kamu memang mesum.” Lily memutar tangan Jacob. Krek! “Aaaaaa!!!” Dua sekuriti berlari setelah mendengar teriakan majikannya. Lily menghadiahi Jacob dengan siku tangannya. Bugh! Jacob tumbang di lantai. “Bos,” teriak salah seorang satpam dengan begitu sampai di ambang pintu. “Tunggu apa lagi, hajar dia!” teriak Jacob kesakitan memegangi tangannya yang terkilir. Sekuriti berbadan besar meraih lengan Lily. Dengan sigap gadis berambut pirang itu memutar lengan dan membuat cengkeraman di
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments