共有

3 - Kesetanan

作者: Ari Keling
last update 最終更新日: 2023-02-21 15:32:56

            Gugun sangat terkejut ditabrak oleh Anja, terlebih kepala belakangnya membentur lantai. Dia mendadak pening dengan pandangan memburam. Kendati dalam kondisi telentang seperti itu, dia tetap refleks mencekik leher Anja yang kini berada di atas tubuhnya. Gendang telinganya dipukul oleh suara geraman Anja yang menakutkan, tetapi karena itu pandangannya kembali fokus. Dia pun sadar betul tengah dalam kondisi genting, di mana nyawanya seolah hendak dicabut oleh Anja.

Kedua mata Anja yang semerah darah tak pernah berkedip. Kedua tangannya terus menggapai-gapai tubuh Gugun, sampai kemudian berhasil mencekik leher temannya itu. Sambil menggeram, sesekali giginya bergemelutuk karena hendak menggigit Gugun.

            “To-tolonggg …,” tandas Gugun seraya menoleh ke kiri. Dia melihat Dokter Idrus dan Suster Ana berjongkok di bawah meja.

            Dokter Idrus dan Suster Ana bersitatap dengan wajah tegang. Keduanya masih belum berani bergerak barang sedikit pun. Mereka takut salah mengambil keputusan lantaran tak ingin malah mereka yang celaka.

            Gugun tetap berupaya menahan tubuh Anja yang terus bergerak tak terkendali. Ingin rasanya dia mendorong Anja, tetapi tak punya kekuatan untuk melakukan itu. Sedangkan kedua kakinya yang hendak menendang terus ditahan oleh tungkai Anja. Sementara itu, mukanya sudah memerah padam dan napasnya tersendat akibat cekikan Anja. “To-tolonggg …,” pintanya lagi kepada Dokter Idrus dan Suster Ana.

            Kali ini ada dorongan dalam batin Dokter Idrus dan Suster Ana untuk segera menolong Gugun. Perasaan itu bukan hanya didasari karena mereka tenaga medis yang terbiasa menolong orang, tetapi juga lantaran cuma mereka yang saat ini bisa membantu Gugun. Di area itu tidak ada orang lain.

Sementara itu, beberapa orang yang berada di dalam tirai pasien hanya mendengar samar akan permintaan tolong Gugun. Mereka berpikir tidak ada keadaan yang mengerikan, yang bisa jadi berimbas ke diri mereka.

Dokter Idrus berdiri. Dengan takut-takut dia menghampiri Anja.

“Tendang aja, Dok,” kata Suster Ana seraya berdiri, tetapi tetap berada di dekat meja.

Dokter Idrus menelan ludahnya. Seumur hidup dia tidak pernah menendang siapa pun, sehingga melakukan itu sulit sekali.

“Ce-cepaattt, Dok,” rengek Gugun yang merasa hampir mati.

Dokter Idrus mengambil ancang-ancang untuk menendang. Belum sempat dia melayangkan kakinya ke tubuh Anja, tiba-tiba saja Suster Ana berlari cepat memukul tubuh Anja menggunakan bangku.

Hantaman itu membuat Anja terpental ke kanan membentur tembok. Namun, dia tampak tidak kesakitan sama sekali. Sepertinya rasa sakit sudah tiada dalam otak dan keseluruhan tubuhnya. Dia pun bangkit berdiri. Kendati kedua tungkainya terlihat goyah, tetapi dia tetap menakutkan. Matanya yang semerah darah benar-benar nyalang melihat Gugun, Suster Ana, dan Dokter Idrus.

Gugun yang terbebas dari cengkeramam Anja langsung berdiri sambil terbatuk-batuk. Dia memegang lehernya yang sakit sembari mundur mendekati Suster Ana. Dia terus mengawasi Anja karena khawatir temannya itu kembali menyerangnya. Kali ini dia harus siap menghindar atau melawan.

Anja kembali menggeram.

“Nja, sadar, Nja!” seru Gugun.

Anja tidak mendengarkan ucapan Gugun. Dia kini memfokuskan pandangannya kepada Suster Ana.

“Dia bukan lagi temanmu,” tandas Dokter Idrus.

“Apa maksud, Dokter?” Gugun bertanya tanpa melihat Dokter Idrus. Dia terus menatap Anja yang mulai mengangkat kedua tangan untuk siap kembali menerkam.

            “Mungkin dia kerasukan setan,” terka Suster Ana.

            Tanpa aba-aba lagi, Anja berlari menuju suster Ana. Dia kembali menyerang dengan geraman dan raut muka yang seperti kelaparan. Namun, gerakannya terhenti karena tubuhnya terkena bangku yang dilempar Suster Ana.

            “Sus, cepat panggil sekuriti!” kata Dokter Idrus.

            Suster Ana tidak menyahut karena pikirannya kalang kabut. Kendati tadi dia cukup berani, tetapi kali ini merasa takut lagi.

            “Ayo!” Gugun menarik lengan suster Ana untuk keluar dari IGD.

            Sementara itu, beberapa orang mulai keluar dari balik tirai pasien. Mereka saling bertanya  karena mendengar suara ribut yang tak kunjung selesai. Kini, mereka menduga ada yang tidak beres di sekitar mereka.

            Baru saja Gugun dan Suster Ana sampai di antara ranjang pasien, keduanya mendengar suara gedebuk yang membuat mereka spontan berhenti melangkah. Keduanya membalikkan badan untuk memeriksa keadaan. Bersama orang-orang di sana, keduanya menyaksikan Anja kini menindih dokter Idrus yang telentang di lantai.

            Anja membenamkan wajahnya ke leher Dokter Idrus, sementara kepalanya bergerak patah-patah seperti sedang menggigit dan menarik sesuatu dengan giginya. Sementara itu, kedua tungkainya menahan gerakan kaki Dokter Idrus. Sedangkan kedua tangannya mencengkeram kuat lengan Dokter Idrus.

            Semua orang makin waswas dengan jatung berdebar-debar, terutama Gugun dan Suster Ana yang tahu betul bagaimana beringasnya Anja. Beberapa orang makin bingung dan bertanya-tanya apa yang tengah dilakukan Anja terhadap Dokter Idrus.

            Tiba-tiba Anja menghentikan kegiatannya. Kepalanya berhenti bergerak untuk sesaat. Kemudian dia menoleh dengan gerakan cepat ke arah semua orang. Kedua matanya makin merah membara, sementara mulutnya berlumuran darah. Dia menggeram seraya berdiri dengan gerakan yang siap menyerang semua orang.

            Sementara itu, tubuh Dokter Idrus kelojotan. Darah merembas dari leher membahasi pakaiannya dan lantai.

            Seorang ibu refleks berteriak histeris melihat Anja. Seorang perempuan belia langsung berlari keluar IGD. Sementara yang lainnya membeku, seakan-akan kedua kaki mereka dipaku ke lantai.

            Anja kemudian berlari menuju orang-orang.

***

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード
コメント (1)
goodnovel comment avatar
Irayshi
sepertinya penulis lupa, rumah sakit gak boleh berisik, seharusnya sudah terjadi kerusuhan dari pasien lain atau satpam yang ada rumah sakit itu :(
すべてのコメントを表示

最新チャプター

  • Mayat-Mayat Hidup   83 - Menghindari Kematian

    Zombi laki-laki dengan wajah penuh darah mendelik tajam ke ujung koridor. Dia berjalan tertatih-tatih dengan caping hidung kembang kempis. Dia mengendus bau seseorang yang berada beberapa meter darinya. Kedua tangannya terulur ke depan dengan sikap siap menerkam. Kendati langkahnya terhuyung, tetap saja dia tampak ganas dan mengancam.Setibanya di depan area suster, zombi ini mendapati seorang laki-laki yang baru saja memakan wafer. Seketika mata merahnya makin nyalang. Giginya bergemeletuk siap menerkam. Di ujung bibirnya air liur menetes bercampur darah. Dia menggeram siap menyerang, sehingga laki-laki itu terkejut dan menyadari kehadirannya. Dia mendapati ketakutan di wajah laki-laki itu. Dia bisa mencium kengerian yang terpancar dari sikap laki-laki tersebut. Dengan gerakan mendadak dia menyerang laki-laki itu sambil menggeram lebih keras.Kiman yang tak siap dengan serangan zombi itu menjadi syok dan tak bisa bergerak, sehingga dia diterjang zombi tersebut. Dia terjatuh ke bel

  • Mayat-Mayat Hidup   82 - Senyap Mencekam

    Pak Sapto mengusap wajah sembari mengembuskan napas panjang. Entah bagaimana sedari tadi dia memercayai Gugun sebagai teman curhat. Dia menceritakan semua keresahan hati atas masalah yang dihadapi dalam rumah tangganya. Meski menyisakan kekesalan dan kesedihan, tetapi kali ini dia merasa cukup lega, seolah-olah baru saja memuntahkan segala beban yang sudah lama tersimpan.Sementara Gugun tidak menyangka baru saja mendengar kisah Pak Sapto yang akhirnya bercerai dengan Bu Erna. Niatnya yang sekadar menemai waktu jaga Pak Sapto, malah mendapat cerita yang membuatnya semakin berhitung soal pernikahan. Diam-diam dia jadi khawatir unruk berumah tangga. Saat berpikir begitu, dia tersadar akan dua hal. Pertama, dia tidak punya pacar. Kedua, situasinya masih sangat berbahaya dan dia tidak tahu apakah bisa selamat, lalu bertemu perempuan yang dicintai sampai menikah. Dia merasa telah berpikir terlalu jauh akan hal itu. Kini dia menyadarkan diri sendiri untuk fokus pada keselamatan terlebih d

  • Mayat-Mayat Hidup   81 - Tamat

    Penciumannya mendapati harum masakan. Otaknya lantas memerintahkan matanya terbuka perlahan. Dengan heran Pak Sapto terjaga dari tidurnya. Dia yang telentang di lantai ruang depan bergerak perlahan untuk duduk. Dia melihat Wati tersenyum padanya. Anaknya itu duduk dengan wajah segar sehabis mandi. Dia masih bingung telah tersaji nasi hangat, cah kangkung, telor ceplok diberi bumbu cabai, serta ikan bandeng goreng. Semua makanan itu jelas masih hangat dan menggugah selera. Dia menelan ludah karena perutnya mendadak minta diisi.Bu Erna datang dari ruang tengah sambil membawa seteko teh hangat. “Makan dulu,” katanya pada Pak Sapto dengan ramah. Dia duduk di sebelah Wati, lalu menuangkan teh hangat ke dalam gelas dan menaruhnya di dekat Pak Sapto.Pak Sapto tersenyum canggung. Dia meneguk teh hangat itu perlahan. Dia masih bingung dengan sikap Bu Erna yang mendadak baik. Dia jadi bertanya-tanya, apa yang membuat istrinya itu pulang, lalu bisa dan mau menyediakan makanan sebegini mewah

  • Mayat-Mayat Hidup   80 - Mengejutkan

    Sedari pagi Pak Sapto mengojek. Meski penghasilannya tetap sedikit, dia merasa lega. Pasalnya, nanti malam dia akan bertemu dengan pembeli motornya. Hari ini seperti menjadi hari perpisahan dengan motornya itu. Kendati lahir perasaan senang, tetapi dia juga sedih. Dia bahagia karena telah mendapat jalan keluar dari masalahnya. Dia sudah mendapatkan solusi terbaik meski risikonya harus merelakan motor yang sudah bertahun-tahun bersamanya.Dia sempat berpikir menemui Pak Hardi dan Mak Gaple untuk memberi tahu mereka bahwa akan membayar utangnya nanti malam. Namun, dia urung karena diserang perasaan malu. Dia pun memutuskan nanti saja setelah mendapat uang pembayaran motor, dia langsung menemui kedua orang itu dan melunasi utangnya. Meski tetap malu, tetapi membawa uang untuk melunasi semuanya tentu perasaannya jadi lebih lega. Uang akan membuatnya lebih percaya diri.Sudah seminggu ini pula dia tidak menghubungi Bu Erna dan Wati. Dia membiarkan istri dan anaknya itu tetap di rumah me

  • Mayat-Mayat Hidup   79 - Jalan Keluar

    Pak Sapto terus berusaha melunasi utang-utangnya, terutama terhadap Pak Hardi dan Mak Gaple. Dia masih enggan ke pangkalan ojek karena malu bertemu kedua orang itu. Dia merasa bersalah telah menghancurkan kepercayaan orang-orang baik itu. Namun, upayanya masih sulit. Penghasilannya mengojek cuma bisa buat makan dan beli bensin. Yang paling menyebalkan, dia masih saja membeli rokok. Dia kesal pada diri sendiri karena sudah kecanduan rokok dan tak bisa—lebih tepatnya tak mau—berhenti, sehingga pendapatannya yang sedikit itu habis juga untuk membeli rokok. Dari hari ke hari penghasilan Pak Sapto bukan membaik, tetapi malah menurun. Sudah tahu begitu, dia tetap tidak mau berhenti merokok. Dibelinya juga gulungan tembakau itu. Bahkan, dia rela tidak makan siang asal bisa merokok. Perutnya yang lapar dia ganjal dengan minum kopi. Dalam keputusasaan yang kian mendalam, Pak Sapto menghentikan motornya di sisi jalan raya. Sementara itu, waktu sudah bakda isya. Di dekat taman kota itu dia me

  • Mayat-Mayat Hidup   78 - Minggat

    Sementara di sore itu pula Wati hanya bisa menyimak percakapan Pak Sapto dan Bu Erna dari ruang tengah. Dia duduk di tepi ranjang dengan hati sedih dan gelisah. Dia khawatir Pak Sapto dan Bu Erna bertengkar dengan suara keras, tetapi batinnya lumayan melega karena perdebatan kedua orang tuanya bisa teredam. Sebelumnya, dia sangat khawatir Bu Erna marah-marah dengan suara meledak, tetapi kekhawatiran itu tidak terjadi. Namun, dia tahu pasti hati Bu Erna terlukai dengan sikap Pak Sapto. Dia paham betul kalau ibunya sangat kecewa terhadap bapaknya yang ternyata telah berutang ke beberapa orang. Wati sebenarnya juga kecewa kepada Pak Sapto, tetapi dia mau mencoba mengerti posisi bapaknya itu. Dia yakin sekali Pak Sapto terpaksa berutang untuk memenuhi kebutuhan dia dan Bu Erna. Dia berpikir, mungkin Pak Sapto tidak punya cara lain untuk mendapatkan uang supaya dia dan Bu Erna tetap bisa makan selain mendapat tambahan uang dari berutang. Dia paham sekali pendapatan mengojek ja

  • Mayat-Mayat Hidup   77 - Kejutan Lain

    Bu Erna tercenung tidak tenang selepas Bu Ika pulang. Dia sungguh syok mendapati cerita dari perempuan itu. Dia tahu betul bahwa Bu Ika tidak mungkin berbohong. Dia juga berupaya memahami posisi Bu Ika yang terpaksa mendatanginya. Kalau dia berada di posisi Bu Ika, barangkali dia tidak sesabar perempuan itu. Mungkin dia langsug memaki orang yang mengutang pada suaminya di tengah situasi sulit. Dia tidak tahan dengan keadaan busuk ini. Akhirnya dia terpaksa menyeka air mata yang membasahi pipi. Dia sungguh tidak menyangka kalau Pak Sapto sampai berani berutang sana-sini. Dia pikir selama ini uang yang diberikan oleh suaminya itu benar-benar hasil dari mengojek. Dia jadi berpikir ulang. Dia merasa bodoh telah memercayai sepenuhnya omongan Pak Sapto selama ini. Dia tidak tahu bagaimana kelakuan Pak Sapto di luar sana. Bisa jadi memang benar bahwa Pak Sapto jadi kebiasaan mengutang untuk sekadar mengopi dan merokok. Dia jadi kesal saat membayangkan pikiranya itu adalah kenyat

  • Mayat-Mayat Hidup   76 - Rahasia Terbongkar

    Semakin hari Pak Sapto kian merasa tertekan. Dia tidak bercerita pada Bu Erna kalau uang yang didapat ojek sebenarnya sedikit. Kebanyakan dia dapat dari mengutang sana-sini. Berhari-hari dia berusaha gali lubang tutup lubang menyoal utangnya itu. Namun, lubangnya kian dalam dan membesar, sementara tutupnya justru mengecil. Penghasilannya tidak bisa mencukupi kebutuhannya, terutama untuk anak dan istrinya.Akan tetapi, Pak Sapto terus berupaya terlihat baik-baik saja di depan Bu Erna dan Wati. Dia bersikap seolah tidak sedang mengalami masalah besar bernama utang. Sementara Bu Erna hanya tahu utang-utangnya di warung Bu Yuni bisa terus dibayar dari uang yang diberikan Pak Sapto. Bu Erna tidak tahu uang diberikan Pak Sapto adalah hasil dari utang suaminya itu kepada beberapa orang.Jam lima sore itu Pak Sapto pulang dan langsung duduk di lantai ruang depan. Dia sudah berusaha mencari pengguna ojek pangkalan, tetapi hasilnya tidak seperti harapan. Seharian cuma dapat dua orang yang mi

  • Mayat-Mayat Hidup   75 - Upaya Bertahan

    Jam lima pagi Pak Sapto sudah keluar mengojek. Dia hanya minum teh manis hangat buatan sendiri. Dia tidak mau meminta Bu Erna yang sedang mencuci pakaian di kamar mandi membuat sarapan untuknya. Pertama, memang tidak ada stok makanan. Hanya ada beras tinggal satu liter. Tidak ada nasi sisa semalam. Tidak ada bumbu penyedap. Tidak ada cabai, bawang, dan bumbu dapur lainnya. Kedua, dia tidak mau membuat Bu Erna marah lagi dengan hanya meminta dibuatkan minuman hangat. Daripada pagi yang masih lumayan dingin ini menjadi panas, dia memilih pergi bahkan tanpa pamitan. Semalam juga dia tidur di lantai ruang depan. Dibiarkannya Wati dan Bu Erna tidur di kasur di ruang tengah.Dia sengaja berusaha keluar rumah sepagi mungkin untuk mendapatkan penumpang yang mau berangkat kerja. Meski dia tahu dan sudah merasakan persaingan yang berat melawan ojek daring, tetap saja mau tak mau keadaan itu terus dilalui. Dia tidak dapat berpikir hal lain selain mengojek. Dia tidak punya keahlian lain. Mungki

無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status