Rasa puas melihat ibu Cokky babak belur dan lemas, Ojan dan Fahmi berlari menyelamatkan diri ke arah belakang gedung. Mereka berlari melalui pintu belakang dengan hati – hati dan tetap waspada.
Di belakang sudah menunggu Annan dan yang lain dengan sebuah mobil. Jarot yang melihat Ojan dan Fahmi berlari dari kejauhan langsung membukakan pintu.“Bagaimana – Bagaimana? Sukseskan rencana kita?” tanya Jarot dengan antusias dan memeluk dua saudaranya tersebut secara bergantian.“Sukseslah!” jawab Fahmi sambil tertawa.“Kalau Ojan tidak mencegahku, sudah mampus itu nenek peyot.” Ojan menjawab juga dengan antusias sambil melempar rambut palsunya ke tanah.“Ayo naik dulu! Ceritanya di mobil saja,” ajak Gaying, dia kawatir nanti keburu ketahuan dan aksi mereka gagal karena hal tersebut.Saat menaiki mobil, Aneet mengajak kedua pamannya itu tos untuk merayakan kemenangan mereka. Gaying menjalankan mobilny“Tapi siapa ya Pak?” tanya lagi asistennya.Plak!Pramono menepuk jidatnya dan kembali merebahkan badannya ke sofa ketika sang asisten masih belum juga mengetahui jawabannya.“Dengar ya! Sekali lagi loh ini aku, habis ini kalau kamu masih belum tahu aku langsung pulang.” Ancam Pramono. “Di sini ini! Di kantor kita! Siapa yang pernah diajar militer? Mengatur strategi perang, cara pemusnahan barang bukti, merakit senjata dan teknik penjinakan serta pembuatan bom?” Pramono mencoba menjelaskannya dengan pelan dan sedetail mungkin agar si asisten mudah dalam menjawabnya.“Gaying, Gayang dan Aneet!” seru sang asisten dengan senyuman karena bisa menjawab pertanyaan Pramono.“Nah! Pintar sekali Anda!” Pramono juga berseru gembira seakan – akan dirinya sudah bida mencetak gol di gawang lawan dari puasa gol yang sangat lama. “Tapi sayangnya nanti kita tidak bisa menjerat mereka, karena tidak ada b
“Aneet main sama anak – anak gangs motor? Sejak kapan?” tanya Pramono terkejut dan tidak percaya.“Kalau pastinya kapan saya kurang tahu pak. Tapi mereka anak – anak baik didikan kakak saya sendiri, saya juga tahu kegiatan mereka jadi ya sudah,” jawab Annan dengan sangat santai. “Maaf ini, Saya tinggal sebentar. Aneet jika bukan bapaknya yang membangunkan sedikit susah soalnya,” pamit Annan lalu berdiri berjalan menuju kabar Aneet.Setelah Annan meninggalkan mereka, sang Asisten memberi tahu kepada Pramono dengan berbisik bahwa itu adalah gangs motor ini pernah tertangkap oleh polisi karena balapan liar. Dengan berbisik pula Pramono memprotes kenapa tidak ada memberi tahu kepadanya akan hal itu.Annan yang telah tiba di kamar langsung duduk di samping buah hatinya yang tertidur pulas. Dia usap – usap pipi Aneet dengan lembutnya.“Sayang! Ayo bangun, kamu dicari pak Pramono,” ucap Annan dengan
“Dokter! Ini Gayang... Aneet demam tinggi hingga empat puluh satu derajat. Dokter bisa ke sini sekarang?” Gayang berhenti berbicara karena mendengarkan dokter Tito yang membalas pertanyaannya. “Baik Dok! Habis ini langsung saya share via whatsapp,” sambung Gayang menjawab Tito.Tanpa banyak kata Gayang lalu memainkan jari jemarinya dengan lentik menari pada layar ponselnya untuk mengirim share lokasi ke dokter Tito.“Ying! Kata dokter Tito kompres terus ya jangan berhenti,” kata Gayang meneruskan perintah dokter Tito.“Berapa lama dokter Tito sampai sini?” tanya Gaying sambil memeras kompres air es untuk Aneet.“Lima belas menit!” jawab Gayang singkat sambil membuka selimut Aneet. “Anees tolong telapak kakinya di oleh oles minyak sambil di gosok,” Titah Gayang yang langsung dilaksanakan oleh Anees.Sementara yang lain masih berkerumun di sekitar Aneet sembari diselimuti rasa cemas di hat
“Musuh yang lebih cerdas apa Kak?” sahut Cokky yang baru keluar dari kamar tidur ketika mendengar terikan dari Tomo.“Diam kamu!” bentak Tomo kepada Cokky. “Kamu, harusnya juga ikut berpikir! Bukan bisanya Cuma bercinta saja dengan para pelacurmu!” bentar Cokky lebih keras.Kelakuan Cokky yang membawa para perempuan menghibur ke tempatnya membuatnya merasa tidak nyaman. Ditambah lagi mistri orang yang membuatnya merasa takut semalam belum terpecahkan.Hal itu membuat hidup Tomo menjadi sangat tidak nyaman. Tidur tak nyenyak dan tidak ada rasa lapar yang melanda.Bruk!Tiga buah map lempar Tomo ke arah Sultan yang tempat mendarat di atas meja depan sultan duduk. Setelah sebelumnya dia mengambil terlebih dahulu berkas – berkas itu dari rak yang tidak jauh dari mereka berbicara.“Apa ini Kak?” tanya Sultan heran.“Ambil!... Baca!...” titah sultan sambil menunjuk map itu dengan jari telu
“Yah!... Ayah!” teriak Aneet dengan suaranya yang goyang karena dalam keadaan menangis.Annan yang sedang mengobrol dengan Fahmi tentang ada orang yang sedang mengintai white house mendengar samar panggilan dari putrinya.“Eh... Stop dulu ya. Anakku memanggil kayaknya,” Pamit Annan dengan panik dan sembarangan meletakkan gelasnya.Dia berjalan dengan cepat menuju ke kamar untuk memastikan bahwa suara yang dia dengar datang dari putrinya yang memanggil.Orang – orang yang melihat Annan bertanya satu dengan yang lain tentang hal yang sedang terjadi pada Annan.“Kenapa sayang?” tanya Annan dengan suaranya yang lembut ketika dia membuka pintu kamar tempat Aneet sedang beristirahat.Dirinya terkejut melihat sang putri menangis dengan isaknya yang begitu terdengar.“Aneet tidak mau sendiri Ayah!” jawab Aneet dengan mengusap airmata yang menitih dari matanya.Sang ayah lalu dengan cepat mend
Pramono yang penasaran dengan terburu – buru mengambil berkas tersebut.“Bangsat! Ternyata dia orangnya!” umpat Pramono setelah melihat dan pelajari dokumen yang Aneet berikan.“Bapak pasti tidak menyangkakan?” celetuk Aneet. “Jika dalam setahun ini operasi yang bapak lakukan selalu gagal karena orang ini telah memberi informasi kepada target bapak.” Aneet melanjutkan pembicaraannya dengan pandangan yang serius.“Terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini,” tutur Pramono sembari menjabat tangan Aneet. “Oh ya, sampaikan salam dan terima kasihku kepada Ying dan Yang,” sambung Pramono yang membalas pandangan Aneet juga dengan serius.“Dengan senang hati pak,” balas Aneet dengan senyum.Pramono berpamitan untuk kembali ke kantor polisi dan berjanji kepada Aneet untuk menyelesaikan masalah ini dengan segera.Aneet yang masih memegang pergelangan tangan Anees, meng
“Tapi Yah!” Aneet masih sangat ingin membuat orang yang berada di dalam mobil itu berhenti, untuk mengetahui dalang di balik peristiwa ini.“Sayang! Mereka sudah jauh, kalau dipaksa bisa membahayakan pengguna jalan yang lain... Kita urus yang sudah tertangkap dulu, kita cari informasi dari mereka,” ucap Annan membujuk sang putri dengan memegang tangan Aneet yang saat ini memegang pistol.Annan mengajak sang putri untuk pergi dari jalan agar tidak mengganggu pengguna jalan lain. Dengan lembut Annan menggandeng tangan Aneet untuk melangkah.Kelima orang bertopeng itu diamankan oleh Gaying, Gayang dan Jarot di sudut toko. Empat orang dengan tangan terikat sabuk dan satu orang di sampingnya terkapar dengan luka tembak tapi dia tidak membuatnya meregang nyawa karena Annan sengaja menembak pada bagian tangan yang memegang pistol.Bak! Bak! Bak!Kaki Jarot menendang ke arah empat orang dengan tangan terikat, dia masih terbakar emosi dengan t
Di tempat persembunyiannya, Tomo yang masih merasakan sakit ditangannya karena luka tembak yang dihadiahkan oleh Aneet. Terpaksa tetap mengadakan koordinasi dengan seluruh pimpinan gangs wilayah dua. Dia lalu menyuruh Cokky untuk segera menghubungi para pimpinan gangs di bawah naungannya.“Bagaimana kak Tomo kondisinya?” tanya Hendra“Ya... Seperti yang kamu lihat.” Tomo menunjukkan tangan kanannya yang terbalut perban dengan sedikit bercak merah. “Brengsek! Gadis kecil anaknya Annan itu, berani – beraninya menyarangku!” lanjutnya mengumpat Aneet dengan geram dan salah satu tangannya mengepal.“Ini aku bawa obat pereda rasa sakit, semoga bisa membantu.” Hendra meletakkan sebuah kantung plastik transparan di meja yang berisi beberapa jenis obat.“Terima kasih, Hend!” ucap Tomo.Mengisi waktu sambil menunggu yang lain berkumpul, Tomo menyempatkan terlebih dahulu untuk meminum obat ya