Merasa sudah tenang Rika lalu mengajak Aneet bergabung dengan yang lainya. Mereka membicarakan tentang rencana teratai untuk ke depannya.
“Rika, sepertinya kami harus mohon diri dulu. Karena nanti malam ada hal yang harus kami lakukan,” Pamit Annan.“Ya kak Annan. Terima kasih atas segala bantuannya untuk Rika,” ucap Rika dengan penuh kesedihan. “Kak Annan. Sampai kapan Rika harus ada di sini?” tanya Rika dengan pelan.“Semua di teratai itu saudara Rika, jadi sesama saudara sudah pantasnya saling membantu,” kata Annan sambil merangkul Rika. “Kalau di sininya, sampai semua aman untukmu. Tapi kakak janji ini tidak akan lama,” jawab AnnanRika mengangguk. “Iya Kak Annan, Rika akan bersabar untuk hal itu.”Saat ini suatu kegalauan besar melanda Arman. Di mana dia harus memilih antara menjaga adiknya di sini atau membantu Annan melakukan balas dendam.Mengetahui kegalauan hati sang kakak“Wow! Ha...!” teriakan kemenangan Annan, Jarot, Gaying, Gayang dan Aneet terdengar dengan kompak sambil mengangkat kedua tangan mereka secara bersama – sama.Saat layar di dalam mobil yang mereka lihat memunculkan dua karaoke dan satu bar Cokky yang meledak secara bersama – sama.“Ayah puas!” tanya Aneet dengan berteriak.“Puas sayang, ayah puas sekali! Terima kasih sayang!” jawab Annan lalu memberikan ciuman dan pelukan kepada Aneet.“Siapa suruh bakar Bar ayahku, sekarang rasakan dua tempat karaoke dan satu Barmu luluh lantah dengan satu ledakan,” ungkap Aneet pelan saat Annan melepaskan pelukannya.Sekarang mereka langsung menuju ke suatu tempat yang dekat dengan kasino Cokky untuk melakukan aksi berikutnya.***Wiu... Wiu... Wiu...Suara sirene pemadam kebakaran beriringan dengan sirene mobil polisi yang saling bersahutan datang di tiga lokasi terjadinya ledakan dan kebakaran.
Rasa puas melihat ibu Cokky babak belur dan lemas, Ojan dan Fahmi berlari menyelamatkan diri ke arah belakang gedung. Mereka berlari melalui pintu belakang dengan hati – hati dan tetap waspada.Di belakang sudah menunggu Annan dan yang lain dengan sebuah mobil. Jarot yang melihat Ojan dan Fahmi berlari dari kejauhan langsung membukakan pintu.“Bagaimana – Bagaimana? Sukseskan rencana kita?” tanya Jarot dengan antusias dan memeluk dua saudaranya tersebut secara bergantian.“Sukseslah!” jawab Fahmi sambil tertawa.“Kalau Ojan tidak mencegahku, sudah mampus itu nenek peyot.” Ojan menjawab juga dengan antusias sambil melempar rambut palsunya ke tanah.“Ayo naik dulu! Ceritanya di mobil saja,” ajak Gaying, dia kawatir nanti keburu ketahuan dan aksi mereka gagal karena hal tersebut.Saat menaiki mobil, Aneet mengajak kedua pamannya itu tos untuk merayakan kemenangan mereka. Gaying menjalankan mobilny
“Tapi siapa ya Pak?” tanya lagi asistennya.Plak!Pramono menepuk jidatnya dan kembali merebahkan badannya ke sofa ketika sang asisten masih belum juga mengetahui jawabannya.“Dengar ya! Sekali lagi loh ini aku, habis ini kalau kamu masih belum tahu aku langsung pulang.” Ancam Pramono. “Di sini ini! Di kantor kita! Siapa yang pernah diajar militer? Mengatur strategi perang, cara pemusnahan barang bukti, merakit senjata dan teknik penjinakan serta pembuatan bom?” Pramono mencoba menjelaskannya dengan pelan dan sedetail mungkin agar si asisten mudah dalam menjawabnya.“Gaying, Gayang dan Aneet!” seru sang asisten dengan senyuman karena bisa menjawab pertanyaan Pramono.“Nah! Pintar sekali Anda!” Pramono juga berseru gembira seakan – akan dirinya sudah bida mencetak gol di gawang lawan dari puasa gol yang sangat lama. “Tapi sayangnya nanti kita tidak bisa menjerat mereka, karena tidak ada b
“Aneet main sama anak – anak gangs motor? Sejak kapan?” tanya Pramono terkejut dan tidak percaya.“Kalau pastinya kapan saya kurang tahu pak. Tapi mereka anak – anak baik didikan kakak saya sendiri, saya juga tahu kegiatan mereka jadi ya sudah,” jawab Annan dengan sangat santai. “Maaf ini, Saya tinggal sebentar. Aneet jika bukan bapaknya yang membangunkan sedikit susah soalnya,” pamit Annan lalu berdiri berjalan menuju kabar Aneet.Setelah Annan meninggalkan mereka, sang Asisten memberi tahu kepada Pramono dengan berbisik bahwa itu adalah gangs motor ini pernah tertangkap oleh polisi karena balapan liar. Dengan berbisik pula Pramono memprotes kenapa tidak ada memberi tahu kepadanya akan hal itu.Annan yang telah tiba di kamar langsung duduk di samping buah hatinya yang tertidur pulas. Dia usap – usap pipi Aneet dengan lembutnya.“Sayang! Ayo bangun, kamu dicari pak Pramono,” ucap Annan dengan
“Dokter! Ini Gayang... Aneet demam tinggi hingga empat puluh satu derajat. Dokter bisa ke sini sekarang?” Gayang berhenti berbicara karena mendengarkan dokter Tito yang membalas pertanyaannya. “Baik Dok! Habis ini langsung saya share via whatsapp,” sambung Gayang menjawab Tito.Tanpa banyak kata Gayang lalu memainkan jari jemarinya dengan lentik menari pada layar ponselnya untuk mengirim share lokasi ke dokter Tito.“Ying! Kata dokter Tito kompres terus ya jangan berhenti,” kata Gayang meneruskan perintah dokter Tito.“Berapa lama dokter Tito sampai sini?” tanya Gaying sambil memeras kompres air es untuk Aneet.“Lima belas menit!” jawab Gayang singkat sambil membuka selimut Aneet. “Anees tolong telapak kakinya di oleh oles minyak sambil di gosok,” Titah Gayang yang langsung dilaksanakan oleh Anees.Sementara yang lain masih berkerumun di sekitar Aneet sembari diselimuti rasa cemas di hat
“Musuh yang lebih cerdas apa Kak?” sahut Cokky yang baru keluar dari kamar tidur ketika mendengar terikan dari Tomo.“Diam kamu!” bentak Tomo kepada Cokky. “Kamu, harusnya juga ikut berpikir! Bukan bisanya Cuma bercinta saja dengan para pelacurmu!” bentar Cokky lebih keras.Kelakuan Cokky yang membawa para perempuan menghibur ke tempatnya membuatnya merasa tidak nyaman. Ditambah lagi mistri orang yang membuatnya merasa takut semalam belum terpecahkan.Hal itu membuat hidup Tomo menjadi sangat tidak nyaman. Tidur tak nyenyak dan tidak ada rasa lapar yang melanda.Bruk!Tiga buah map lempar Tomo ke arah Sultan yang tempat mendarat di atas meja depan sultan duduk. Setelah sebelumnya dia mengambil terlebih dahulu berkas – berkas itu dari rak yang tidak jauh dari mereka berbicara.“Apa ini Kak?” tanya Sultan heran.“Ambil!... Baca!...” titah sultan sambil menunjuk map itu dengan jari telu
“Yah!... Ayah!” teriak Aneet dengan suaranya yang goyang karena dalam keadaan menangis.Annan yang sedang mengobrol dengan Fahmi tentang ada orang yang sedang mengintai white house mendengar samar panggilan dari putrinya.“Eh... Stop dulu ya. Anakku memanggil kayaknya,” Pamit Annan dengan panik dan sembarangan meletakkan gelasnya.Dia berjalan dengan cepat menuju ke kamar untuk memastikan bahwa suara yang dia dengar datang dari putrinya yang memanggil.Orang – orang yang melihat Annan bertanya satu dengan yang lain tentang hal yang sedang terjadi pada Annan.“Kenapa sayang?” tanya Annan dengan suaranya yang lembut ketika dia membuka pintu kamar tempat Aneet sedang beristirahat.Dirinya terkejut melihat sang putri menangis dengan isaknya yang begitu terdengar.“Aneet tidak mau sendiri Ayah!” jawab Aneet dengan mengusap airmata yang menitih dari matanya.Sang ayah lalu dengan cepat mend
Pramono yang penasaran dengan terburu – buru mengambil berkas tersebut.“Bangsat! Ternyata dia orangnya!” umpat Pramono setelah melihat dan pelajari dokumen yang Aneet berikan.“Bapak pasti tidak menyangkakan?” celetuk Aneet. “Jika dalam setahun ini operasi yang bapak lakukan selalu gagal karena orang ini telah memberi informasi kepada target bapak.” Aneet melanjutkan pembicaraannya dengan pandangan yang serius.“Terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini,” tutur Pramono sembari menjabat tangan Aneet. “Oh ya, sampaikan salam dan terima kasihku kepada Ying dan Yang,” sambung Pramono yang membalas pandangan Aneet juga dengan serius.“Dengan senang hati pak,” balas Aneet dengan senyum.Pramono berpamitan untuk kembali ke kantor polisi dan berjanji kepada Aneet untuk menyelesaikan masalah ini dengan segera.Aneet yang masih memegang pergelangan tangan Anees, meng