Sejak kapan dia pandai bersandiwara dan bersikap tidak terjadi apa-apa selama kami makan malam? Aku pikir dia sama sekali tidak menyadari kehadiran laki-laki itu di sana. Ternyata dia melihatnya. Baiklah. Ini akan menjadi malam yang panjang bagi kami berdua.
“Akan aku jelaskan.”
“Kamu tidak perlu menjelaskan apa pun.” Dia mundur saat aku mencoba untuk mendekatinya. “Dia bahkan menatapku dengan senyum penuh kemenangan. Aku kecewa kepadamu, Jonah.”
Dia mendekati kopernya, mengambil pakaian tidurnya, dan masuk ke kamar mandi. Aku memilih untuk menonton televisi di ruang depan dan membiarkan dia sendiri di kamar. Ketika dia tidak bisa tidur karena terlalu emosi, dia akan datang sendiri dan bergabung bersamaku.
Celeste tidak pernah mengecewakanku. Dia begitu mudah dibaca. Setelah beberapa menit berada di dalam kamar, berbaring di tempat tidurnya, dia keluar dan menatapku yang sedang duduk santai. Tanpa menoleh ke arahnya, aku menepuk permukaan sofa di sisi
“Dia bukan bekasmu, Jason. Karena kamu tidak pernah memiliki tubuhnya, apalagi hatinya. Yang kalian miliki sebelumnya hanya status. Kamu bahkan lebih suka menghabiskan waktu dengan perempuan lain daripada mengenal calon istrimu,” ralatku. “Dan kamu pikir dia akan memberi tubuh dan hatinya untukmu? Kamu yang bahkan tidak bisa membuat wanita bertahan bicara denganmu lebih dari lima menit?” Dia tertawa. “Lihat saja dirimu. Kamu pergi perjaka, pulang juga masih sama. Kamu gagal menidurinya selama tiga hari di Bali.” Aku tidak membalas ejekannya dan memilih untuk keluar dari ruangannya. Berdebat dengannya tidak akan menghasilkan apa pun. Lagi pula apa yang aku dan tunanganku miliki lebih dari sekadar ketertarikan fisik. Dia tidak akan bisa memahami hal itu. Meskipun kami baru saja kembali pada pagi itu dari Bali, aku harus mengikuti permintaan Bunda untuk menemaninya mempersiapkan pernikahanku. Celeste juga ikut serta. Mereka memilih entah apa, aku tidak ikut camp
~Celeste~ Aku sangat lelah selama beberapa hari terakhir karena harus mempersiapkan pernikahanku dengan Jonah. Acaranya kurang dari satu bulan lagi dan masih ada banyak hal yang perlu dipersiapkan. Sejak pulang dari Bali, aku belum sempat beristirahat. Mungkin rasa lelah ini semakin terasa karena aku tidak bahagia. Bila pasangan lain tidak sabar untuk menyambut hari pernikahan mereka, aku sebaliknya. Aku bingung dengan perasaanku sendiri. Pada satu sisi, aku menyukai Jonah dan semua hal romantis yang dia lakukan kepadaku. Tetapi di sisi lain, aku membencinya, terutama saat dia memberi sinyal yang membingungkan. Tante datang menjemputku siang tadi dari rumah dan mengajakku makan bersama, kemudian kami menikmati perawatan di sebuah tempat praktik dermatolog, dan di sinilah aku sekarang, di sebuah salon agar tampil cantik pada sebuah acara yang akan aku hadiri bersama Jonah. Saat tunanganku tiba menjemputku, aku harus jujur mengatakan bahwa dia sangat ta
~Jonah~ Wajah Bunda sangat bahagia saat kami sarapan bersama pada Minggu pagi itu. Berita mengenai aku dan Celeste berada di halaman utama hampir semua surat kabar cetak dan daring. Bukan hanya itu, berita di televisi juga tidak henti menayangkan mengenai kabar pertunangan kami. Semua karena insiden di mana aku menyelamatkan Celeste dari kecelakaan. Tetapi foto maupun video yang viral adalah saat aku membopongnya dan menciumnya di mobil. Jovita hanya bisa cemberut dan tidak mengatakan sepatah kata pun karena perkataannya tidak terbukti. Yang terjadi justru sebaliknya, orang-orang lupa bahwa Celeste pernah bersama Jason. Mereka hanya memberinya label sebagai kekasih, tunangan, atau calon istri Jonah Diandra Putra. “Celeste cantik sekali, ya, Yah. Mereka benar-benar serasi.” Bunda menunjukkan sesuatu yang ada pada layar ponselnya kepada Ayah. “Aku tidak sabar menunggu hari pernikahan mereka. Aku ingin sekali melihat dia dengan gaunnya dan Jonah dengan tuksedony
Dengan rasa bangga, aku menggandeng tangan istriku melewati meja demi meja yang telah diisi oleh para tamu. Mereka sedang menikmati makanan, tetapi tidak membiarkan kami lewat tanpa lirikan mata mereka. Tidak ada yang bisa menahan dirinya untuk tidak menatap kagum ke arah Celeste. Kini mereka bisa melihat sendiri mengapa kami memilih dia untuk masuk dalam keluarga kami. Kami ditempatkan pada meja yang sama dengan orang tua kami dan Nevan. Bunda tidak berhenti tersenyum karena Celeste akhirnya menjadi menantunya juga. Kami menerima ucapan selamat dari keluarga, kerabat, sahabat, juga rekan kerja. Tetapi yang ada dalam pikiranku adalah agar semua ini segera selesai dan aku bisa berdua saja dengan istriku. Celeste terlihat semakin gugup ketika kami tiba pada akhir acara. Kami berfoto bersama keluarga besar, lalu dipersilakan untuk meninggalkan tempat resepsi. Drama ritsleting tidak bisa dibuka masih terjadi saat melepaskan gaun pengantinnya. Aku tidak mau meliha
“Kita tidak akan melibatkan keluarga kita. Dan aku yakin bahwa mereka tidak akan tertarik kepada keluargaku. Lebih masuk akal bila mereka menjadikan kamu sebagai sasaran. Karena kamu adalah kelemahanku,” akuku jujur. Kelemahan terbesarku tetapi aku tidak akan mengatakan itu di depannya. Aku tidak mau membuat dia ketakutan atau terbebani dengan pernyataan itu. Sesuatu terjadi kepadaku pagi ini. Entah apa yang mengganggu kepalaku tetapi aku tidak bisa mengingat siapa yang telah mengakhiri hidupku sehingga aku hidup kembali pada waktu ini. Aku bisa mengingat kecelakaan maut itu. Aku ingat dengan Celeste yang melahirkan bayi kami dalam keadaan koma. Seorang bayi laki-laki yang sehat. Tetapi mengapa aku tidak bisa mengingat apa pun setelah itu? Tidak bisa mengingat siapa yang menjadi musuhku adalah hal yang berbahaya. Jovita sedang berada dalam masa tenang, bukan berarti dia tidak akan melakukan hal yang buruk kepada istriku suatu hari nanti. Untuk mencegah hal bu
“Selamat datang!” sapa Bunda yang segera mendekati pintu mobil. Aku membuka pintu dan keluar, tetapi dia hanya memelukku sesaat. Bunda segera melewatiku dan membantu istriku keluar dari mobil. “Aku senang kalian akhirnya pulang juga.” Bunda memeluk Celeste dengan erat.“Terima kasih atas sambutan Bunda.” Celeste menatapku dengan bingung. Aku hanya mengangkat kedua bahuku.“Ayo, kalian pasti sudah lapar. Aku meminta Endra untuk memasak makanan yang sangat enak. Semoga kamu menyukainya.” Bunda menggandeng tangan istriku dan membawanya masuk ke rumah, meninggalkan aku berdiri sendiri di sisi mobilku. Ayah hanya tertawa melihat kami.Aku adalah putra Bunda tetapi dia lebih antusias menyambut kepulangan menantunya. Dia bahkan memonopoli istriku sehingga aku tidak bisa berjalan bersamanya memasuki rumah. Untung saja aku masih bisa duduk di sampingnya di ruang makan.Jason dan Jovita juga sedang berada di rumah. Ha
“Jonah!” Celeste mengangkat tangannya sehingga aku tahu di meja mana dia dan sahabatnya berada. Dia terlihat begitu bahagia. Aku mendekat dan duduk di kursi di sisinya. Dia segera menyodorkan ponselnya kepadaku. “Lihat! Aku mendapat panggilan psikotes!”“Selamat, sayang.” Aku mengusap kepalanya, lalu membaca isi surel pada layar ponselnya tersebut. “Psikotesnya besok, apa kamu sudah siap?”“Apa ada hal khusus yang perlu aku persiapkan?” Dia balik bertanya.“Bagaimana dengan pakaian?”“Aku akan memakai baju yang aku kenakan saat sidang skripsi,” jawabnya cepat. Aku mengangguk pelan. Itu juga boleh. “Apa ada hal lain yang perlu aku persiapkan lagi?”“Kamu perlu istirahat yang cukup agar bisa konsentrasi selama mengikuti tes.” Aku mengembalikan ponselnya kepadanya. “Apakah kalian sudah selesai atau ada hal lain lagi yang ingin kalian lakuk
“Naura,” sapaku yang melihatnya segera duduk di depanku tanpa meminta izin. “Baik. Silakan duduk walaupun aku tidak mau melihatmu ada di sini.”“Masih seperti Jonah yang aku kenal.” Dia melihat ke sekeliling kami. “Kamu tidak bekerja di sini juga tidak punya hubungan dengan direktur. Apa yang kamu lakukan di sini?”“Menunggu istriku yang sedang mengikuti psikotes.”“Ah, wanita muda cantik yang kamu nikahi itu. Kamu benar-benar beruntung. Aku pikir kamu akan sendiri selamanya karena lidahmu yang tajam itu.” Dia tertawa geli.“Kalau kamu duduk di sini hanya untuk menghina aku, sebaiknya kamu pergi.”“Gedung ini milik keluargaku, kamu yang seharusnya pergi dari sini.” Dia menyilangkan kedua tangan di depan dadanya lalu duduk bersandar. Aku hanya menatapnya tanpa kata. “Ada apa dengan perusahaan keluargamu? Mengapa dia malah melamar ke sini?”