MasukLi Zi, tuan muda yang dibuang oleh klannya sendiri. Anak laki-laki berusia 18 tahun, di anggap sampah tak berguna hanya karena tak bisa membangkitkan roh bela diri. Semua orang memandangnya remeh, aib bagi klan Li. Namun, segalanya berubah ketika hal tak terduga terjadi. Saat itu hujan lebat turun, Li Zi berteduh di bawah pohon mati. Langit bergetar di atasnya, di selingi kilat putih pucat yang berkelebat. Dan siapa sangka guntur turun dari langit menghantam pohon mati itu bersamaan dengan sosok Li Zi di bawahnya. Tiga kali sambaran, dan sudah dipastika Li Zi akan mati. Namun apa yang terjadi malah sebaliknya. Li Zi sempat kehilangan kesadaran, tapi sesuatu mulai bangkit dalam dirinya. Sesuatu yang luar biasa dari warisan leluhur bela diri—sebuah sistem!
Lihat lebih banyakKalian ingin tahu bagaimana rupa sosok yang selalu dihina?
Bayangkan saja kalian melihat anak muda kurus berusia delapan belas tahun. Sosok yang seharusnya mekar dalam semangat masa muda, namun justru memancarkan aura layu. Rambut hitam panjangnya, diikat kuncir kuda yang longgar. Dengan tatapan mata sayu, teduh, seolah tengah menanggung beban hidup seberat gunung tak kasat mata. Pakaian yang membalut tubuhnya begitu sederhana, terbuat dari rajutan benang kasar yang telah memudar. Di kakinya, hanya ada sepasang sandal lusuh, anyaman bambu yang usang, tak layak dikenakan oleh seorang tuan muda. Dialah Li Zi, ironisnya, ia merupakan tuan muda dari Klan Li di Kota Tianhu. Saat itu, langit di atas Kota Tianhu tampak muram. Gumpalan awan pekat bergulung-gulung dengan warna kelabu tua, seperti kain kafan yang disampirkan di cakrawala. Udara terasa berat, dingin, dan lembap, pertanda bahwa tak lama lagi hujan deras akan turun menimpa pemukiman klan dan rumah-rumah penduduk. Di kediaman timur Klan Li, suasana justru jauh lebih tegang dan panas daripada cuaca di luar. Di ruang tamu utama yang megah, aroma kemarahan yang membara terasa menyesakkan. Di tengah ruangan, berdiri seorang pria paruh baya bertubuh gempal, raut wajahnya dipenuhi urat-urat kemarahan. Dialah Li Dalao, kepala klan yang sekarang dan paman dari Li Zi. "Sudah cukup bagimu membuat keluarga ini menanggung malu!" Suara Li Dalao berat, menggelegar, mengandung emosi yang membakar. Ia memandang Li Zi, yang berdiri di hadapannya dengan kepala sedikit tertunduk, seperti memandang seonggok sampah yang tak berharga. "Tanpa ayahmu, kau bukalah siapa-siapa di sini, Li Zi. Kau hanyalah beban bagi klan!" Li Dalao benar-benar muak melihat keponakannya. Sikap Li Zi yang hanya diam, mengurung diri, dan gagal total dalam setiap upaya kultivasi dianggapnya sebagai aib. Dalam benaknya, Li Zi hanyalah sampah tak punya harapan yang seharusnya disingkirkan sejak lama. "Dalam tiga hari ke depan, klan akan memulai Ujian Kebangkitan Roh. Daripada membuat malu klan ini lagi dengan kegagalan yang sudah pasti, sebaiknya kau tak perlu ikut serta tahun ini!" Li Dalao menuntut dengan nada perintah mutlak. Li Zi agak tertegun, hatinya mencelos. Ujian Kebangkitan Roh bela diri—sebuah ritual tahunan di mana para anggota klan muda berkesempatan membangunkan Roh Bela Diri mereka, yang merupakan kunci untuk menjadi kultivator sejati. Sudah beberapa kali ia gagal total, Roh Bela Dirinya tak pernah menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Namun, harapan itu tetap ada, sekecil apa pun. "T-tapi paman," suara Li Zi bergetar, memohon, "Aku janji tak akan mengecewakanmu lagi! Kumohon, izinkan aku mencoba sekali lagi. Mungkin tahun ini—" Ucapan Li Zi seketika terpotong oleh lambaian tangan Li Dalao yang angkuh. "Tidak perlu!" Li Dalao mendengus jijik. "Bahkan sebelum Ujian Kebangkitan dimulai, aku sudah tahu hasilnya akan tetap sama. Kau adalah pecundang, Li Zi. Klan Li tidak membutuhkan sampah tak berguna sepertimu!" Jeda sesaat. Mata Li Dalao menyipit, berubah dingin dan kejam. "Kemasi barangmu dan pergi." Hanya tiga kata. Namun, bagi Li Zi, tiga kata itu terdengar seperti genderang perang yang mengumumkan kehancuran totalnya, sebuah vonis pengusiran yang tak terhindarkan. Bagaimana bisa ini terjadi? Dia adalah Li Zi, Tuan Muda klan Li, anak dari Kepala Klan sebelumnya. Namun, hari ini ia malah diusir dari rumahnya sendiri, diusir oleh pamannya, keluarga sedarahnya sendiri. Li Zi terdiam seribu bahasa, tatapan matanya yang sayu kini terbuka lebar, memancarkan keterkejutan yang mendalam saat memandangi pria paruh baya yang kini menduduki singgasana ayahnya. Dari belakang Li Dalao, terdengar suara lain yang menusuk, setajam pisau. "Apa yang kamu tunggu, Li Zi? Mau memohon simpati? Kemasi barang-barangmu dan tinggalkan kediaman Klan Li secepatnya." Suara itu renyah, namun mengandung racun. "Kau tahu berapa banyak sumberdaya klan yang telah kau habiskan selama tinggal di sini? Membesarkan sampah tak berguna sepertimu hanya akan membuang-buang waktu dan pemborosan!" Suara itu datang dari seorang gadis muda. Dia adalah Li Xihua, putri Li Dalao. Li Xihua memiliki paras yang cantik, anggun dalam balutan pakaian berwarna biru muda yang serasi dengan warna putih keperakan rambutnya. Ia adalah permata klan, kebanggaan Li Dalao, dan calon kultivator ahli di masa depan. Selain mereka berdua, masih ada beberapa orang lain di dalam ruangan: Istri Kepala Klan yang baru dan beberapa pelayan senior. Mereka tak mengeluarkan sepatah kata pun, namun mata mereka berbicara. Senyum sinis dan cibiran yang terang-terangan terpampang di wajah mereka, menikmati momen kehancuran seorang tuan muda yang malang. Li Zi menatap mereka, matanya bergetar menahan amarah yang mulai membara di dadanya. Rasa kecewa dan dikhianati memuncak. "Apakah ini balasan kalian terhadap kebaikan Ayahku? Apakah kalian pikir mengusirku adalah pilihan yang tepat?" ucap Li Zi, nadanya mulai bergetar karena emosi yang tertahan. Li Dalao mendecih, ekspresinya mencemooh. "Justru ini adalah cara terbaik untuk menjaga nama Klan Li! Kau tahu sampah sepertimu hanya bisa membuat reputasi klan hancur! Bayangkan saja, bahkan ayahmu tak akan mau itu terjadi!" serunya, menggunakan nama mendiang kepala klan sebelumnya untuk membenarkan tindakan kejamnya. "Tetap saja aku adalah keturunan kepala klan sebelumnya! Dan apa hak kalian mengusirku, hah!?" Sahut Li Zi penuh amarah, suaranya sedikit meninggi. Namun, kata-katanya selayaknya angin lalu yang bertiup di padang pasir, tak ada yang mendengarkan. Mereka hanya melihat Li Zi sebagai anak anjing yang menyalak tanpa taring. Senyum mencibir di wajah Li Xihua semakin lebar. "Lihat, kau hanya mencari pembenaran! Kau hanyalah sampah yang bertahan di klan ini dengan membawa nama orang mati!" serunya, nadanya merendahkan hingga ke tulang sumsum. Mendengar itu, Li Zi membeku. Seluruh tubuhnya terasa kaku. Ia benar-benar marah. Li Xihua telah melangkahi batas, merendahkan mendiang ayahnya yang sangat ia cintai. Amarahnya mencapai puncak. Li Zi mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Dia tak bisa berbuat apa-apa. Semua orang di dalam ruangan ini adalah kultivator sejati, yang memiliki dasar kultivasi atau telah membangkitkan Roh Bela Diri mereka. Sementara dirinya? Dia hanyalah pecundang tanpa kebangkitan Roh Bela Diri, tanpa setitik pun Qi di tubuhnya. Dia tak punya kekuatan untuk melawan, tidak sama sekali. Tak lama kemudian, seorang pelayan datang tergesa-gesa dengan membawa sebuah tas selempang kain yang lusuh. Tas itu hanya berisi beberapa potong pakaian dan beberapa keping koin tembaga. Li Xihua meraih tas itu, matanya berkilat jijik. Ia melemparnya ke arah Li Zi dengan kasar, tas itu mendarat di kaki Li Zi. "Pergi! Tak ada lagi tempat untukmu di sini." Wajah Li Xihua tanpa ekspresi, dingin seperti es. "Kami masih berbaik hati mengusirmu dengan cara halus, di hadapan semua orang, demi menghormati mantan Kepala Klan sebelumnya. Jangan buang waktu kami lagi." ...Tiga hari berlalu. Pagi itu, halaman utama Akademi Shutian dipenuhi para murid dari kelas pemula hingga kelas menengah. Suasana tegang namun semangat menyelimuti udara. Banyak wajah menunjukkan antusiasme, sebagian lagi pucat karena cemas menghadapi ujian besar yang menanti.Hari ini adalah pembukaan Gerbang Alam Reruntuhan Langit—tempat yang hanya terjadi beberapa kali dalam setahun.Di tengah kota, bangunan tinggi menyerupai gerbang raksasa berdiri megah. Bentuknya seperti pintu batu setinggi menara, dipenuhi ukiran-ukiran kuno yang berkilap samar di bawah sinar matahari. Banyak murid baru melihatnya dengan mata terbelalak. Meskipun bangunan itu telah berdiri sejak zaman leluhur kota Tianhu, aura yang memancar darinya tidak pernah kehilangan ketegasan yang membuat setiap orang merasa kecil.Konon, gerbang itu bukan sekadar bangunan, melainkan segel yang menghubungkan dunia luar dengan wilayah misterius yang ditinggalkan leluhur kuno.Sebuah alam rahasia.Sebuah ruang terpisah yang
Tetua Chen Hong meninggalkan perpustakaan. Setelah itu, perpustakaan kembali hening. Rak-rak tinggi, tumpukan kitab kuno, dan aroma debu tua menyelimuti ruangan, menyisakan Li Zi dan Xian Yue berdiri berhadapan.Xian Yue menarik napas perlahan. Beban yang menahan kultivasinya selama ini akhirnya terpecahkan—dan semua itu berkat Li Zi. Ia menunduk sedikit, senyumnya lembut namun tulus.“Terima kasih banyak, Li Zi,” ucapnya. “Hampir saja aku mengganti teknik kultivasiku jika kamu tak membantu menerjemahkan teknik itu. Aku tak tahu harus bilang apa.”Li Zi mengibas tangan. “Tidak perlu sungkan. Kalau kau menemukan kitab kuno lain yang sulit kau pahami, datangi saja aku. Aku tidak akan keberatan membantu.”Ucapan sederhana itu membuat wajah Xian Yue sedikit merona. Cahaya senja yang masuk dari jendela memantul pada rambut hitamnya, menciptakan siluet lembut yang membuatnya tampak seperti lukisan hidup. Momen itu sempat membuat Li Zi terpaku beberapa detik—meski ia cepat menahan diri dan
Li Zi menerima kitab tebal berbalut kulit hitam yang disodorkan Tetua Chen Hong. Helaan napas pelan keluar dari bibirnya begitu ia membaca tulisan di sampul depan. Huruf-huruf kuno yang tergores di sana seolah hidup, tua dan berat.“Langit dan Bumi,” gumam Li Zi lirih.Tulisan itu menggunakan aksara zaman kegelapan. Namun, begitu pandangannya menelusuri baris demi baris, matanya memancarkan cahaya tipis. Simbol-simbol rumit yang bagi orang lain hanyalah goresan tak bermakna, baginya bagaikan melodi yang bisa ia dengar dan pahami.Chen Hong memperhatikannya dengan pandangan ragu, kedua tangannya disilangkan di dada. “Kitab itu bukan tumpukan kertas biasa,” katanya tenang namun tajam. “Kalau kau mencoba menipu, bahkan sedikit saja, aku akan tahu.”Li Zi tersenyum tipis. “Saya tidak berani, Tetua.”Ia menurunkan kitab itu ke atas meja di tengah ruangan, lalu mengambil pena dan selembar kertas putih. Di sekitar mereka, suasana menjadi hening. Bahkan Xian Yue menahan napasnya, menatap dala
Beberapa detik pertama berjalan normal. Udara masih hangat, hening, hanya suara napas mereka yang terdengar di antara barisan rak buku tua yang menjulang tinggi. Namun, tak lama kemudian, sesuatu mulai berubah.Hawa dingin lembut tiba-tiba menyelimuti ruangan. Suhu turun perlahan, membuat napas mereka terlihat seperti kabut tipis yang menari di udara. Suara kertas tua yang bergoyang karena embusan Qi halus terdengar samar.Xian Yue, yang memejamkan mata sejak ia mulai merapal teknik hasil terjemahan Li Zi, tampak tenang. Rambutnya berkibar ringan, seolah dihembus angin lembut dari dunia lain. Di sekeliling tubuhnya, aliran Qi biru pucat berputar perlahan, membentuk pusaran kecil yang indah sekaligus menggetarkan.Shen Du sedari tadi berdiri dengan tangan terlipat di dada, awalnya hanya tersenyum sinis. Tapi saat hawa dingin itu mulai terasa nyata, senyumannya menghilang perlahan. Pandangannya membulat ketika melihat arus Qi di tubuh Xian Yue berputar dengan lancar dan harmonis—tidak a
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Ulasan-ulasan