Share

2. Serangan Pertama

Risna menyalakan senter pada ponselnya kemudian maju perlahan-lahan, menghampiri sesosok gadis kecil yang tetap memandang ke arahnya dengan tatapan mengerikan.

"Mbok kalau takut di luar saja, ya, jangan ikut masuk ke dalam. Saya cuma ingin memastikan kalau anak itu nggak kenapa-napa," ujar Risna tak berkedip.

"Iya, Nduk. Hati-hati. Awas jangan terlalu dekat."

Anak itu berada di sudut ruangan. Kondisinya tak berpakaian dengan kulit yang sedikit menghitam karena tak pernah bersentuhan dengan air. Rambutnya panjang dan tak terawat, mungkin ada banyak kutu di dalamnya. Tubuhnya kurus dan matanya menghitam. Sementara kedua tangannya diikat dengan seutas tali yang dikaitkan pada paku besi yang tertancap kuat di dalam tanah.

Risna yakin, dia memakan tikus dan serangga-serangga kecil yang melintas di sekitarnya untuk bertahan hidup, mungkin juga mengonsumsi air seninya sendiri karena tak ada pasokan air. Hal itu dibuktikan oleh banyaknya bangkai kepala tikus yang sudah membusuk di sekitarnya. Entah bagaimana dia bisa bertahan dengan bau busuk yang menguar. Risna saja yang baru masuk beberapa langkah sudah ingin muntah karena tak kuat menahan aromanya. Apalagi ditambah dengan benda menjijikkan yang ada di dekat anak tersebut. Dari bentuknya, itu sepertinya adalah kotoran sang anak yang sudah mulai mengering meskipun masih tetap berbau.

"Ya ampun, kasihan banget dia, Mbok."

"Sampean kok tahan sama baunya sih, Nduk. Mbok saja yang lihat dari sini sampai mau muntah saking nggak tahannya." Mbok Darmi menjepit hidungnya sendiri, sedikit menjauh dari pintu untuk menghirup udara segar banyak-banyak.

Tanpa sepengetahuan Mbok Darmi, Risna terus berjalan mendekat. Kini jaraknya dan sang anak mungkin hanya berkisar satu meter. Ia mengambil posisi jongkok sambil terus menyenteri wajah sang anak hingga gadis itu menghindar karena silau.

"Kasihan banget kamu, Nak. Hidup sendirian di dalam hutan begini. Andai aku yang ngelahirin kamu, aku pasti akan jagain kamu baik-baik," lirih Risna dengan kalimat sendu. Ia adalah salah satu dari sekian banyak wanita yang menginginkan anak perempuan. Karena di keluarga besarnya, hampir semua wanita melahirkan anak laki-laki.

Risna mengulurkan tangannya, hendak menggapai tubuh anak itu. Akan tetapi, belum sampai niatnya itu terlaksana, anak itu sudah lebih dulu mendekatkan wajahnya dan menggigit telapak tangan Risna hingga berd*rah.

"Arrrgh! Mbok, tolongin saya! Tolong, Mbok!" Ia berusaha berontak, sekuat tenaga mendorong wajah anak kecil itu agar gigitannya terlepas. Tapi tak sedikit pun usahanya berhasil. Bahkan, daging di telapak tangannya sudah mulai koyak hingga menimbulkan sensasi sakit yang luar biasa. Anak itu seakan memiliki tenaga di luar batas.

Sementara di sisi lain, Mbok Darmi yang mendengar suara teriakan Risna langsung panik. Ia hendak masuk ke dalam rumah, tetapi tiba-tiba pintu tertutup rapat dan terkunci dari dalam.

"Nduk! Nduk Risna, sampean kenapa? Nduk tolong buka pintunya! Nduk Risna!"

Tak ada jawaban.

Risna seperti tak mendengar panggilan dari Mbok Darmi membuat wanita setengah baya itu semakin khawatir. Berulang kali ia menggedor pintunya kuat-kuat. Akan tetapi, pintu lapuk yang sudah lelah dimakan usia itu seakan menjelma menjadi besi yang tak dapat dirobohkan.

Mbok Darmi mengeluarkan handphone jadul dari selipan kain jarik yang dikenakannya dan menghubungi Hasnan—suami Risna. Namun, situasi seperti tak memihak padanya saat ini. Bahkan satu garis sinyal pun, tidak muncul di layar handphone-nya.

"Ya Allah Gusti, aku kudu piye?"

Dengan sangat terpaksa, akhirnya Mbok Darmi berlari membelah hutan dan meninggalkan Risna di rumah setan untuk mencari bantuan.

Mampukah Mbok Darmi menyelamatkan Risna yang kini berjuang sendirian melawan anak setan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status