Home / All / Mengandung Bayi Bos / Part 3 - Surat Kontrak

Share

Part 3 - Surat Kontrak

Author: Zidney Aghnia
last update Last Updated: 2021-09-04 02:11:22

Deg!

 

A-apa jangan-jangan, wanita yang keluar dari rumahnya tadi itu, istrinya? Bukan adiknya? Atau kakaknya?

 

"Saya tidak mau tahu. Pokoknya, Tuan harus bertanggung jawab dengan menikahi saya. Kalau tidak, saya akan memberitahu istri Anda."

 

"Kamu mengancam saya?!"

 

"Ya. Memang kenapa? Anda takut?"

 

"Bukannya ta—"

 

Ucapannya terhenti ketika suara telepon genggamku yang bernada dering "Ayat Kursi" memekakkan telinga.

 

"Kenapa berhenti bicara? Panas?" Aku menghardiknya.

 

Lalu, kujawab panggilan telepon yang ternyata dari Abah. "Assalamu'alaikum, Abah." Aku memelankan suara, berpura-pura sedih.

 

"Rimaaar. Kamu di mana?" teriak Abah di ujung saluran telepon. Abah penasaran juga. Dia pasti mengkhawatirkanku.

 

"Ri-rimar di tempat orang yang ngehamilin Rimar, Bah."

 

"Apa!" Volume suara Abah benar-benar membuat telingaku berdengung. Tahu-tahu, Abah mematikan teleponnya saat itu juga.

 

"Ehm. Jadi, gimana?" Aku melanjutkan pembicaraan tadi.

 

"Saya tidak takut dengan ancaman gadis murahan sepertimu!"

 

"Apa Anda bilang! Saya bukan gadis murahan seperti yang Anda maksud! Aset saya sangat berharga. Anda saja yang menikmatinya gratisan! Tidak tahu diri!"

 

"Ka—"

 

Ucapannya terpotong lagi saat ponselku berdering yang kedua kalinya. Kali ini panggilan video call dari Abah.

 

"Ehm. Iya, Abah?"

 

"Mana?"

 

"Apanya?"

 

"Si Penjahat Kelamin yang udah ngehamilin anak Abah?"

 

Aku menggeser telepon dan menghadapkan layar ke arah si Sergio itu. Dia malah duduk santai bersandar, dengan satu kaki melipat di atas kaki lainnya.

 

"Ooh, jadi dia orangnya. Siapa namanya, Rim?"

 

"Gio, Abah." Aku menjawabnya cepat.

 

"Apa? Gio?!" Lelaki bermata cokelat itu terkejut saat aku menyebutkan nama pendeknya.

 

Lalu, mulutnya terlihat bergumam, entah tentang apa. Aku tak memedulikannya. Kulihat Abah mendekatkan wajahnya hingga memenuhi layar.

 

"Nak Gio, gimana? Kapan mau tanggung jawab sama jabang bayi yang ada di perut Rimar?"

 

"Mohon maaf. Saya sudah bertanggung jawab, Pak, tetapi Rimarnya menolak."

 

"Apa?! Kenapa?"

 

Aku mengambil secarik kertas kecil yang dibawa pengacara tadi dan menunjukkannya.

 

"Ini bentuk tanggung jawabnya, Bah." 

 

Abah memicingkan mata untuk memperjelas penglihatannya.

 

"Berapa itu enolnya, Rim?"

 

"Delapan, Bah."

 

"Apa? Harga diri anak saya cuma dihargai seratus juta? Gila! Kamu pikir, saya enggak punya uang sebanyak itu?!" pekik Abah.

 

Memangnya, Abah punya uang sebanyak itu, ya? Aku meminta uang pulsa lima puluh ribu saja, sulitnya minta ampun.

 

"Silakan, sebutkan apa dan berapa yang kalian minta? Saya sangat sibuk!"

 

"Nikahi anak saya!"

 

Si Sergio malah menyeringai. Dia benar-benar meremehkanku.

 

"Kenapa saya harus menikahi anak Anda yang seorang tukang bersih-bersih hotel? Asal Anda tahu kalau saya ini sudah beristri. Level istri saya itu, jauh di atas anak Anda, baik bibit, bebet, dan bobotnya. Wanita bayaran lain, saya beri cek dengan jumlah separuhnya dari ini, mereka tidak keberatan. Mereka langsung tutup mulut dan menganggap semuanya selesai."

 

Kurang ajar sekali mulutnya. Dia coba-coba menyamakanku dengan kupu-kupu malam.

 

Lantas, kulihat Abah meletakkan ponselnya di suatu tempat dan menjauhkan jarak ke layar. Abah menunjukkan sebilah golok yang sedang diasahnya.

 

"Ooh, jadi Nak Gio menyamakan Rimar dengan wanita bayaran di luar sana? Perlu Nak Gio tahu, saya tidak peduli Rimar jadi istri kesatu, kedua, atau kesebelas pun. Yang jelas, Nak Gio harus bertanggung jawab atas kehidupan di dalam rahimnya."

 

Lelaki itu mengubah posisi duduknya saat melihat Abah berbicara sambil menunjukkan goloknya. Sepertinya, dia merasa sedikit ketakutan akan ancaman Abah. Rasakan kau!

 

Selama beberapa menit, lelaki yang sedang duduk sambil menangkubkan tangannya di depan mulut itu tampak sedang memikirkan sesuatu.

 

"Baiklah. Ini tawaran terakhir saya. Saya akan menikahimu ... dengan syarat kontrak bahwa saya hanya akan bertanggung jawab sampai anak itu lahir. Setelahnya, saya akan menceraikanmu. Kamu bawa anak itu bersamamu dan saya akan menanggung semua biaya hidupnya. Bagaimana?"

 

Abah bertanya dan menyerahkan semua keputusannya padaku.

 

"Saya juga mengajukan syarat. Saya akan tinggal di rumahmu selama kehamilan anak ini."

 

Aku mematikan panggilan video call Abah secara sepihak.

 

"Apa maksudmu?! Kamu mau merusak rumah tangga saya?!"

 

"Jangan salahkan saya! Salahkan ularmu yang kabur dari kandangnya! Dia harus bertanggung jawab atas bibit yang terpaksa bertumbuh ini. Saya tidak mau tahu!"

 

"Saya akan memberikanmu rumah atau apartemen untukmu tinggal sementara!"

 

"Maaf, saya tidak berniat mengubah syaratnya!"

 

Ekspresi wajahnya tampak depresi. Aku tidak mau tahu. Aku harus tinggal di rumah mewahnya walaupun harus bersama istrinya. Anak ini harus merasakan kehidupan seperti yang dijalankan Ayahnya. Merasakan kasih sayang ayahnya ... dan yang pasti, hidupnya harus terjamin.

 

Aku ingin menanyakan perihal anaknya dari istri pertama. Namun, sayang sekali, aku segan untuk bertanya lebih lanjut. Tenagaku sudah habis karena sejak pagi terus muntah-muntah. Nanti juga aku akan tahu semuanya saat tinggal di rumah itu.

 

"Baiklah." Akhirnya, dia menyetujuinya.

 

"Pak Sumanto, tolong buatkan surat perjanjian kontraknya." Dia memerintah lelaki yang duduk di seberangku.

 

"Baik, Pak."

 

Tidak sampai sepuluh menit, surat kontraknya selesai. Aku membacanya dengan teliti. Semuanya sudah sesuai dengan kesepakatan kami tadi.

 

"Silakan ditandatangani. Saya yang akan menentukan di mana dan kapan akad nikahnya."

 

"Baik. Saya tidak keberatan. Kalau boleh tahu, kapan? Saya harus menyiapkan semuanya."

 

"Tidak perlu. Cukup bawa diri saja. Saya dan kamu hanya akan melangsungkan akad nikah di KUA."

 

"Lalu, kapan Anda akan memberitahu istri Anda tentang saya?"

 

"Itu urusan saya. Silakan pulang. Saya harus meneruskan pekerjaan saya!" Dia bangkit dari sofa dan melangkah kembali ke kursi. Di atas mejanya terdapat papan bertuliskan Direktur Sergio Ibrahim, SE.

 

Hidupku benar-benar seperti cerita telenovela. Aku merasakan pusing yang sangat ketika berdiri. Pandanganku rasanya gelap. Rasa ingin muntah jangan ditanya, sejak pagi aku mencoba menahannya. Aku harus kuat, minimal sampai kembali ke rumah. Baiklah, Marimar kuat, Marimar kuat.

 

Bruaak!

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nunyelis
mending pisah rumahlah dr istri pertamanya...mw2nya satu atap...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mengandung Bayi Bos   Bab 49. Selesai

    “Saya menceraikanmu, Rimar.”“Sergio!” pekik Mama.Mas Gio menghela napas dalam-dalam, lalu diembuskannya dengan keras. Aku yang masih menunduk, melihat sepasang sepatu yang dipakainya melangkah menuju pintu. Mataku yang berurai air mata terus melirik mengikuti suara entakannya sampai aku tak melihat sosoknya lagi hanya dalam hitungan detik. Pintu pun kembali tertutup rapat. Dia pergi.“Huh, baguuus. Dari dulu, kek!” sindir Lisa sekonyong-konyong, tetapi aku tak menggubrisnya sama sekali.“Rimaar?”Panggilan Mama membuyarkan lamunanku.Aku segera berdiri sambil berusaha menyeka air mata dengan tanganku, kemudian menghampiri Mama yang sudah menantiku.“Iya, Ma,” jawabku sambil terisak. Suaraku pun berubah jadi serak.Aku duduk di kursi bulat di samping Mama. Beliau menarik tanganku lalu diusap-usapnya dengan lembut.“Rimar, kamu yakin sama keputus

  • Mengandung Bayi Bos   Bab 48. Gugatan Cerai Kedua

    “Sari, mulai saat ini kamu bukan istriku lagi. Aku akan melayangkan gugatan cerai ke pengadilan secepatnya.”Mbak Sari hanya memandang Mas Gio dengan tatapan kosong dan ekspresi datar. Mungkin, situasi seperti itu yang sudah lama diharapkan olehnya. Sementara itu, windu hanya berdiri tanpa pergerakan di tempatnya tersungkur tadi.“Te-terima kasih, Mas.” Mbak Sari menghapus kristal bening yang hampir menetes di sudut matanya.“Mulai sekarang aku tidak peduli lagi dengan urusanmu dan semua yang berkaitan tentang kamu.”“Mas?” Aku memanggilnya dengan lirih.“Ya?”“Tolong ceraikan aku juga!”Mas Gio mengerutkan dahi. “Rimar, saya menceraikan Sari bukan kamu,” katanya dengan tatapan mata menyalang.“Aku tahu. Makanya, sekarang juga aku minta Mas ceraikan aku.”“Tapi, kenapa?”“Aku gak bisa lagi hidup

  • Mengandung Bayi Bos   Bab 47. Gugatan Cerai

    “Mas?”“Pak Sergio?”Dokter Arin menatap Mas Gio, kemudian menatap bergantian lelaki yang datang bersama Mbak Sari.“Ada apa ini?!” Mas Gio menghampiri Mbak Sari dan menarik tangannya: memaksa untuk bangun dari perbaringan. Dengan berat hati, Mbak Sari mengikuti paksaan Mas Gio.“Maaf, kalau ini Pak Sergio, lalu Anda siapa?!” tanya Dokter Arin menyelisik pria tak dikenal yang ia sangka Mas Gio.Kedua mata Mas Gio dan Dokter Arin menyiratkan kilatan amarah. Lantas, Dokter Arin meletakkan dengan kasar alat yang tadi dipegangnya ke nampan tempat peralatan medisnya.“Sari, jelaskan apa yang kamu lakukan!” Mbak Sari tetap bergeming meskipun Mas Gio mengguncang-guncang tubuhnya.Karena Mbak Sari tetap diam, akhirnya lelaki yang tengah berpakaian kasual tersebut bertanya pada Dokter Arin. Dokter pun menjelaskan kalau Mbak Sari sedang melakukan operasi kecil untuk melepas KB Implan.

  • Mengandung Bayi Bos   Part 46. Memergoki Mbak Sari

    Tiba-tiba, aku merasakan getaran dari ponsel yang kutaruh di saku celana. Siapa yang meneleponku di waktu Subuh? Segera kutarik ponsel dari saku, ternyata Mas Gio yang menelepon.“Halo, assalamau’alaikum, Mas.”“Halo, dengan Nyonya Sergio?”Nyonya? Siapa ini? Lalu, ke mana Mas Gio? Siapa yang mengambil ponselnya?“Iya, benar. Ini siapa?”“Saya dari M2 Club Malam mau mengabari kalau Tuan Sergio pingsan.”“Pingsan? Terus ada siapa di sana, Mas? Teman atau seseorang yang menemaninya?”“Tidak ada, Nyonya. Tadi Tuan hanya datang sendiri dan minum banyak sampai akhirnya pingsan.”“Baik, tolong jaga dia, ya, Mas. Saya segera ke sana. Terima kasih.”Setelah menutup sambungan telepon, aku segera melipat mukena dan bergegas pergi ke Club M2. Aku tidak tahu di mana lokasinya dan harus ke arah mana kalau pergi dengan angkutan umum. Sebaiknya, a

  • Mengandung Bayi Bos   Part 45. Diskotik

    Dalam perjalanan ke rumah sakit itu, Mas Gio menghubungi Mbak Sari. Ia hanya menceritakan bahwa papanya diciduk polisi, tetapi tidak menceritakan detail kejadian yang terjadi.“Kamu kenal Pak Akala?” tanya Mas Gio sambil menyetir. Kulihat peluh berembun di sekitar dahi sampai membasahi rambutnya yang menutupi. Matanya terlihat berat seperti menahan kantuk. Dia pasti sangat kelelahan, belum satu masalah selesai sudah datang masalah baru.“Hah? Ti-tidak,” ucapku berbohong.“Terus, kenapa dia sampai membuatmu jadi korban?” Benar juga, dia pasti penasaran kenapa sampai Pak Akala membuatku menderita. Padahal, di rumah itu ada beberapa orang ART yang bisa saja dia jadikan korban. Namun, saat itu jelas sekali kalau dia sedang menunggu seseorang, yang tidak lain adalah aku.“Hmm, sebenarnya ....” Tekadku maju-mundur untuk menjelaskan pada Mas Gio. Apa lebih baik aku menceritakan semuanya saja?“He

  • Mengandung Bayi Bos   Part 44. Korban Perasaan

    Baru saja akan berbelok ke arah pintu masuk, ada dua orang berpakaian serba hitam seperti lelaki sebelumnya, mereka berusaha mengadangku. Sial! Dari mana munculnya kedua orang itu? Mana tubuhnya besar-besar semua, lebih besar dibanding pria yang menodongkan pistol ke arahku.Aku berpikir keras ke mana lagi harus berlari? Aku tidak tahu banyak mengenai rumah besar itu. Ah, benar. Pintu belakang! Baru saja aku membalikkan badan, Pak Akala dan pengikutnya sudah berada di belakangku. Sementara itu, para ART histeris dan berusaha berteriak karena mengkhawatirkanku.Tidak! Hal yang kutakutkan akan segera terjadi, saat itu juga aku berada di antara mereka yang terus berjalan semakin dekat. Bahkan, aku tidak bisa mencari celah untuk bisa melarikan diri dari keempat pria itu. Satu hal yang lebih kucemaskan bukanlah diriku, melainkan calon anakku.Saat napasku terengah-engah, irama jantungku kembali berdegup kencang. Tetesan keringat pun menyapu kening dan mengaliri pelip

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status