Share

Dua jenazah satu liang lahat

Para pengurus jenazah itu bingung dengan maksud ucapan si kakek. Menguburkan tanpa menyolatkan, mana boleh. Dalam Islam, bukankah sudah seharusnya sebelum di makamkan jenazah harus melalui beberapa proses.

Di mandikan untuk mensucikan hadas jenazah, di pakaikan kain kafan sebagai pakaian terakhir, dan di sholatkan untuk menyempurnakan proses pemakaman.

Lalu bagaimana bisa di kubur tanpa di sholatkan terlebih dahulu, ajaran macam apa yang kakek Rasmadi terima. Seorang warga harus ada yang mengingatkan, bukankah sudah kewajiban kita sebagai saudara se iman untuk saling mengingatkan dalam hal kebaikan.

Maka, seorang ustadz yang akan melakukan semua prosesi itu langsung mengingatkan sang kakek.

"Maaf ya, Pak Rasmadi. Sebelum mayit di semayamkan, terlebih dahulu harus di sholatkan, Pak. Ini semua demi kebaikan mayit. Apa Bapak tidak kasihan pada kedua cucu Bapak, jika tidak di sholatkan. Saya sebagai ustadz yang merasa bersalah, karena tidak bisa menjalankan tugas mengurus mayit sepeti pada umumnya. Lebih baik di sholatkan ya, Pak," ujar sang Ustadz.

"Trimakasih sudah mengurus kedua jenazah cucu saya, Ustadz. Tetapi saya selaku kakek dari almarhumah Rianti dan Rihana, keberatan jika mereka harus di sholatkan. Untuk mempersingkat waktu juga, sebaiknya cepat di kafani dan bawa langsung ke pemakaman," timpal Rasmadi tegas pada sang Ustadz.

Rumana dan Gunadi yang mendengar perdebatan Rasmadi dan sang Ustadz, menghampiri mereka. Samar tapi pasti, kedua orang tua mayit mendengar apa yang sedang mereka bahas.

"Bapak apa-apaan sih, kenapa anak-anaku tidak boleh di sholatkan," ujar Gunadi pada sang ayah.

"Iya, Pak. Saya sebagai Ibunya tidak mau kalau anak saya tidak di sholatkan sebelum di makamkan," imbuh Rumana masih berderai air mata.

"Tolong sholatkan saja, Pak ustadz. Saya Ayah kedua jenazah anak saya, jadi saya juga berhak menentukan akan bagaimana prosesi pemakaman ini!" Ucap Gunadai sedikit meninggi.

"DIAM KAU BOCAH!" bentak Rasmadi pada putra sulungnya. "Kalian turuti saja perintahku. Jangan banyak tanya, ini suda jadi tradisi keluarga kita, Gun. Ingat itu!"

Tatapan membunuh yang terpancar dari kedua netra Rasmadi, membuat nyali Gunadi ciut, dan tak berani lagi membantah perintah ayahnya.

Demi menjaga situasi tetap kondusif, sang ustadz terpaksa menuruti perintah Rasmadi. Begitu juga dengan Gunadi, ia tak lagi melontarkan sepatah katapun. Bagai di hipnotis oleh tatapan maut sang Ayah.

"Mas! kenapa diam saja. Kita bawa Rianti dan Rihana ke Jogja saja, kita makamkan mereka dengan layak di sana. Aku nggak mau anak kita dimakamkan dengan cara tak wajar seperti ini," ujar Rumana terisak. Berharap sang suami mau menuruti permintaannya.

"Kamu g*la, ya! Mana mungkin kita makamkan mereka di Jogja. Perjalanan kebumen Jogja memakan waktu lama, mau pakai biaya dari mana kita untuk membawa mereka ke sana!" Bentak Gunadi pada Rumana.

"Aku ada tabungan kok, Mas. Kita bawa mereka saja ya, kita makamkan dengan layak di Jogja. Aku nggak rela anakku di makamkan tanpa di sholatkan," ujar Rumana kekeuh.

"Nggak. Kita akan tetap makamkan anak-anak di sini. Dan akan menuruti semua perintah Ayah, kamu kendalikan dirimu. Ini semua juga salahmu," tukas Gunadi dingin.

Mendengar pernyataan sang suami yang terus saja menyalakannya, hati Rumana bagai di iris belati tajam. Sangat sakit, tapi tak berdarah. Ia hendak meminta Ibu mertua untuk menasihati Ayah mertua, namun sepertinya sia-sia. Karena dia tahu, Ibu mertuanya itu amat sangat takut pada sang suami.

Di dekat jenazah kedua gadis belia itu, wanita berkerudung hitam pashmina menyaksikan drama pemakaman yang terjadi di rumah duka. Lagi-lagi dia tersenyum puas dengan keputusan yang Rasmadi ambil.

**

Setelah pemakaian kain kafan kedua jenazah selesai, tanpa di sholatkan seperti perintah Rasmadi, para warga yang membantu mengangkat keranda jenazah langsung membawa keduanya ke pemakaman.

Hal ganjil terjadi lagi di pemakaman. Liang lahatnya hanya ada satu, padahal jenazahnya dua. Seharusnya ada dua liang lahat di sana.

Gunadi yang menyadari hal itu hanya bisa diam, dia teringat tatapan membunuh sang Ayah. Dia tahu, pasti semua ini juga atas perintahnya. Maka dia tak berani berkata-kata lagi.

"Mas, ini kenapa hanya ada satu liang lahat. Seharusnya dua kan, Mas," ujar Rumana mengguncang tubuh suaminya. Ia bingung kenapa hanya ada satu liang lahat.

"Tanya saja pada Bapak," timpal Gunadi lemah.

"Pak! Apa ini semua Bapak juga yang minta. Apa Bapak mau menguburkan Rihana dan Rianti dalam satu liang lahat?!" Tuntut Rumana pada Rasmadi.

Tanpa menjawab kebingungan menantunya, Rasmadi hanya mengangguk pada tukang gali untuk menjalankan perintahnya.

"Silahkan Bapak Gunadi turun ke liang lahat, untuk menyemayankan kedua putrinya yang terakhir kali," ujar tukang gali.

"Nggak! Gali satu liang lahat lagi untuk anakku! Jangan seperti ini, Pak. Bapak tega sekali menguburkan kedua cucumu dalam satu liang lahat," isak Rumana sudah hampir kehilangan tenaga.

Satu tamparan mendarat di pipi Rumana yang sudah tak berdaya, dan seketika langsung kehilangan kesadaran. Gunadi menangkap tubuh Istrinya yang hampir menyentuh tanah akibat ulah sang Ayah.

"Astaghfirullah. Istighfar, Pak Rasmadi. Menantumu sedang berduka, tega sekali Bapak menamparnya sampai pingsan," ujar sang Ustadz. Semua warga yang menyaksikan terkejut dengan sikap agresif Rasmadi. Mereka tak pernah tau saat Rasmadi sedang emosi seperti itu.

Terlebih di pemakaman, yang seharusnya dalam keadaan hikmat. Kini semua terdiam tak ada yang membantah perintah Rasmadi lagi, demi menghindari keributan lebih parah di pemakaman.

Akhirnya jenazah kedua anak Rumana dan Gunadi di semayamkan di satu liang lahat. Tanpa menunggu Rumana sadar dari pingsannya, membuat para pengantar kedua jenazah itu tak bisa tidak menitikan air mata duka.

***

Sementara itu, di alam yang berbeda, Rumana kembali di hadapkan pada nuansa alam yang menyeramkan. Suasana kegelapan yang hanya pernah dia lihat di Film-film horor. Dan kini dia sendiri yang berada di dalamnya, membuat aliran darahnya seakan berhenti, tubuhnya terpaku, dan kedua netranya menyapu ke segala arah dengan waspada.

Ia takut ada makhluk mengerikan yang dia lihat beberapa waktu lalu, yang telah menangkap kedua anaknya. Dia hanya bisa berdo'a, semoga tidak ada hal yang menyeramkan lagi di sini. Tempat itu sudah cukup menyiutkan nyalinya, ia tak bisa bayangkan jika tiba-tiba ada sosok lain yang menyeramkan menghadangnya. Dia hanya sendiri, tanpa melihat kedua anaknya lagi di tempat ini.

Rumana berusaha melafadz ayat-ayat suci yang dia bisa, namun lidahnya seperti tak mau bergerak, kelu, kaku. Dia tak bisa bersuara. Dia mencoba berteriak, tetapi tidak keluar suara apapun. Membuatnya semakin panik, dan dia juga tidak bisa bergerak dari tempatnya berdiri. Sebenarnya ada apa ini, kenapa dengan tubuhnya. Seluruh tubuh Rumana seperti terkunci. Dia hanya bisa menggerakan kedua bola matanya.

Saat Rumana sedang terus berusaha menggerakkan lidah dan anggota badannya yang lain, sesosok makhluk menyerupai wanita berpakaian serba hitam dengan rambut menutupi seluruh wajahnya tiba-tiba muncul di depannya. Membuatnya semakin kalut dan tak berdaya, matanya membulat penuh ketakutan yang tertahan.

"Pulanglah! Anakmu tidak di sini lagi." Suara menggelar memekakkan telinga terlontar dari makhluk itu, Rumana ingat betul, itu makhluk yang sama dengan yang menangkap Rihanna dan Rianti.

Seketika tubuh Rumana bisa di gerakan, dia langsung histeris ketakutan. Menyadari suaranya telah kembali, dia memberanikan diri untuk menanyakan keberadaan putri-putrinya pada makhluk itu.

"Sebenarnya kemana kau bawa kedua anakku, pulangkan dia padaku, Iblis!" Bentak Rumana takut-takut berani pada makhluk itu.

"Ha ha ha. Aku sudah antarkan nyawa kedua anakmu ke tempat yang seharusnya. Tetapi jika kau ingin tahu kemana sukma kedua anakmu, ikutilah kata hatimu. Dan temukan jawabannya!" Makhluk itu langsung hilang di iringi suara kikikan yang memekakkan telinga.

"Rumana! Sadar, Rum. Ingat Rayhan dan Bagas. Lihatlah Rayhan terus menangis karena haus. Dia butuh ASI. Sadarlah, Rum. Mas minta maaf kalau sempat menyalahkanmu, bangunlah, Rum. Mas janji nggak akan menyalahkan kamu lagi. Jangan tinggalkan kami juga." Gunadi menangis, dengan memeluk tubuh istrinya yang sangat dingin dan pucat.

Sudah ber jam-jam Rumana tak sadarkan diri, Gunadi juga terus menyalahkan Ayahnya--Rasmadi, yang menyebabkan Rumana jadi begini.

🥀🥀🥀

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status