Share

Teror di alam mimpi

"Rum! Rumana! Rumana!" Terdengar jelas suara Gunadi memanggil namanya, namun ia tak bisa melihat sosok suaminya itu.

"Oeekk... Ooeekk..." Kini suara anaknya --Rayhan, yang masih balita menangis. Membuat Rumana sadar kalau ASI nya kini terasa nyeri dan hampir bengkak, sudah berapa lama dia tak memberikan ASI pada anaknya.

Rumana yang panik berusaha mencari jalan pulang, dalam pikirannya ingin segera menyusui Rayhan. Dia sudah putus asa untuk mencari Rihanna dan Rianti di tempat ini, tetapi dia teringat perkataan makhluk mengerikan tadi. Jika nyawa kedua anaknya mungkin sudah di antar pada yang maha kuasa, tetapi mungkin yang dia maksud sukmanya masih ada di sini.

Rumana harus bisa menemukan kedua anaknya di tempat yang mengerikan ini, dia tak mungkin tega membiarkan sukma kedua anaknya tertahan dan ketakutan. Tapi bagaimana caranya? Dia tak tahu apa-apa tentang makhluk halus dan sejenisnya. Apa yang harus dia lakukan sekarang, dia sungguh dilema. Di satu sisi, dia harus mencari jalan pulang, namun di sisi lain, dia juga ingin menyelamatkan kedua anaknya dari makhluk itu.

Brukk!!

"Astaghfirullah!" Netra Rumana terbelalak. Seorang wanita dengan senyum menyeringai tiba-tiba jatuh di depannya, membuat jantung Rumana hampir terlepas dari tempatnya. Wanita itu terus menatap tajam pada Rumana. Tatapan membunuh sama seperti yang Rasmadi lakukan, membuat Rumana tak mampu menggerakkan satu jaripun karena saking syok dan takutnya.

"Wraaaww!" Triak makhluk mengerikan itu tepat di muka Rumana. Sontak Rumana mundur menjauhi makhluk mengerikan itu, untungnya kini dia telah mampu menggerakkan seluruh anggota tubuhnya. Sehingga dia bisa lari.

Makhluk menyerupai wanita dengan rambut menjuntai menutupi hampir seluruh badannya, yang kadang menunjukkan wajah aslinya yang sangat mengerikan itu seperti menikmati ketakutan Rumana. Dia terus menyeringai dengan sesekali mengeluarkan tongkat sabit mautnya, mirip seperti yang menangkap kedua anaknya, tetapi ini lebih seram dan tidak terlalu besar.

Rumana terus berlari dan menghindar dari sasaran sabit maut yang di genggam oleh makhluk itu, dengan sesekali mengurut dadanya yang kehabisan oksigen. Keringat sebiji jagung terus keluar dari dahi dan tubuhnya, kini pakaian yang ia kenakan sudah basah oleh peluh dan darah akibat goresan pandan berduri yang dia lewati, dan beberapa luka dari sabit maut yang sedikit berhasil mengenai tubuhnya.

"Hosh...hosh..." jantung Rumana berpacu tak beraturan, hingga bisa dia dengar detak jantungnya sendiri. Dia berhenti sejenak untuk mengambil oksigen sebanyak mungkin.

"Kenapa makhluk itu seperti ingin menelanku hidup-hidup, bahkan sabit mautnya selalu dia arahkan padaku, apa mau dia dariku. Bukankah dia telah mengambil kedua anakku, dasar makhluk terkutuk. Tapi aku tak bisa menghadapi dia sendiri, aku harus bisa terus menghindar darinya. Jangan sampai aku tertangkap olehnya," gumam Rumana di tengah kelelahan nya.

Rumana kehabisan tenaga, dia tak bisa lagi berlari untuk menghindari serangan maut itu. Ia mencoba sembunyi di semak pandan berduri, meski sakit karena goresan duri pandan, dia berharap tanaman bahan baku tikar anyam itu bisa menyembunyikan dirinya dari makhluk misterius yang sangat mengerikan.

"Semoga dia tidak melihatku di sini. Pandan berduri, tolong sembunyikan aku dari makhluk mengerikan itu," gumamnya seraya meringkuk di atas tajamnya pandan berduri.

Baru sesaat dia sembunyi, tangannya terasa menyentuh sesuatu. Lembut dan berair, segera Rumana lihat benda itu untuk memastikan. Ia tajamkan pengelihatan dan mendekatkan benda itu tepat di depan matanya.

"Jabang bayi!! Astaghfirullah!" Dia langsung melempar benda itu ke aliran sungai agar terbawa arus dan lenyap dari hadapannya. Ternyata sepotong kepala manusia berlumuran darah, dengan mata yang hampir keluar, mulutnya juga dipenuhi belat*ung yang membuatnya mual dan ngeri secara bersamaan.

Kini berganti kedua tangannya membungkam kuat-kuat mulutnya agar tak mengeluarkan suara lagi, dia lupa ada makhluk mengerikan yang juga sedang mengincarnya dari belakang.

Rumana menangis, ketakutan seorang diri di tengah kegelapan yang sangat mengerikan. Jika bisa, dia memilih pingsan saja. Hatinya remuk redam, takut bercampur duka. Bagaimana tidak, itu kepala anak pertamanya.

Sementara itu, makhluk mengerikan pembawa tongkat sabit maut masih saja mencarinya. Makhluk itu sengaja memukulkan sabitnya ke bebatuan, sehingga menimbulkan suara. Seperti memberi kode pada Rumana bahwa dia bisa kapan saja membunuhnya. Rumana lemas tak berdaya, dia memilih memejamkan mata, pasrah jika memang harus tertangkap oleh makhluk itu.

Di tengah keputusasaan nya, sebuah bisikan menuntun hatinya.

"Ibu, Ibu, tolong Rianti, Bu. Rianti sakit, Rianti takut di sini, Bu." Sura itu terus mendayu-dayu di telinga Rumana. Bergantian memanggilnya, kadang Rianti, kadang Rihana. Mau berteriak memanggil kedua anaknya, tetapi dia takut makhluk itu akan menangkapnya. Akhirnya dengan berjongkok dan memeluk kedua lututnya, Ruman beringsut dari tempat itu, berusaha mengikuti sumber suara kedua anaknya.

Rumana berharap, dia masih bisa bertemu dengan sukma kedua anaknya. Dia akan mengajaknya pulang atau keluar dari tempat ini. Suara mereka terdengar semakin pilu dan putus asa, dia tahu kedua anaknya pasti sangat ketakutan sama seperti dirinya.

Saat suara dentingan sabit maut tak lagi terdengar, Rumana mengintip suasana di luar semak belukar pandan berduri. Memastikan makhluk itu tidak akan mengejarnya lagi. Di rasanya aman, dia segera berlari dengan terus menajamkan telinga, agar tak kehilangan jejak suara kedua anaknya.

Karena gelap, dia tak bisa melihat jalan dengan pasti. Tiba-tiba kakinya tersandung sesuatu, dia terjerembab ke bebatuan pinggir sungai, hingga keningnya berdarah. Di singkirkannya sesuatu yang membuatnya terjatuh.

"Ya Allah!" Pekik Rumana tertahan. Sepotong tangan berlumuran darah segar, yang sangat anyir baunya sedang dia pegang. Mengetahui hal itu, refleks dia membuang kasar potongan tangan itu.

Rumana kembali terisak, dia sangat takut dan putus asa. Suara kedua anaknya sudah tak lagi terdengar oleh telinga. Membuatnya memutuskan untuk beristirahat di pinggir sungai. Kerongkongan nya terasa sangat kering, karena terus berlari dan mengeluarkan banyak keringat. Tanpa pikir panjang, dia mencoba mengambil air sungai yang jernih mengalir dengan kedua telapak tangannya.

Belum sempat ia menenggak air itu untuk membasahi kerongkongannya, bau anyir tiba-tiba menyeruak lagi, membuat perutnya bergejolak seperti diaduk-aduk. Dia tajamkan penglihatannya, ternyata benar, air sungai yang tadi jernih itu, kini berubah jadi darah segar yang mengeluarkan bau anyir yang begitu menyengat.

Sontak Rumana membuang air di kedua telapak tangannya, yang hampir di tenggak. Dia bersyukur belum sempat menenggaknya. Menyaksikan aliran sungai menjadi aliran darah segar, membuatnya semakin takut. Dia berlari menjauhi sungai darah mengerikan itu. Terus berlari tanpa arah, hingga mengantarnya pada sebuah tempat seperti gua.

***

Karena dilanda ketakutan yang luar biasa, lagi-lagi Rumana ceroboh dan langsung masuk ke dalam. Ada obor di dinding-dinding gua itu, membuatnya sedikit lega. Dia masuk dan semakin ke dalam.

"Rihanna... Rianti...!" Pekik Rumana yang menemukan kedua anaknya sedang meringkuk berpelukan di sudut gua itu. Ada sedikit kelegaan di hati Rumana, karena akhirnya bisa menemukan kedua sukma anaknya. Ya, dia menyadari bahwa itu hanya sukma kedua anaknya. Karena dia ingat, jasadnya sudah hampir di kuburkan dalam satu liang lahat.

Rumana langsung memeluk haru kedua anaknya yang tampak pucat dan menggigil kedinginan. Hatinya berkecamuk, dia harus bisa keluar dari gua ini. Di tengah kelegaannya telah menemukan kedua anaknya, dia kembali di kejutkan dengan sosok yang kini di peluknya. Bukan lagi Rihana dan Rianti yang dia peluk, melainkan dua anak kecil dengan wajah yang hancur. Kedua bola mata yang hampir keluar, dan mulut yang terus menganga hingga hampir robek.

"Aaaakk! Siapa kalian, kemana kedua anaku!" Triak Rumana kaget mengetahui yang dia peluk bukan lagi kedua anaknya.

Lagi-lagi Rumana seperti di permainan. Dia marah bercampur takut. Ingin keluar tapi di mana jalannya.

Kini dua makhluk itu siap menerkam Rumana, sekuat tenaga dia mendorong kedua makhluk mengerikan itu hingga terjatuh. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, dia kembali berlari keluar dari gua.

"Hah...hah... Apa-apaan ini, siapa yang sedang mempermainkan aku. Dimana Rihanna dan Rianti, kenapa yang tadi aku lihat seperti kedua anaku berubah jadi setan mengerikan. Ya Allah tolong selamatkan aku dan selamtkan sukma kedua anakku dari tempat ini." Rumana kembali terisak.

Ada apa ini, kenapa dia seperti di teror tiada henti di tempat yang menyeramkan ini. Apa kesalahannya hingga dia harus mengalami ini semua?

Rumana terus bertanya-tanya dalam hati, di tengah usahanya berlari menghindari dua bocah mengerikan yang mengelebubinya dengan menjelma jadi kedua anaknya.

Sementara itu, di dunia nyata, tubuh Rumana masih terbaring tak berdaya. Anaknya yang masih balita terpaksa di sambung dengan susu formula. Beberapa hari balita malang itu terus rewel dan sempat demam.

"Sudah seminggu lamanya Rumana tak sadarkan diri, apa sebaiknya kita kuburkan saja dia. Hidup tidak, matipun tidak, bikin repot saja." Ujar Rasmadi pada Istrinya.

🥀🥀🥀

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status