Rumana tak pernah menyangka, jika kepulangannya ke kampung halaman Gunadi justru membawa petaka untuk keluarganya. Mulai dari kedua anaknya yang meninggal tenggelam, kedua ibu, dan menyusul sang suami tercinta. sebenarnya ada mister apa dibalik semua petaka yang menimpa orang-orang tersayang Rumana? Ikuti kisah Rumana dalam menemukan misteri yang tak pernah dia duga dan bayangkan sebelumnya, ya!
View More"Gelap. Dimana ini? Kenapa gelap sekali?" Rumana meraba-raba lantai dan udara."Rum! Itu kamukah, Rum? Rumana, ini Mas Gun." Gunadi yang mendengar suara Rumana langsung merespon. Berharap memang itu suara Istrinya."Mas, itu kamu, Mas. Kamu dimana?""Aku di sini, Rum. Kamu di mana?"Mereka saling mencari satu sama lain dalam kegelapan. Meraba ke sana kemari, terus mengikuti arah suara masing-masing. Rumana tak tahan dengan kepiluan dan rasa takut yang semakin menyerang di gelapnya ruangan. Dia menangis dengan terus memanggil nama suaminya. Suaranya terdengar semakin menjauh. Apakah mereka salah melangkah? Padahal Rumana dan Gunadi seperti sudah mengikuti suara masing-masing. Kenapa suara merka seperti semakin menjauh?"Mas ...! Kamu di mana, Mas? Kenapa suaramu seperti menjauh. Mas ...!" Rumana terus memanggil gunadi di sela isak tangisnya. Begitu juga dengan Gunadi melakukan hal yang sama. Hingga, suara Rumana terdengar semakin putus asa karena tak kunjung menemukan suaminya. Belum
Kinanti telah sampai di lokasi Gunadi. Dia memarkirkan mobilnya di pinggir jalan, lalu segera menghampiri adik ipar dan keponakannya. "Ke mana Rumana sekarang, Gun. Kalian ga apa-apa, kan?" Kinanti bisa melihat kecemasan di wajah mereka."Nggak apa-apa, Mbak. Tapi Rumana masuk ke dalam hutan sana, mengejar Rayhan yang melayang-layang. Kata Rumana sedang di bawa makhluk Wewe gombel. Tapi aku dan penumpang lainnya tadi, ga ada yang bisa lihat makhluk itu, Mbak," ujar Gunadi mengulangi cerita yang tadi sudah dia sampaikan pada Kinanti di telfon."Ya sudah, sekarang angkut semua barang-barang kalian ke mobil. Biar aku yang jaga Bagas di sini. Kamu cepat susul adikku ke hutan." "Jangan khawatir, aku sudah meminta orang-orangku untuk cepat ke sini. Mereka juga akan bawa beberapa tim SAR. Khawatir Rumana kenapa-napa." Kinanti langsung menuntun Bagas masuk ke dalam mobilnya. Di ikuti Gunadi yang membereskan semua barang bawaannya."Sudah beres semua, sekarang aku akan langsung menyusul Ruma
Di Kebumen."Ras, ayo ikut kloyong. Biar nggak suntuk di rumah sendirian. Kebetulan malam ini aku pas giliran ronda," ajak Karta pada Rasmadi."Aku di rumah saja, lah, Kang.""Ngapain di rumah terus. Mbokyo keluar gitu loh. Kamu nggak tahu, kan. Ada kabar apa di desa kita belakangan ini?" Karta sengaja memancing rasa ingin tahu Rasmadi."Kabar apa, Kang. Paling orang-orang sedang sibuk membicarakan istriku dan Ratmini yang meninggal dadakan." Rasmadi tampak acuh dan melanjutkan meracik tembakau untuk dia hisap setelah di bakar. "Hm, kamu ini. Makanya keluar, biar tahu kabar terbaru. Kalau soal istri dan besanmu sih, semua warga juga masih curiga. Tapi ini beda. Soal hantu Parjo yang gentayangan." Karta mengalungkan sarung di lehernya, kemudian melangkah keluar rumah Rasmadi.Penasaran dengan yang Karta katakan, Rasmadi akhirnya menyusul keluar setelah selesai dengan urusannya membuat rokok lintingan."Tunggu, Kang. Aku ikut!" seru Rasmadi sambil memakai sendal."Katanya nggak mau iku
"JANGAN SENTUH ANAKKU!" triak Rumana, mengagetkan seisi penumpang Bus itu. Sontak, Gunadi berdiri ketika Rumana ketakutan mendekap Rayhan."Ada apa, Rum. Kamu lihat apa?" tanya Gunadi panik melihat ketakutan Rumana yang duduk di sebelahnya."Ada wewe gombel yang mau mengambil anak kita, Mas," bisik Rumana, semakin panik, karena makhluk betina menjijikan itu hampir menyentuh tubuh Rayhan, dan semakin beringas meraih bayinya."Ini, dia mau mengambil Rayhan, Mas. Cepat usir dia!" Rumana masih mendekap erat tubuh bayi mungil yang masih terlelap."Nggak ada apa-apa, Rum. Lihatlah. Di sini hanya ada penumpang lain. Jangan bikin Mas takut." Gunadi trauma karena semua musibah yang telah menimpa keluarganya. Dia takut kehilangan Rumana dan bayinya."Tolong, Rum. Jangan aneh-aneh. Jangan becanda.""Aneh-aneh kamu bilang, Mas? Apa tampangku sedang becanda? Aku aneh? Kamu itu yang aneh! Kenapa kamu tidak bisa melihat makhluk yang sudah sedekat ini, sedang berusaha meraih tubuh Rayhan. Kamu Bapak
"Tuh, Mas, dengar kata Ayah. Jadilah lelaki kuat yang bisa melindungi ibu dan juga adikmu kelak. Menangis boleh, tapi jangan jadi kelemahanmu. Jadikan air matamu sebagai kekuatan untuk bisa menerima semua kenyataan." Rumana ikut menambahi kata-kata motivasi pada putranya.Bagas mengangguk tanda mengerti nasihat dari kedua orangtuanya. Kini, dia merasa lebih baik dan tidak takut lagi seperti sebelumnya. Meskipun rasa kehilangan kedua kakak dan neneknya masih sangat membuatnya terluka."Kata Budeh, kamu belum makan, ya. Sekarang kamu makan, ya. Mau Ibu suapi?" Rumana berusaha tersenyum demi putranya. Meski rasa sakit kehilangan empat orang yang dia cinta masih sangat menyiksa batin hingga meronta-ronta di dalam sana."Mas Bagas udah gede, Bu. Malu sama dedek Rayhan kalau di suapi. Ya, nggak, Mas," goda Gunadi pada Bagas, yang sukses membuat anak kecil itu kembali menerbitkan senyum manisnya.Bagas mengangguk kecil, di iringi senyuman. Membuat Gunadi dan Rumana sedikit merasa tenang kare
Mendengar penuturan Gunadi, Nyai Jaemah seperti tahu apa yang harus dia lakukan. Dia sedikit berlari menuju dapur, dan lagi-lagi membuat sambetan. Nyai Jaemah berfikir, tak salah lagi kalau Rumana memang kesambet. Mungkin dia melihat yang tidak bisa di lihat oleh orang lain, atau hanya ilusi yang menguasai fikirannya. Begitulah pemikiran Nyai Jaemah.Dia tumbuk bahan-bahan sambetan dengan cekatan, dan membawanya ke kamar. Melihat Rumana yang terpejam lemah, Nyai Jaemah langsung menjejalkan sambetan itu ke mulut Rumana dengan antusias. Berharap Rumana cepat sadar dan makhluk yang memasuki raganya cepat keluar.Rumana merasakan mulutnya di jejali sesuatu yang sangat bau, hingga membuat perutnya serasa di aduk-aduk. Tak tahan, akhirnya Rumana berusaha mengeluarkan seisi lambungnya."Hooeekk! Hoeeekk!" Rumana muntah seketika. Tak tahan lagi dengan bau dan rasanya."Nah, benar kan, Bu Rumana pasti kesambet. Lihat saja, dia langsung sadar begitu aku jejali sambetan ini. Modyar koe belis!(ma
"Ummi sudah di makamkan, tapi Rum ga bisa nunggu sampai tiga harinya Ummi di sini, Bah. Bagas sendiri di rumah sakit, dan Rayhan belum juga di temukan," ujar Rumana pada Abah yang terus saja melamun. Luka-luka kemarin telah berangsur sembuh, tetapi luka hatinya di tinggal istri tercinta, akan selalu menganga.Tersirat jelas di wajah tua Sudikerta, bahwa lelaki berusia 70tahun itu, begitu memendam duka mendalam. Dia juga menyimpan dendam pada seseorang. Siapa lagi kalau bukan pada Nyi Galuh. Wanita mengerikan yang telah melenyapkan nyawa istri dan besannya sekaligus. Wanita dengan anutan ilmu hitam yang tinggi dan sulit di tandingi.Wanita itu juga yang sempat menculik cucunya. Untunglah Sudikerta berhasil merebut Rayhan dan membawanya pergi ke suatu tempat yang aman."Rum. Abah mau menyampaikan sesuatu," ucap Sudikerta dengan serius pada putrinya."Iya, Bah. Ada apa, katakan saja." Rumana menatap Sudikerta, intens. Siap mendengarkan apapun yang akan Abah nya sampaikan."Sebenarnya Aba
"Ummi sudah di makamkan, tapi Rum ga bisa nunggu sampai tiga harinya Ummi di sini, Bah. Bagas sendiri di rumah sakit, dan Rayhan belum juga di temukan," ujar Rumana pada Abah yang terus saja melamun. Luka-luka kemarin telah berangsur sembuh, tetapi luka hatinya di tinggal istri tercinta, akan selalu menganga.Tersirat jelas di wajah tua Sudikerta, bahwa lelaki berusia 70tahun itu, begitu memendam duka mendalam. Dia juga menyimpan dendam pada seseorang. Siapa lagi kalau bukan pada Nyi Galuh. Wanita mengerikan yang telah melenyapkan nyawa istri dan besannya sekaligus. Wanita dengan anutan ilmu hitam yang tinggi dan sulit di tandingi.Wanita itu juga yang sempat menculik cucunya. Untunglah Sudikerta berhasil merebut Rayhan dan membawanya pergi ke suatu tempat yang aman."Rum. Abah mau menyampaikan sesuatu," ucap Sudikerta dengan serius pada putrinya."Iya, Bah. Ada apa, katakan saja." Rumana menatap Sudikerta, intens. Siap mendengarkan apapun yang akan Abah nya sampaikan."Sebenarnya Aba
Rumana memeluk tubuh Kinanti yang begitu lemah. Di pandangi wajah kakak perempuannya yang terlihat kuyu dan kehilangan rona bahagia. Dia tak habis pikir, kenapa kakaknya bisa sampai seperti itu."Mbak, dari mana saja, kenapa bisa sampai seperti ini." Rumana tak kuasa membendung bulir bening yang terus merembes dari kelopak matanya."Mbak juga nggak tau, Rum. Seingat Mbak, waktu lagi jalan ke rumah mertuamu, tiba-tiba ada yang memukul tengkuk Mbak dari belakang. Mbak ga sempat melihat siapa pelakunya, dan langsung ga ingat apa-apa lagi setelahnya." Kinanti mencoba mengingat kembali kejadian yang membuatnya sampai seperti ini."Kenapa Mbak ga ngabarin kami dulu kalau mau datang. Mas Gunadi kan bisa jemput Mbak di terminal atau stasiun.""Tadinya Mbak mau kasih kejutan, dan sengaja ga ngabari kalian. Mbak kangen sama kamu dan ponakan-ponakan Mbak.""Iya, Mbak sukses mengejutkan kami, dengan menghilang tanpa kabar," pungkas Rumana menatap sedih sang kakak."Maaf. Mbak nggak bermaksud memb
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.