Share

Pilihan yang sulit

Mami ana bergegas menghampiri Risa yang baru saja sampai di ruang ganti pakaian.

"Erisa, apa kamu bosan bekerja di sini, atau kamu malah bosan hidup?" tanya Ana dengan wajahnya yang sudah di liputi amarah yang tak bisa lagi dia sembunyikan pada Risa.

"Apa maksudnya Mami, kenapa tiba tiba marah padaku tanpa sebab yang jelas?" ujar Risa dengan ekspresi kagetnya.

"Ah Erisa,,, kenapa kamu membuat keributan dengan tuan Juan di karaoke kemaren?" tatar Ana.

"TUan Juan? Karaoke?" Risa mengernyitkan dahinya, salah satu alisnya terangkat karena merasa sangat bingung dan tak mengerti dengan apa yang sedang di bicarakan mami Ana saat ini.

"Iya kemarin katanya kamu mengganggu tuan Juan saat sedang berada dalam ruang karaoke,"

"Tidak, aku tidak pernah mengganggu siapapun, apalagi siapa itu tuan Juan, aku bahkan tak mengenalnya, aku hanya mengermbalikan kunci mobil pemberian Hendrik, setelah itu sudah, aku pergi, tak ada ketemu Juan atau siapapun!" sanggahnya dengan wajah tanpa dosa sedikit pun.

"Apa kamu benar-benar bertemu Hendrik kemarin?" mata mami Ana memicing.

"Iya, tentu saja, cuma sepertinya mata ku agak bermasalah karena Hendrik yang mami sebut tua itu ternyata masih muda dan tampan," cicit Risa.

"Masih muda dan tampan,? Bertubuh atletis dan bermata tajam,? Dengan wajah khas timur tengah?" tanya mami Ana yang di angguki Risa berulang ulang setiap mami Ana menyampaikan pertanyaannya.

"Mampus lah, habis kita semua, siap-siap jadi pengangguran, dan kamu orang yang paling bertanggung jawab jika kita menjadi gembel berjamaah," Mami Ana menepuk jidatnya sendiri, sementara Risa masih mengerutkan keningnya semakin tak mengerti dengan arah pembicaraan mami Ana.

"Yang kamu temui kemarin itu Tuan Juan, bukan Hendrik, ah,,, kenapa kamu bego banget sih, kacau,,,kacau semuanya!" Mami ana mengacak rambutnya sendiri.

"Ma- maksudnya aku salah orang, kemaren?" cicit Risa.

"Pake tanya, iya lah! Dan sekarang orangnya ngamuk minta kamu menemuinya untuk meminta maaf atas kelakuan mu yang telah mengusik kesenangannya, dan jika kamu tidak mau menemuinya untuk minta maaf, dia mengancam akan melaporkan semua tim manajemen sini ke pusat agar memecat kita semuanya, nasib para pegawai klub berada di tangan mu kini! Tolong temuidia sekarang juga, dia menunggu mu di kamar nomor 2020, cepat minta maaf padanya, kamu hanya di beri waktu satu jam saja." urai Ana menerangkan apa yang terejadi.

"Ke-kenapa harus di kamar hotel?" gugup Risa, bayangan Juan yang sedang 'bermain' dengan pemandu lagu kemarin tiba tiba terbayang lagi di pelupuk matanya, bagaimana si pemandu karaoke kemarin bertengger tepat di atas tubuhnya, bahkan pria itu tak merasa risih sedikit pun saat dirinya masuk, tubuh mereka masih bersatu, itu semua membuat Risa bergidig ngeri.

"Tapi---" sungguh Risa sangat ingin menolak pertemuan itu, namun mami Ana memmohon sekali lagi padanya,

"Erisa, pikirkanlah berapa banyak mereka yang bekerja disini dan harus kehilangan pekerjaan hanya karena kebodohan dan kecerobohan mu, tolong jangan egois, ratusan nyawa bergantung pada mu!" Mami Ana memelas.

Risa terlihat berpikir beberapa saat, ini memang kesalahannya, dan tidak adil rasanya jika semua orang harus menerima akibat dari kesalahannya itu, betapa sangat berdosanya dirinya jika dirinya berkeras diri untuk menolak menemui pria bernama Juan yang sudah dia usik kemarin.

Tentang apa yang akan pria itu lakuakn pada nya nanti di kamar hotel tempat pertemuan mereka, Risa hanya bisa berharap kalau pria itu tak akan meminta hal yang aneh-aneh padanya dan jika pun memeng ini hari nahasnya harus kehilangan kesucian karena kesalahannya pada tuan berkuasa bernama Juan yang sudah dia ganggu kesenangannya kemarin, ya,,, anggap saja ini memang takdirnya, mau bagaimana lagi, yang penting dia harus bertanggung jawab atas kesalahan yang telah di lakukannya dan tak ada orang lain yang di korbankan karena kesalahannya ini.

Dengan langkah kaki yang terasa gamang dan perasaan yang tak menentu, Risa berjalan lunglai menyusuri koridor hotel menuju kamar nomor 2020, tempat dimana dirinya akan menemui tuan Juan.

Risa berdiri di depan pintu kamar ber cat putih yang tertutup rapat, dia menarik napasnya sangat dalam beberapa kali lalu mengeluarkannya, tangannya lantas terulur ke sebuah tombol di dekat pintu lalu memencetnya sebanyak satu kali, sungguh dia tak ingin memencet bel itu lebih dari satu kali, berharap pria di dalam sana tak mendengar suara belnya, atau bahkan sudah pergi tak lagi menunggunya karena ada urusan penting yang sangat mendadak atau apapun itu, yang penting saat ini kamera pengawas hotel jelas sudah merekam kedatangan dirinya ke kamar itu dan tak bisa di persalahkan lagi.

Namun harapan tinggalah harapan, karena tak sampai lima menit, pintu kamar hotel itu langsung terbuka, sepertinya pria itu bear-benar 'niat' dalam menunggunya untuk datang dan meminta maaf.

Tapi yang jadi permasalahan untuk Risa saat ini, dia tak tau permintaan maaf seperti apa yang di harapkan pria bernama Juan itu dari dirinya.

"Masuk!" kata Juan singakt namun terdengar sangat lugas dan penuh penekanan.

Risa yang tak berani menatap wajah Juan, hanya bisa melangkahkan kakinya menuju dalam ruangan dengan wajah yang menunduk, dia bahkan baru tersadar kalau masih mengenakan pakaian yang tadi di gunakannya untuk bernyanyi,

'Bukankah ini terlalu terbuka? Bagaimana jika dia berpikiran yang tidak-tidak, dan mengira aku datang kesini sengaja untuk menggodanya?' Bisik Risa dalam batinnya, sesekali dia mengangkat dress bagian depan yang berbelahan dada rendah agar tak begitu meng ekspose dadanya yang putih mulus dan terlihat penuh menantang.

Juan memperhatikan dengan seksama tingkah Risa yang sangat kentara kalau wanita itu sedang menyembunyikan rasa gugup dan tak nyamannya.

Aneh rasanya bagi Juan, dia tak pernah se antusias ini saat akan bertemu seorang wanita, apalagi hanya sekelas biduan klub, dirinya bahkan harus bolak balik mengintip di pintu, memastikan setiap suara derap langkah orang yang melewati kamarnya yang hanya samar samar terdengar, dia juga beberapa kali mematut diri dan merapikan tatanan rambutnya di cermin toilet kamar, seperti seorang ABG yang akan melakukan kencan untuk yang pertama kalinya.

Bahkan saat suara samar samar stiletto yang beradu dengan ubin hotel semakin mendekat ke arah pintu kamarnya, dan berhenti tepat di depanya, Juan bahkan tak bisa mengendalikan detak jantungnya yang berdegup sangat cepat, padahal dia tak pernah punya riwayat penyakit jantung selama ini.

"Kenapa kau terlihat cemas dan hanya terdiam? Bukankah kemarin malam kau dengan hebatnya menghardik ku dengan lantang dan penuh keberanian? Dimana nyali mu kau tinggalkan malam ini?" sinis Juan dengan seringai yang tak bisa di artikan, tatapan matanya terus saja tertuju dan mengunci ke arah Risa yang sampai saat ini masih berdiri dengan wajah tertunduk entah malu atau takut, yang jelas gugup.

"Saya minta maaf tuan, saya akui kalau ini semua adalah salah ku, tolong hukum aku saja jangan libatkan para karyawan yang lain, mereka tak bersalah sama sekali. ini murni kesalahan ku." Lirih Risa yang akhirnya memberanikan diri untuk membuka suaranya.

"Oke, kompensasi apa yang ingin kau berikan pada ku atas kesalahan mu itu, kau telah merusak kesenangan ku, kemarin, kau juga memarahi ku tanpa sebab, menghina ku di depan para pemandu karaoke, menjatuhkan harga diri ku," Juan mengabsen apa saja kesalahan yang sudah Risa lakuakan padanya.

"Kompensasi?" cicit Risa.

"Ya, kau melakukan kesalahan pada ku dan kau harus membayarnya, tentu saja bukan berupa uang, karena jelas uang ku lebih banyak di banding uang mu!" cibir Juan sombong.

"Saya memang tidak punya uang banyak, apalagi sebanyak yang tuan miliki, tapi saya tulus meminta maaf pada tuan atas apa yang saya lakukan kemarin, jadi tolong maafkan saya, lepaskan para karyawan lain, jika perlu saya bersedia memohon dan menyembah kaki anda Tuan!" Risa memelas mengharap belas kasihan.

Namun otak Juan yang tak lepas dari kemesuman itu justru malah bergidik ngilu saat membayangkan kalau Risa bersimpuh di depan tubuhnya yang kini berdiri tegak, adegan dewasa itu tiba-tiba mengganggu konsentrasinya.

"Aku bukan berhala, untuk apa kau sembah, aku hanya punya dua pilihan untuk mu, tidur dengan ku atau kencan selama dua minggu dengan ku?" ucap Juan memberi dua pilihan sulit untuk di pilih Risa saat ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status