~~Lisanna Yang putus asa~~
12 tahun yang lalu dan tepatnya saat Kalisa masih duduk dibangku dasar. Kalisa tumbuh menjadi gadis ceria dan selalu menuruti perkataan kedua kakaknya.
"Kalisa, kamu yakin gak mau ikut pulang ke rumah Oma?" Tanya Silvi mamanya Kalisa.
"Iya, aku mau dirumah saja nemenin kak Lisana," jawab Kalisa yang sedang menonton tv sambil tiduran di sofa dan kepalanya diletakkan di pangkuan kakak perempuannya.
"Baiklah, kalian berdua baik-baik dirumah. Jangan asal membuka pintu jika ada yang mengetuk," ucap Silvi.
"Iya Mah," jawab Kalisa dan Lisanna bersamaan.
"Kak Anna, jangan tidur terlalu malam ya," ucap Bram.
"Iya, adi
Maaf telat up nya, dan terima kasih yang sudah setia menunggu kisah kelanjutannya. Dan jangan lupa juga baca katanya ke duaku, Stay By My SIde. Dijami gak kalah seru juga Loh.
~~Tatapan kosong Lisanna~~ Kemudian pria bertopeng merah itu melepaskan celana dalam Lisanna dan membuangnya dengan asal. Dengan kasar pria itu menggesek-gesekan benda kenyal berotot miliknya di area sensitif Lisanna yang ditumbuhi Bulus hitam nan lebat yang malah memberikan sensasi menggelitik pada ujung kepala si junior pria itu. Dengan sekali hentakan keras dan kasar, pria bertopeng merah itu berhasil membobol gawang yang menghalangi jalan menuju surga dunia yang dimiliki Lisanna. Aaaaah!… suara teriakan panjang Lisanna menggema di dalam kamar orang tuanya. Air matanya Lisanna mengalir deras membasahi sudut matanya, rasa perih dan juga sakit kian mendera bagian sensitifnya saat pria itu menggerakkan pinggulnya dengan kasar. Kalisa yang masih bersembunyi dibawah kolong tempat tidurnya seketika menjadi tegang saat mendengar teriakan dari kakak perempuannya.
Kesedihan Dan Luka Mendalam “Mama, aku pulang!” Teriak Kalisa. “Iya, Mama di dapur sayang,” jawab Silvi. “Kak Anna mana?” Ucap Kalisa yang baru masuk ke dapur akan tetapi tak mendapati kakaknya disana. “Kakakmu ada di kamar, tadi dia minta Mama masakin makanan favoritnya.” “Beneran? Apakah Kak Anna sudah mau diajak ngobrol, Mah?” “Iya, tapi cuman sedikit.” Kalisa mengangguk paham. “Aku ke kamar ganti baju dulu, sekalian ngeliat Kak Anna.” Setibanya di kamar Kalisa mengedarkan pandangannya akan tetapi tak menemukan keberadaan kakaknya. “Kak, kak Anna,” panggil Kalisa sambil meletakan tas sekolahnya diatas meja belajar. Kalisa mengerutkan dahinya saat melihat secarik kertas yang diletakan di samping bingkai foto, tanpa pikir panjang langsung diambilnya dan alangkah terk
Menangis Histeris 'Ini gak bisa dibiarin, aku harus secepatnya menyadarkan Kalisa. Karena jika dia tidak segera sadar, urusannya akan menjadi rumit nantinya," batin Desi. "Kalisa, sadarlah! Dia bukan Kak Lisanna, dia Anisa sepupu suamimu, Kalisa?!" Teriak Desi. "Diam kamu wanita brengsek! Berisik sekali mulutmu ini," ucap pria yang menjambak Desi, dan langsung menghadiahkan tamparan keras pada kedua pipinya hingga mengalir darah segar dari sudut bibir Desi yang sepertinya pecah akibat tamparan keras tadi. "Aku mohon jangan sakiti dia! Lepaskan dia, kalian boleh melakukan apa saja padaku tapi aku mohon jangan sakiti mereka," ucap Anisa sambil menangis. "Kalisa!" Teriak Desi lagi dan akhirnya berhasil menyadarkan Kalisa dari bayang-bayang masa lalunya. Alangkah terkejutnya Kalisa saat mel
Jonathan yang baru turun dari pesawat langsung mengambil ponselnya untuk menukar mode penerbangan menjadi data seluler. Mata Jonathan menyempit melihat notifikasi dua pesan masuk dari Robert dan satu pesan dari kakak iparnya. “Napa ponselmu gak bisa dihubungi si, Jo?” Isi pesan pertama Robert. “Jika sudah melihat chat dariku segera hubungi aku,Bung,” pesan kedua Robert. “Segera hubungi aku,” isi pesan dari Bram. Jonathan yang merasa heran dan penasaran langsung menghubungi kakak iparnya. “Halo,” ucap Jonathan saat Bram sudah mengangkat panggilan teleponnya. “Oo, halo,” jawab Bram dengan suara serak khas bangun tidur.
Robert yang masih terkejut dengan apa yang dilakukan Desi sahabat dari istri sepupunya dan juga sekretarisnya dikantor, yang selalu membuatnya marah sekaligus terhibur dengan sikap judes dan juga kadang penurut jika sedang dalam mode bekerja. ‘Kenapa tubuh gue jadi tegang? Dan kenapa pula jantungku berdetak kencang seperti habis maraton aja?,” batin Robert sambil menyentuh dadanya. “Mmh,” guman desi sambil menarik tangan Robert dengan kuat dan membuat Robert terjatuh tepat di samping Desi. “Ternyata tenagamu memang kuat juga ya, Desi,” lirih Robert sambil memperhatikan wajah Desi yang tengah tidur dengan damai. “Cantik juga jika diperhatikan dengan benar gadis menyebalkan ini,”ucap Robert pelan kemudian tatapan matanya tertuju pada luka dibagian bibir Desi yang sepertinya sakit dan juga perih.
Kalisa yang sedang menikmati hangatnya guyuran air shower menjadi terkejut karena di pelukan dari belakang oleh Jonathan. Dengan cepat kalisa berbalik dan menatap suaminya yang malah tersenyum mesum kearahnya, sambil menggesek-gesekan juniornya yang sudah keras di perutnya.“Mas,” panggil Kalisa dan langsung mematikan kran air.“Hmm,” guman Jonathan menanggapi panggilan istrinya.“Jangan bilang jika Mas Nathan masih mau lagi,” ucap Kalisa dengan suara terdengar kesal.Jonathan bukannya menjawab perkataan istrinya, dia malah tersenyum manis sambil mengangkat alisnya naik turun untuk menggoda istrinya.“Maas,” panggil Kalisa dengan maja dan menunjukkan wajah lelah.“Jadilah istri yang baik dan layanilah suamimu dengan benar. Jangan pernah menolak permintaannya, karena jika kamu menolaknya, kamu akan berdosa,” bisik
Melinda mengepalkan kedua tangannya dan mencoba dengan sekuat tenaga untuk tidak emosi dan berakhir mencakar wajah cantik dan mulus Kalisa. “Jika iya, kenapa memangnya? Lagipula hubungan rumah tangga kalian tidaklah normal seperti kebanyakan orang yang sudah berumah tangga,” ucap Melinda dengan percaya diri. “Tidak normal dalam artian apa?” Tanya Kalisa tak paham. “Aku yakin jika Jonathan masih belum mencintai kamu, dan aku juga yakin pasti dia masih belum menyentuhmu kan?” Ucap Melinda dan tersenyum mengejek Kalisa. “Kata siapa dia tidak mencintaiku dan juga tidak menyentuhku?” Jawab Kalisa kemudian dia dengan santainya membuka kancing kemejanya dan membukanya tepat dihadapan Melinda. “Kamu bisa melihatnya, Melinda? Seberapa kuat dan ganasnya Jonathan itu, kamu bisa melihat dengan mata kepalamu, semua tanda mera
Dimas bukannya langsung menjawab pertanyaan dari sahabatnya, dia malah memalingkan wajahnya dan menatap ke arah jendela. ‘Aku dulu memang sangat menyukai Kikan, akan tetapi saat aku kembali ke Indonesia dan berniat mengungkapkan perasaanku padanya, malah berakhir mendapatkan masalah seperti. Dan hal yang membuatku terkejut saat aku sudah kembali, aku malah mendapatkan dirinya yang tega berbuat nekat dan melakukan tindakan mengerikan pada orang lain,” Batin Dimas. “Woi, Dimas! Mau ikut gak lo?” Ucap Jerry. “Enggak,” jawab Dimas. “Serius lo, setau gue lo ada Persalahkan sama Kikan?” Ucap Rio dan membuat Robert mencincingkan sebelah alisnya karena merasa tertarik dengan ceritanya. “Itu dulu sebelum aku tau j