Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin

Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin

Oleh:  Emma Shu  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
9.8
24 Peringkat
335Bab
139.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Habiba tak menyangka akan menikah dengan majikannya, lalu menjadi istri rahasia yang disembunyikan dari publik. Tak seorang pun tahu bahwa ia adalah istri CEO ternama, Husein. Kesepakatan pun dibentuk, Habiba harus meninggalkan Husein setelah melahirkan anaknya karena status sosialnya dianggap sebagai aib. Lalu bagaimana jika Husein malah jatuh cinta sebelum Habiba melahirkan bayinya? Bagaimana pula nasib Irzan saat tahu wanita yang dia cintai ternyata diam-diam sudah menikah? Follow instagram @emmashu90

Lihat lebih banyak
Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Tth Im
dj goodnovel kenapa cuma ada 2 karyamu author sayang?
2024-03-25 17:44:15
0
user avatar
Renita gunawan
selalu menunggu karya-karya mb' emma yang lainnya ......
2024-02-05 20:31:54
0
user avatar
Risma Aprilia
ceritanya bagus banget,ada lucunya ada sedih nya.
2024-01-19 22:45:27
0
user avatar
Emma Shu
Silakan follow instagram @emmashu90 untuk kenal.lebih dekat dan juga info seputar novel saya
2024-01-18 13:17:59
0
user avatar
Haiza Alias
jalan cerita best
2024-01-03 20:00:38
0
user avatar
Wella
cerita yg menarik
2023-11-29 15:30:50
1
user avatar
𝓢𝓮𝓷𝓳𝓪 𝓜𝓮𝓻𝓪𝓱
Cerita nya menarik, hai kak Ema kita bertemu lagi dirumah berbeda..
2023-11-21 00:21:49
2
default avatar
Irelia Patries tianti
Keren ceritanya
2023-11-08 14:43:54
1
user avatar
yanticeudah
Keren kak Ema, bisa juga baca karya kak Ema, di NT nggak punya app-nya .. sukses kak...
2023-10-10 06:45:25
2
user avatar
s s
kemana kak ema pergi saya selalu mengintili.........
2023-10-05 11:16:26
0
default avatar
Rena
Bagusssssss
2023-09-29 00:55:21
1
user avatar
icher
aku mampir kak. by icher
2023-09-28 02:55:37
1
default avatar
jojonirud
Ya ampun, baru nemu cerita sebagus ini. Bikin penasaran setiap bab nya. Plis UP lagi
2023-09-21 15:50:10
1
default avatar
ijullyapurwati
Bacaan terfavorit. Ceritanya bagus dan penyampaiannya sangat mengalir. Gak nyesel masukin ke favorit
2023-09-21 15:46:28
1
user avatar
Elok Fatimah
aku hadir. carinya judul. kalu akun ga ketemu
2023-09-16 22:57:58
1
  • 1
  • 2
335 Bab
01. Susu Untuk Tuan Muda
"Permisi, saya membawa susu hangat untuk Tuan Muda." Habiba membuka pintu kamar. Ini adalah pertama kali Habiba bekerja di rumah itu, menggantikan ibunya yang sakit sebagai asisten rumah tangga.Menurut informasi, Tuan Muda adalah sosok yang dingin dan arogan. Hal itu membuat Habiba merasa was- was.Pemandangan tak nyaman menyambutnya. Kamar luas nan mewah itu seperti kapal pecah. Barang- barang berserakan di lantai. Tuan muda tengah duduk selonjoran di lantai, menyandar di dinding. Dada bidang pria itu tanpa lapisan baju. Ternyata wajah tuan muda begitu maskulin. Hidung mancung dan rahang kokoh ditumbuhi bulu halus."Ini susunya, Tuan! Saya taruh susunya di meja ya?" Habiba meletakkan gelas sesaat setelah menyingkirkan buku- buku di atas meja supaya gelas mendapatkan tempat.Husein bangkit berdiri. Jalannya sempoyongan. Terhuyung ke sana sini tak tentu arah. Tatapan mata Husein tajam dan gelap. Membuat jantung Habiba seperti disengat saat bertukar pandang, sontak Habiba mengalihk
Baca selengkapnya
02. Kesucian Yang Terenggut
“Biba! Buruan keluar!” Suara Tomy, kakaknya Habiba memanggil dari luar sambil mengetuk pintu kamar mandi. Mungkin mau setor, setiap pagi selalu begitu. “Biba, cepetan! Makan sudah siap! Ayo makan!” seru Tomy lagi. Oh… ternyata Kakaknya tidak sedang ingin setor, melainkan mengajak makan. Setiap hari Tomy selalu memasak untuk anggota keluarga di rumah. Profesinya yang bekerja sebagai buruh di pabrik dengan upah harian tidak membuatnya terlihat jengah. Dia pekerja keras. Sebelum berangkat kerja, dia melakukan rutinitas keseharian di rumah. Memasak, mencuci baju dan beres- beres rumah. Dia sadar bahwa lelaki adalah tulang punggung keluarga setelah ayahnya tiada.Habiba keluar mengenakan kimono. Rambutnya basah. Melengos melewati dapur yang menyatu dengan ruang makan. Ia harus melewati dapur untuk sampai ke kamar saat keluar dari kamar mandi. Tomy langsung menarik kursi dan membimbing Fatona, wanita paruh baya yang baru saja keluar kamar. Wanita itu duduk di kursi sambil terbatuk. Sy
Baca selengkapnya
03. Darah Perawan
Tok tok…Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Husein.“Hm. Masuk!” gumam Husein.Sosok wanita berusia tiga puluh tahun masuk. Tak lain pembantu yang sudah dua tahun bekerja di sana. Selain Fatona, Fara membantu memasak di rumah itu. sedangkan Fatona bertugas membereskan rumah, menyapu, mengepel, mengurus kebutuhan Inez dan Husein. Semenjak Fatona sakit, Fara lah yang menggantikan pekerjaan Fatona saat pagi hari. Sebab Habiba hanya bisa menggantikan pekerjaan ibunya setelah pulang dari jam kuliah.“Permisi, Tuan Husein. Apakah saya sudah bisa membersihkan kamar? Nona Inez tadi menyuruh saya membereskan kamar Tuan,” ucap Fara dengan sungkan. Husein adalah sosok yang selalu jaga jarak dengan asisten rumah tangga, dia disegani.Dahi Husein mengernyit menatap kedatangan Fara, ibu satu anak itu. “Bu Fatona mana? Bukankah biasanya dia yang urus kamarku?” tanya Husein.“Maaf Tuan. Bu Fatona sudah beberapa hari terakhir ini tidak masuk kerja karena sakit. Sudah ijin sama nyonya besar.
Baca selengkapnya
04. Harus Tutup Mulut
“Dia itu hanya gadis biasa. Dia tidak punya nyali untuk melakukan hal itu.” “Bisa jadi dia gadis liar. Kau belum tahu siapa dia.” Pikiran Husein melayang-layang. Menerka-nerka sosok seperti apa gadis yang dia renggut kesuciannya itu.“Kau mengenal Bu Fatona kan? tentu kau lebih tahu jenis seperti apa putrinya itu. buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya. Sifat Bu fatona pasti mengalir dalam diri putrinya. Jika Bu Fatona ini orang lempeng dan baik, maka anaknya juga tidak akan jauh dari seputaran itu. tapi kalau sebaliknya, maka kau harus berhati-hati.”Husein menggelengkan kepala, merasa pusing.“Menurutku, gadis itu adalah gadis polos. Kau sendiri yang bilang bahwa kau merenggut kesuciannya. Artinya dia masih perawan. Mana mungkin ada gadis liar yang masih perawan. Kemudian, aku mendengar pemberontakannya waktu itu, dia berteriak ingin pergi, artinya dia memang ingin melepaskan diri darimu, tapi tidak berdaya.”Husein mulai lega, meski gurat kecemasan itu masih menyel
Baca selengkapnya
05. Kembali ke Rumah Husein
Mobil akhirnya berhenti di depan rumah besar bernuansa putih kuning. Paduan warna yang manis. Halamannya luas dikelilingi pagar tinggi. Habiba menatap rumah seperti ingin menelan mangsa. Di rumah itulah Husein menggagahinya. Jantungnya tiba-tiba berdetak sangat kencang. Apakah ia akan sanggup menjaga mental disaat bertemu dengan pria itu? "Biba, apa kau mau ikut denganku? Kenapa tidak turun?" tanya Emran menyadarkan lamunan Habiba."Oh i iya." Habiba gegas turun dari mobil. "Sayang, aku tidak bisa ikut turun. Kalau aku terlalu sering ke rumahmu, aku takut orang tuamu akan curiga dengan hubungan kita. Mereka belum mengijinkanmu berhubungan dekat dengan lelaki. Aku langsung pulang saja. See you!" Emran menurunkan kaca mobil dan melambaikan tangan kepada Inez. Dibalas dengan senyum dan lambaian tangan pula oleh Inez.Sejoli itu terlihat begitu dekat dan mesra."Ayo masuk!" ajak Inez pada Habiba.Mereka memasuki rumah. Kebetulan mereka berpapasan dengan Amira, ibunya Inez di ruang tam
Baca selengkapnya
06. Disiram Air Comberan
Sambil membawa ember berisi air bekas pel dan tongkat pel, gegas Habiba membuka pintu hendak keluar. Deg! Jantungnya nyaris copot saat berpapasan dengan lelaki berpakaian rapi berdiri di ambang pintu. Tak lain Husein. Inilah yang sejak tadi ditakuti oleh Habiba, bertemu dengan Husein. Lelaki itu tampak tampan mengenakan kemeja putih dan dasi hitam, jas warna senada digantung di pundak. Satu kancing kemeja atas terbuka, menampilkan bulu halus di dada bidang yang gagah.Oh tidak. Habiba tidak mengatakan lelaki ini gagah. Untuk kali ini ia terpaksa harus mengkhianati pandangan matanya sendiri.Husein tidak sendiri, ada Amir di belakangnya. Amir sedikit kikuk saat melihat keberadaan Habiba. Dia adalah saksi kunci saat Habiba memasuki kamar Husein dan bahkan mendengar teriakan gadis itu. Namun ia malah kabur, membuatnya kini merasa seperti seorang terdakwa di persidangan.Tatapan Habiba dan Husein bertukar. Detik berikutnya manik mata Husein beralih ke ember dan pel yang ditenteng di t
Baca selengkapnya
07. Pengakuan Habiba di Depan Tuan Besar
Husein melenggang menuju ke ruang makan tanpa bertegur sapa atau berminat untuk mengatakan sesuatu kepada Habiba. Hanya lirikan singkat saja yang dia berikan untuk memastikan seperti apa eskpresi wajah gadis itu, yang ternyata marah dalam diam.Husein menyantap makan di meja makan seorang diri. Malam itu, anggota keluarga sudah makan semua. “Fara, mama kemana?” tanya Husein pada Para yang tengah sibuk menyusun piring bersih ke rak.“Nyonya katanya tadi mau arisan sama geng sosialitanya, Tuan.”“Sejak siang tadi?”“Iya, benar.”Husein mengangguk. Kebiasaan mamanya memang begitu jika sudah berkumpul dengan geng sosialitanya. Wanita itu akan disibukkan dengan segudang kegiatan yang tidak putus bersama teman-temannya. Berfoto rame- rame dengan berbagai pose, belanja ke mall, membeli perhiasan sama-sama ke toko perhiasan. Bahkan kalau sudah punya kegiatan jalan-jalan ke luar negeri bersama dengan gengnya itu, maka ia tidak ingat pulang.Berbeda dengan Alka, papanya Husein yang ter
Baca selengkapnya
08. Uang Tutup Mulut
Byur!Sisa kuah berwarna kemerahan yang sudah dicampur sambal itu tumpah ke kemeja Husein sesaat setelah kaki Habiba tersandung kaki Husein yang terayun maju. Ini adalah kesialan yang kedua kalinya bagi Husein setelah tadi tersiram air bekas pel. Tidak ada yang dilakukan Habiba setelah kuah itu tumpah mengenai kemeja Husein. Gadis itu diam saja. lidahnya berat mengucapkan maaf pada lelaki ini. Kepalanya mendunduk.“Argkh..! Menjijikkan!” Husein menatap kesal pada kemejanya, kemudian beralih menatap Habiba.Habiba melengos pergi membawa mangkuk dan menaruhnya ke westafel, dia menghilang saat berbelok ke ruangan lain.Entahlah, Habiba nekat melengos pergi meski dengan rasa takut yang membaur dengan kekesalan. Dia merasa kacau setiap kali berdekatan dengan Husein, sehingga dia memilih untuk kabur saja.Husein hanya bisa menghela napas. Menahan kekesalan tanpa mau melampiaskannya. Ingat, ia harus mengikuti alur. Jangan sampai membuat Habiba menjadi marah dan akhirnya membongkar kejadian k
Baca selengkapnya
09. Kembalikan Uangmu
Habiba hanya orang kecil. Dia tidak akan mungkin sanggup melawan seorang Husein yang memiliki banyak uang dan kekuasaan. “Biba! Kamu sedang apa?”Habiba terkejut mendengar seruan dari arah belakang. Suara Fatona. Cepat-cepat Habiba memasukkan amplop ke balik jaketnya. Dia peluk benda itu di perut seolah sedang memeluk lengan sendiri karena merasa kedingingan. Habiba mengayunkan langkah mendekati ibunya, menyalami tangan ibunya dan mencium punggung tangan itu penuh takzim, tanpa melepaskan pelukan pada amplop di balik jaket dengan tangan lainnya.“Kok, termenung di sana? Ngapain?” tanya Fatona.Habiba mengulas senyum tipis. “Tuh, kamu kedinginan kan? Makanya lain kali cepat masuk rumah,” imbuh Fatona.“Ya, Bu.”“Bagaimana kuliahmu hari ini?”“Smeuanya baik, Bu.”“Terus, pekerjaanmu di rumah Bu Amira gimana? Tidak ada masalah kan?”“Tidak ada, Bu. Semuanya baik.” Habiba menatap wajah pucat ibunya, pipinya makin tirus. Kurus. Penyakit telah menggerogotinya hingga kondisinya terlihat me
Baca selengkapnya
10. Usapan Tangan Husein di Pipi Habiba
Husein mengangkat alis. Kemudian balik badan untuk duduk. Pertanggung jawaban apa maksud Habiba? Husein mikir panjang. Kepalanya mendadak seperti ditampar berkali-kali. Otak rasanya penuh dan sesak. Pagi-pagi disaat nyawanya belum sempurna terkumpul, ia sudah diserang dengan kalimat membingungkan.“Itu uang Anda, bukan?” Habiba menunjuk amplop.Husein ingat betul bahwa ia mengambil uang dari brankas dan menyerahkannya kepada Amir, memerintahkan supaya mengantarnya kepada Habiba sesuai rencana. Amplopnya masih sama seperti yang tadi malam. “Ambil uang itu!” ucap Habiba lagi dengan suara yang hampir tidak kedengaran karena tercekat. “Anda tidak bisa membayar saya. Jangan anggap Anda berbuat hal itu lalu memberi bayaran kepada saya. Anda keliru, saya tidak seburuk itu.”“Kamu salah paham, Biba. Itu bukan bayaran. Itu uang…”“Uang tutup mulut?” potong Habiba lemah. Padahal ia sudah mengumpulkan nyali dan kekuatan untuk dapat menghadapai Husein, tapi tetap saja di dalam san
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status