Sudah satu minggu Fabian dan Mila liburan bersama di Bali. Selama itu pula Sarah mengkhawatirkan suaminya. Pasalnya, Fabian tidak memberitahukan kepadanya akan pergi kemana dan dengan siapa pria itu pergi.
Sarah duduk di depan televisi dengan raut wajah gusar. Perempuan itu sangat khawatir dengan suaminya. Sebenarnya, kemana suaminya itu pergi selama satu minggu ini? Batin Sarah bertanya-tanya.Tayangan televisi menyiarkan berbagai macam berita yang disalurkan kepada masyarakat. Kedua mata Sarah terpaku saat indra penglihatannya melihat dengan jelas foto suaminya dan seorang wanita yang pernah ia lihat di ruangan sang suami, terpampang jelas di televisi 42 inchi itu.“Pemirsa, kali ini Mila Shaquella seorang model majalah dewasa terlibat skandal tengah berlibur bersama dengan kekasihnya yang bernama Fabian Aditama, cucu dari pengusaha sukses Robi Aditama…”Sarah terdiam kaku. Kedua bahunya melemas. Perempuan itu pikir, suaminya tengah keluar kotaDua bulan kemudian..Seperti biasanya, saat ini Sarah sedang bersama Angel—keponakannya. Sarah menggenggam jemari mungil Angel saat keduanya baru memasuki lift. Pernah suatu ketika, Sarah berharap mempunyai anak secantik dan sepintar Angel.“Tante, aku kangen sama Om Bian..” ujar Angel seraya mendongakkan kepalanya guna menatap wajah Sarah.Sarah tersenyum simpul mendengar ucapan anak kecil itu. “Kan sekarang Angel akan bertemu sama Om.” balas Sarah.Angel membalas senyuman Sarah dan menganggukkan kepalanya. Setelah lift berhenti dilantai 8, Sarah dan Angel pun keluar dari lift tersebut. Sarah menuntun Angel menuju ruangan suaminya. Saat akan mengetuk pintu sang suami, sebuah suara menghentikkan pergerakkannya.“Ibu Sarah?” panggil seorang pria yang kini berdiri di samping Sarah.Sarah menoleh ke samping seraya menatap pria itu dengan alis mengeryit. “Ya?” sahut Sarah.“Ah, pasti Ibu mau bertemu dengan Fab-Pak Fabian?” t
Sudah dua minggu berlalu sejak Mila memberitahukan kekasihnya bahwa wanita itu tengah mengandung anaknya. Mila merengek agar Fabian segera untuk menikahinya. Fabian pun dibuat bingung oleh tingkah kekasihnya yang semakin hari selalu kekanakan.“Sayang, kapan kamu akan memberitahu Kakek Robi?” Sudah sepuluh kali Mila memberikan pertanyaan yang sama kepada Fabian.Fabian menghela napasnya gusar. Sejenak ia terdiam guna meredakan kekesalan yang tiba-tiba saja timbul saat wanitanya terus bertanya mengenai hal tersebut.“Aku sibuk Mila. Kamu tahu ‘kan pekerjaanku sangat banyak?” balas Fabian sembari menyandarkan punggung tegapnya pada kursi kebesarannya.Mila memberenggut kesal mendengar jawaban kekasihnya. “Kalau kamu terus-terusan kayak begini, lebih baik aku sendiri yang memberitahu Kakek Robi.” tukas Mila dengan tegas.Fabian memijat pangkal hidungnya resah. “Baiklah… nanti malam aku akan memberitahu Kakek.” ujar Fabian dengan nada terdeng
Sarah mendongakkan kepalanya menatap langit malam lewat balkon kamarnya. Perempaun itu hanya diam tidak membuka suara. Hatinya sakit mendengar pernyataan suaminya yang mengatakan akan menikahi wanita lain.Sarah tidak menyangka, kebencian Fabian akan menikah dengan dirinya membuat pria itu nekat melakukan kesalahan dengan wanita lain. Jujur saja, jika ditanya ia sakit hati? Tentu iya, Sarah merasakan sakit hati atas perbuatan yang Fabian lakukan.Saat ini Sarah tengah berada di kamar Firman—Kakak iparnya. Entah mengapa Firman membawanya ke kamar pria itu, bukan ke kamar Fabian yang merupakan suaminya. Sarah memeluk tubuhnya erat tatkala hembusan angin malam menerpa kulit putihnya.Tatapannya terlihat sangat kosong. Entahlah, mulut perempuan itu terasa kelu untuk mengucapkan sepatah dua patah kata. Sarah masih terkejut dengan kejadian di ruang makan tadi. Ia sangat berharap sekali, bahwa ini hanyalah mimpi buruknya. Tidak menjadi kenyataan.Perempuan itu melangkah berbalik memasuki kam
Sarah menatap lirih pada wajah Ayahnya yang sudah tak lagi muda. Hari ini tepatnya, ia akan diboyong oleh keluarga barunya ke Kota Jakarta. Sebenarnya, Sarah tidak tega meninggalkan sang Ayah sendiri di desa. Namun, Ayahnya tetap keukeuh tidak ingin ikut pergi ke Kota dengan alasan mendiang Ibunya.“Ayah benar akan tinggal sendirian di rumah ini?” tanya Sarah ragu.Tangan Ayahnya yang sudah mulai keriput itu membelai wajah Sarah lembut.“Sudah Sarah, cepat kau pergilah. Suamimu sudah menunggu disana.” ujar Ayahnya yang bernama Soni.“Ayah harus sehat terus, Sarah khawatir dengan kondisi kesehatan Ayah.” gumam Sarah lirih.Pria paruh baya itu tersenyum lembut seraya mengelus rambut putri semata wayangnya dengan penuh kasih sayang. Kini, putrinya sudah menjadi seorang istri. Dirinya sudah bukan lagi tanggung jawab Sarah. Sebenarnya, ia begitu berat untuk melepas Sarah ke Kota. Namun, apalah daya, karena hutangnya kini dengan terpaksa p
Sarah menegeringkan rambutnya yang basah menggunakan handuk kecil. Perempuan itu menatap suaminya yang tak lain Fabian tengah memperhatikan laptop dengan pandangan serius. Saat ia akan duduk di atas ranjang, terdengar suara Fabian yang membuatnya terdiam kaku.“Siapa yang suruh kamu duduk disini?” tanya Fabian dengan datar.“T-terus aku tidur dimana Mas?” tanya Sarah dengan suara pelan.“Lantai.” Jawab pria itu acuh.“H-hah?” pekik Sarah tidak percaya.Jujur saja, meskipun Sarah berasal dari keluarga yang sederhana, ia tidak pernah tidur di lantai. Kecuali ada sebuah karpet atau kasur kecil yang menjadi alasnya.“Kenapa? Nggak mau?” tanya Fabian sinis.Sontak Sarah menggelengkan kepalanya. Mau bagaimanapun, ia harus menuruti setiap ucapan suaminya. Sarah akan selalu berbakti kepada Fabian, sekali pun itu menyakiti perasaannya. Sarah akan selalu mengingat nasihat Ayahnya.Karena sudah lelah dan sedikit menga
Fabian menatap perempuan yang kini tertidur pulas di ruang tamu dengan pandangan datar. Harus berapa ratus kali ia memperingatkan perempuan itu agar tidak mencampuri urusannya? Lihatlah sekarang, perempuan itu malah menunggunya di ruang tamu sampai membuatnya tertidur.“Ck, keras kepala.” maki Fabian pada istrinya.Dengan terpaksa pria itu membawa tubuh ramping Sarah ala bridal style ke dalam kamar. Dengan tidak berperasaan pria itu menjatuhkan Sarah sampai membuat perempuan itu memekik kesakitan.“Awwsshh,” desis Sarah menahan sakit di seluruh tubuhnya.“Mas kenapa jatuhin Sarah?” dengan kesal Sarah bertanya seperti itu.Fabian balik menatap Sarah dengan wajah datar khasnya. “Aku tidak sudi menyentuh kamu.”Krek! Hati Sarah seperti dipatahkan begitu saja setelah mendengar perkataan menyakitkan yang dilontarkan suaminya. Sarah menundukkan wajahnya menenggelamkannya pada lipatan kaki. Sarah jadi merin
Sarah terbangun dari tidur nyenyaknya. Setelah mengumpulkan nyawanya, perempuan itu beranjak dari kasur, tak lupa membereskan kamar barunya. Perlahan kakinya melangkah keluar kamar menuju kamar mandi. Setelah menghabiskan kurang lebih sepuluh menit di kamar mandi, kini Sarah melangkah menuju dapur. Tangannya membuka pintu kulkas, seketika kedua matanya melotot sempurna. Dirinya tidak menemukan satu bahan makanan pun untuk diolah.Dengan langkah ragu, Sarah melangkah mendekati kamar suaminya. Tangannya perlahan mengetuk pintu kamar bercat cokelat itu dengan pelan.Tok tok tok! “Mas,” panggil Sarah sedikit berteriak karena tidak mendapati respon apapun.Tak lama kemudian, pintu di depannya terbuka dan menampilkan wajah bantal sang suami. Namun, wajah Fabian terlalu tampan dan sempurna untuk dilihat sepagi ini. Bahkan, Sarah sampai tidak berkedip sedikit pun dibuatnya.“Apa?!” tanya pria itu sewot. Merasa karena tidurnya terganggu
Malam harinya, Sarah duduk di depan televisi yang ukurannya saja bahkan membuat mulut perempuan itu terbuka. Sesekali kekehan kecil keluar dari mulut perempuan desa itu. Tangannya kembali memasukkan snack yang ia beli tadi di super market.Ceklek! Suara decitan pintu kamar yang terbuka mampu mengalihkan atensi Sarah dari tayangan televisi. Perempuan itu meneliti penampilan suaminya yang terlihat kasual dan tentunya terlihat sangat tampan serta menawan.“Mas mau kemana? Ini sudah malam.” ujar Sarah seraya beranjak dari duduknya.Fabian menghentikkan langkahnya sejenak dtanpa membalikkan tubuhnya yang tegap. Ia terlalu malas jika harus kembali berhadapan dengan gadis desa yang selalu membuatnya kesal itu.“Mau kemana Mas?” tanya Sarah lagi saat perempuan itu tidak mendapati jawaban apa pun.“Bukan urusan kamu.” jawab Fabian dengan nada terdengar dingin.“Jangan menungguku pulang!” lanjutnya lagi."Aku tidak