Sesamapainya di mansion, Albert terlihat tak tenang. Ia berjalan mondar mandir di dalam ruang kerjanya. Mike yang memperhatikan gelagat majikannya itu merasa iba sekaligus lucu. Iba karena, Mike tau bagaimana rasanya saat ini membayangkan orang yang dicintai sedang bersama pria lain. Dan lucu karena, baru sekali ini Mike melihat Albert bertingkah layaknya anak remaja yang dimabuk cinta.
Mike terus memperhatikan gerak-gerik Albert. Terkadang ia meletakkan tangannya di pinggang, terkadang ia duduk di kursinya. Berdiri dan mondar mandir lagi. Terakhir, Mike kaget saat Albert menggosok kasar kepalanya dan berteriak keras.
"Oliviaaaa..." teriak Albert frustasi.
"Tuan, apa sebaiknya saya jemput Nona Muda saja?" saran Mike pada Albert.
"Kau benar! Cepat kau jemput gadis kecil itu dan bawa dia kembali ke mansion ini!" titah Albert pada Mike dengan tegas.
"Baik, Tuan. Aku akan berangkat sekarang." jawab Mike pamit undur diri.
Albert menat
Di sekitaran pantai, penuh dengan tenda-tenda mahasiswa dari berbagai Universitas Negri maupun Swasta. Karena memang, acara kali ini adalah gabungan antar beberapa kampus dalam menjalin silaturahmi dan saling mendukung kegiatan ekstrakurikuler. Sampai tengah hari, para mahasiswa masih tampak sibuk dengan tugasnya masing-masing. Jika sesuai dengan yang direncanakan sejak awal, perkemahan akan di lanjutkan malam ini. Dan akan pulang pada esok pagi. Olivia dan Gladis tampak keluar bersamaan dari dalam tenda. Tristan yang sedang memanaskan air untuk menyeduh kopi/teh, memandang pada kedua wanita itu tanpa berkedip. Sehingga tanpa sadar, air panas itu menyiram sebelah kaki Tristan. "Aaww..." teriak Tristan kaget. Sontak beberapa orang yang ada di sekitar Tristan mendekat, melihat apa yang terjadi. Tak terkecuali Gladis. Gladis dengan raut wajah cemas berjalan cepat ke tempat Tristan terduduk. Sementara Olivia, tetap berdiri pada tempatnya. Meski awal
Karena mood yang tiba-tiba memburuk, Olivia izin untuk pulang lebih awal. Dia beralasan sakit kepala dan tak sanggup lagi ikut serta dalam acara malam ini. Olivia terlalu malas berurusan dengan orang-orang yang menatapnya sinis dan tajam, karena mengabaikan Tristan terluka tadi. Olivia menghubungi ponsel Mike. Saat ini, Mike sedang menikmati waktu tidurnya di apartemen miliknya. Saat ponselnya berdering, Mike menjangkau ponsel di atas nakas itu tanpa melihat nama pemanggil. "Hallo, Tuan. Bukankah Anda sudah mengizinkanku istirahat pagi ini? Mataku masih mengantuk, semalaman begadang memantau dan menjaga Nona Muda," ucap Mike tanpa jeda. Olivia yang baru saja membuka mulut ingin mengatakan sesuatu langsung memikirkan makna perkataan Mike. Olivia mematikan telpon itu dan segera menelpon Albert. "Hmm..." jawab pria dingin di seberang sana. "Apa kau sibuk?" "Tidak," "Kalau begitu, apa kau bisa menjemputku ke perkemahan?" "A
Sampai di mansion, Albert masih terus menggendong Olivia dengan kedua tangannya hingga menaiki anak tangga dan menjatuhkannya di atas kasur yang besar dan sangat empuk itu. Albert heran, karena sejak tadi Olivia terus saha tersenyum menatapnya. "Apa yang membuatmu tersenyum terus sejak tadi? Apakah aku setampan itu hingga membuatmu tak bisa berhenti menatapku?" Albert bertanya dengan penuh percaya diri. Olivia yang tadinya hanyalah tersenyum, sekarang malah tertawa mendengar kenarsisan suaminya itu. "Ternyata, kau bisa juga narsis," jawab Olivia kemudian mengambil posisi duduk di atas ranjang itu. "Kenapa? Apakah aku betul? Sekarang kau sudah bisa mengakui bahwa aku adalah pria tampan yang akan selalu membuat hatimu berbunga-bunga setiap kali menatapku." "Ya, anggap saja begitu!" "Kenapa kau mengatakan dengan tidak rela?" "Tidak rela? Apa maksudmu?" "Kau... Ah, sudahlah. Kenapa kau ingin pulang? Apa kau sudah puas bertemu
Albert kembali mengangkat tubuh kecil itu ke masuk ke kamar tanpa menutup pintu balkon yang masih terbuka lebar. Albert sepertinya sudah tak sabar ingin menyantap sarapannya pagi ini. Tanpa melepaskan tubuh Olivia dari tangannya, ia tak berhenti mencumbui wajah dan leher Olivia. Dengan lembut, Albert membaringkan Olivia di atas ranjang. Di sinilah tempat peraduan cinta mereka. Yang tanpa terasa, sudah bersemi dan tumbuh di dalam hati masing-masing. Terlebih Albert, dengan sikap dan sifatnya yang jauh bertolak belakang dengan Albert yang di kenal oleh orang-orang di luaran sana. "Akh... Jangan berhenti, teruskan!" pinta Olivia, saat Albert berhenti mengecup leher dan belakang telinganya. "Apa kau sangat menginginkan lebih dari ini?" tanya Albert sengaja mengulur waktu. "Hmm..." jawab Olivia dengan mata tertutup. Sungguh, Albert sudah membuatnya benar-benar terlena dan lupa diri. Olivia mulai suka dan menikmati percintaannya dengan Albert. Bahka
Perlahan, Olivia menunduk dan memasukkan batang kemaluan Albert ke dalam mulutnya. Olivia sama sekali tidak pernah melakukannya. Dia mengetahui hal itu dari video panas yang tempo hari sempat di tontonnya dari ponsel. Itupun karena seseorang membagikannya dan Olivia penasaran untuk menontonnya. Awalnya, Olivia hanya memasukkann bagian ujungnya saja. Karena ia tidak yakin, benda sebesar itu akan masuk ke dalam mulutnya. Tapi, seiring berjalannya permainan ini, Olivia semakin berani. Dengan sebelah tangannya yang juga menaik turunkan kulit batang kemaluan itu, mulutnya juga seiring mengeluar masukkan benda panjang nan besar itu. Albert yang awalnya santai saja, karena Olivia yang belum ahli melakukannya dengan biasa, kini napasnya mulai terengah-engah menahan nikmat. Kuluman dan lumatan Olivia di batang besarnya telah membuatnya seperti hilang kendali dan tidak bisa menahan untuk tidak mendesah kenikmatan. "Oh shit... Kau sangat ahli," umpat Albert karena
Olivia berendam dalam bathtub, sementara Albert mandi dan membersihkan diri di bawah guyuran air sower. Olivia menyetel music di dalam kamar mandi, sehingga membuatnya hanyut dan terbuai. Berendam dengan santai dan menikmati music mellow, tanpa sadar Olivia mulai merasa ngantuk. Albert yang melihat Olivia semakin menutup matanya, membatalkan niatnya untuk keluar terlebih dahulu. "Apa kau masih ingin berendam?" tanya Albert pada Olivia. Olivia membuka matanya dengan enggan, "Hem, aku sepertinya ingin berendam lebih lama," "Tapi bahaya jika kau berendam sambil tidur!" "Ya, tiba-tiba mataku mengantuk sekali," "Ayo, aku bantu bersihkan badan. Sebaiknya tidur di kasur saja." Albert menggosok tubuh Olivia lembut dengan busa-busa itu. "Aku ingin kamar dengan aroma yang sama dengan aroma air bathtub ini," pinta Olivia dengan mata setengah mengantuk. "Ya, aku akan meminta Mike membelikan aromatherapy ini yang khusus untuk
Tiga hari sudah berlalu sejak kejadian pagi itu. Albert dan Olivia semakin banyak menghabiskan waktu bersama. Sepertinya kedua insan itu tak lagi canggung untuk menunjukkan perasaannya masing-masing. Mereka bahkan tak sungkan bersikap mesra di depan para bawahan dan karyawannya. Seperti siang ini, Olivia datang ke kantor Albert untuk mengantarkan makan siangnya. Karena Olivia sudah berusaha keras membuat rendang sejak pagi tadi, jadi ia ingin memberikan kejutan pada Albert. Meski sebenarnya Albert selalu mengetahui setiap gerak gerik Olivia dari para pelayan di mansion. Saking patuhnya, bahkan saat Olivia tidur siang, bangun jam berapa, dan aktifitas lainnya pun, mereka akan memberikan laporannya pada Albert. Tentu saja, semua itu tanpa sepengetahuan Olivia. Mike menjemput Olivia ke mansion, dan sesuai perintah dari Albert, kali ini mereka akan parkir di parkiran depan dan masuk melalui pintu depan. Jika selama ini Olivia selalu masuk lewat lift pribadi Alber
Setelah melepas pelukannya, Olivia memandang sekeliling. Dia baru sadar sekarang dia dan Albert sedang berada di tengah kerumunan para karyawan di Perusahaan Albert. Pipi Olivia merah merona menahan malu. Albert melihat sikap Olivia, kemudian menyunggingkan senyum tipis. Albert menggenggam tangan Olivia. Gadis itu merasa sedikit rileks setelahnya. "Semuanya, dengarkan aku..." Albert menjeda perkataannya dan menatap semua karyawan yang tampak di depan matanya. Semua orang itu menunggu dengan patuh, tentang apa yang akan dikatakan Albert. "Gadis ini... Dia istriku yang sah. Jika dia datang ke kantor ini, perlakukan dengan baik dan sopan. Seperti kalian bersikap padaku!" lanjut Albert memberi peringatan. "Apa kalian mengerti yang aku katakan?" sambung Albert lagi. "Mengerti, Tuan!" sahut para karyawan secara bersamaan. Pria yang tadi bertabrakan dengan Olivia tersenyum sinis. Baru saja ia mulai menyukai gadis polos yang menggemaskan itu, tapi ter