Kali ini rahang Lily benar-benar jatuh ke lantai. "Maksudmu, Tuan Tampan menyamar menjadi pesuruh yang mengantarkan pesanan, membawa nampan, berpakaian hitam putih dengan dasi kupu-kupu? Menjadi orang yang mau diperintah ini itu?""Itu belum seberapa sampai kamu tahu bahwa saat itu Emma datang bersama pacarnya untuk merayakan ulang tahun temannya.""Hah?!" Lily terbelalak. Dia terdiam, kesulitan untuk mengucapkan kata-kata.Irene menghela napas. "Kecil kemungkinan bagi kita untuk masuk ke hati Jack. Aku tidak tahu, apa yang membuat Emma menjadi sangat istimewa untuknya." Dia mengangkat kedua tangan.Dua wanita yang tadi saling berteriak, kini mendadak akur. Mereka berbicara dari hati ke hati, mengisahkan awal mula pertemuan mereka dengan Jack. Sekarang, keduanya memikul rasa yang sama, patah hati."Tapi, menurut cerita yang kamu sampaikan, artinya mereka belum berpacaran 'kan?" tanya Lily berharap.Irene membuka botol air mineral. Dia meneguknya. "Jika kamu bertemu dengan Emma, sunggu
Ruangan itu menjadi hening sesaat. Lily tersenyum puas karena Irene terpancing provokasinya. Kecanggungan jelas menyelimuti hati Irene karena sudah keceplosan atas isi hatinya. Terlebih, yang dia lihat dari reaksi Jack hanyalah sempat terkejut beberapa saat, sesudahnya tidak terlihat raut senang. Dia khawatir Jack tidak berkenan dengan apa yang dia lakukan, sehingga tidak sudi lagi mengenalnya.Sebetulnya Jack memang terkejut. Tapi, satu-satunya hal yang mengejutkan Jack adalah fakta bahwa itu merupakan pertemuan keduanya dengan Irene. Dia sekarang mengerti, dua wanita yang saling berteriak di sampingnya memiliki satu kesamaan, sama-sama mudah jatuh cinta."Maaf, Jack. Aku tidak bermaksud... um, ini terjadi begitu saja," lirih Irene, tidak ingin suasana kikuk itu terus berlangsung.Tanpa diduga, Jack menyunggingkan senyum. Dia memegang tangan Irene. Hal itu tentu membuat Lily tidak bisa menahan rahangnya untuk tidak jatuh.Pipi Irene merona. Terbesit di benaknya bahwa Jack juga memil
Lily tersentak. Dia mendadak was-was. Sungguh, ucapan pedas Irene seperti sambaran petir yang menghantamnya. Pasalnya, dia sudah bersikap ramah dan cukup manis, tetapi Irene malah membalas dengan lancang!Dalam keadaan kesal itu, Lily melirik ke arah Jack untuk melihat reaksinya. Dia tentu mencemaskan penilaian Jack terhadap dirinya, setelah Irene mengumbar citra buruknya tanpa filter sama sekali.Lily tidak mau skandal masa lalunya membuat Jack enggan untuk dekat dengannya. Sebelum ini, tanpa kabar miring saja, dia kesulitan untuk meluluhkan hati Jack. Lily bisa bernapas normal karena Jack tidak menunjukkan perubahan mimik yang berarti. Sepertinya Jack tidak terpengaruh.Meski demikian, Lily sudah terlanjur kesal pada Irene. Dengan raut wajah dan nada bicara lebih dingin dan tegas, Lily menyangkal, "Itu hanya rumor. Bukan rahasia lagi jika seseorang yang penting dan berpengaruh, public figur, artis, ataupun orang terkenal menjadi target utama infotainment dan berita-berita gosip. Me
“Apa dia pacarmu juga? Bagus! Itu artinya kamu suka wanita!” Lily bertepuk tangan.Jack bergeming, menatap Lily dengan espresi wajah datar. Dia tidak berkomentar, tetapi sebuah napas panjang yang lepas dari mulutnya cukup mewakili perasaannya.“Apa aku boleh membukakan pintu sekarang?” Lily mengerjap-ngerjapkan matanya.Jack mengulurkan tangannya ke arah pintu dengan senyum pasrah, masih tanpa mengatakan apa-apa.Karena Jack sudah mempersilakan, Lily pun membuka pintu dengan semangat penuh.“Selamat datang!” serunya menyapa tamu Jack dengan wajah berseri.Ternyata, tamu yang datang mengunjungi apartemen Jack adalah manajer The Groove Spot, Irene Walker. Sebenarnya hari ini belum waktunya libur, tetapi dia sengaja meninggalkan tempat karaoke itu sejenak terkhusus untuk menemui Jack.Selain karena mobil super mewah Jack masih berada di tempat parkir The Groove Spot, Irene juga sudah tidak kuat lagi menahan rasa rindu. Terlebih pesan yang dia kirim beberapa hari lalu kepada Jack tidak di
Dada Jack menjadi sesak mengingat kelancangan wanita yang berdiri di depan pintunya. Dia sampai refleks menutup bibirnya sendiri. Meski begitu, sekarang Jack tersenyum sambil menggelengkan kepala.Bisa-bisanya wanita itu datang saat aku baru saja memikirkannya!Jack menghela napas panjang. Itu flat apartemennya, tidak ada yang perlu dia cemaskan. Lagipula, ini malah lebih efisien. Dia bisa mentraktir wanita gila itu minum di rumahnya saja."Hei Tuan Tampan, sampai kapan kamu akan membiarkan pacarmu ini menunggu? Buka pintunya, lalu kita ke tempat fitness bersama, oke?!"Jack mengernyitkan dahi mendengar celoteh Lily Harvey. Sejak kapan mereka berpacaran? Jack tahu, waktu itu dengan seenaknya Lily mengangkat diri sendiri menjadi pacar barunya. Tapi Jack tidak mengira jika Lily akan melakukannya lagi sekarang.Apa dia benar-benar berpikir bahwa mereka telah berpacaran? Astaga!Seolah mendengar kata batin Jack, dari luar Lily menyahut, "Sejak kita resmi berpacaran, belum sekali pun kita
Setelah tadi malam Jack kembali menginap di kontrakan Emma untuk merayakan kabar baik dari Redwave Group bersama Nenek, rasanya masih belum cukup. Dia masih ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan Emma.Kini di dalam apartemennya, Jack memandangi foto profil pada nomor ponsel Emma. Dia tersenyum mengingat ekspresi gembira yang ditunjukkan Emma ketika mendapat email panggilan interview dari Perusahaan Redwave Group. Senyumnya menjadi semakin lebar ketika melihat Nenek sampai menangis terharu. Walaupun itu adalah panggilan interview dan belum ada kepastian bahwa Emma akan diterima di sana, bagi Nenek hal itu tetaplah hal besar."Aku pastikan Nenek akan menangis lagi karena melihatmu menjadi resepsionis di perusahaanku!"Selain karena Redwave Group menunjukkan performa yang baik, Jack memang sengaja mengambil alih perusahaan tersebut terkhusus untuk Emma, supaya wanita itu bisa bekerja di tempat yang bagus dan bergengsi, tanpa perlu jauh-jauh dari kontrakannya. Setidaknya dengan men
Jack keluar lift dengan senyum lebar. Dia berjalan ke flat apartemennya tanpa menurunkan senyum itu. Tidak dipungkiri, imbalan tak ternilai setelah menolong orang lain adalah mendapat kebahagiaan tersendiri. Rasa bahagia tersebut sangat khas karena hanya bisa diperoleh setelah berhasil meringankan beban orang lain. Dan, perasaan tersebut menjadi berlipat-lipat ketika orang yang dibantu adalah orang tersayang.Jack tidak mengelak bahwa dulu dia sering merasakannya ketika membuat Elena tersenyum setelah memberikan barang-barang yang diinginkan atau menuruti permintaannya. Dan sekarang, kebahagiaan semacam itu bersumber dari senyum Emma, yang tidak meminta atau menuntut apa-apa darinya. Rupanya, hal itu membuat Jack jauh lebih bahagia.Ketika Jack sampai di depan flatnya, dia mengernyitkan dahi karena melihat sebuah parcel ada di depan pintu. Dia mengambil parcel tersebut. Ada banyak kudapan lengkap dengan sebotol anggur premium. Selain itu, juga ada sebuah kartu berwarna emas, yang ber
Ketika membuka dan membaca email dari perusahaan besar itu, Emma terbelalak. Tangan kirinya menutup mulutnya yang terbuka lebar. "Mustahil," desis Emma dengan tatapan yang masih terpaku pada layar ponselnya."Apanya yang mustahil?"Emma menyodorkan ponselnya kepada Jack. "Ini tidak mungkin," katanya lagi sebelum bersandar di kursi.Jack meraih ponsel Emma. Matanya bergerak lincah ke kanan dan ke kiri, membaca kata demi kata, yang membuat Emma terlihat kaget, bingung, heran, perasaannya bercampur aduk hingga membentuk ekspresi wajah yang rumit. Malahan, Emma juga terlihat lemas secara tiba-tiba."Hei, ini kabar baik!" seru Jack bersemangat. Reaksinya saat membaca email itu berbanding terbalik dengan yang ditunjukkan Emma."Kamu mendapat panggilan interview di perusahaan Redwave Group untuk posisi resepsionis. Itu sangat bagus, Emma! Berikan tanganmu!"Masih dengan gesture bingung Emma menurut saja mengulurkan tangannya. Dengan cepat Jack menggenggam dan mengguncangkannya. "Selamat, Em
Sejak mendengar kisah kegagalan Jack dalam pernikahan sebelumnya, Emma mulai menyadari bahwa hal buruk yang menimpanya, tidak seberapa jika dibandingkan dengan apa yang dialami Jack.Mendapat pengkhianatan dari orang-orang terdekat, tanpa ada satu pun orang yang memihak dan mendukungnya, terusir dari rumah yang dibeli dari hasil jirih payah sendiri, kehilangan pekerjaan dan keluarga sekaligus, lengkap dengan segala hinaan dan cacian yang selalu didengar, rupanya tidak membuat Jack menjadi pribadi yang murung. Padahal semua keburukan itu Jack terima setelah dia melakukan pengabdian dan pengorbanan, serta dedikasi sepenuh hati.Sungguh, melihat Jack yang murah senyum, Emma tidak akan pernah menduga jika pria itu telah melewati masa-masa yang begitu sulit dalam hidupnya; sebuah fase penuh penderitaan yang bahkan tidak akan cukup terwakilkan oleh kata ‘penderitaan’ itu sendiri.Emma sudah memetik hikmah dari proses menyakitkan yang membentuk Jack menjadi seorang yang bijak. Dia seperti me