Salju putih terus berjatuhan satu demi satu menimpa kepala Atthy, dia bersusah payah hanya untuk melangkahkan kakinya di tumpukan salju sepanjang jalan. Atthy mulai bingung ke mana dia harus melangkah? Selama ini dia tidak pernah keluar dari Kastil, dia tidak tahu apa-apa sama sekali tentang wilayah di luar kastil.
Atthy terus berjalan tak tentu arah, karena dia tidak bisa membedakan yang mana jalan yang seharusnya di lalui. Semuanya tampak sama, tertutup salju tebal di atasnya. Atthy terus berjalan dan malah memasuki hutan semakin dalam. Atthy yang selama ini hidup di gurun pasir yang terik dan panas kesulitan menghadapi ganasnya cuaca dingin di hadapannya sekarang.
Selama di dalam Kastil Atthy selalu di layani oleh pelayan dan tidak pernah jauh dari perapian, sekarang dia tidak punya apa-apa kecuali pakaian tebal yang membungkus tubuhnya. Tapi, sayangnya hal itu tidak berlangsung lama. Pakaian tebal itu tidak bisa menghalau seluruh suhu dingin yang sudah mengepung Atthy. Atthy yang memang sedang dalam kondisi tubuh yang tidak baik, jatuh terduduk di sebuah pohon besar yang tanahnya tampak sedikit lebih tinggi dari tanah di hadapannya.
Atthy yang sudah tidak lagi sanggup melangkahkan kakinya kemudian pasrah bersandar di pohon besar, dia duduk termangu memikirkan nasib yang sudah membawanya sampai ke tahap ini. Dari seorang cucu bangsawan rendah yang miskin, menjadi seorang Duchess, dan sekarang justru, dia malah, bukan siapa pun. Tidak seorang Romanov, tidak juga seorang Drustan.
Suhu dingin tanpa ampun terus menerpa tubuh mungil Atthy yang sudah tidak berdaya. Lambat laun, Atthy tidak lagi merasakan apa pun. Tubuhnya mati rasa, rasa ngilu di tulang-tuangnya yan g masih bisa di rasakannya saat berjalan tadi kini sudah tidak lagi di rasakannya. Atthy dengan jelas mengetahui apa yang terjadi padanya, bayangan kematian sekilas terbayang di kepalanya tapi segera di gantikan dengan kenangan tentang keluarganya silih berganti.
***
**
Kota Nauruan adalah sebuah kota besar di ujung perbatasan sebelah timur dari wilayah Kerajaan Xipil, dari Kota Nauruan beralih ke sebuah wilayah yang masih dalam Yurisdiksi Kota Nauruan, wilayah yang sangat luas lima belas kali lebih luas dari pusat kota Nauruan itu sendiri. Sebuah wilayah tandus dan kering yang nyaris tidak tersentuh megahnya pusat Kota Nauruan, Desa Caihina dan delapan desa lainnya. Jajaran sembilan Desa yang sangat terpencil tapi sepuluh kali lebih luas dari pusat kotanya sendiri, satu dari beberapa Desa tertinggal yang ada di Gurun pasir yang di lupakan oleh Bangsawan yang memimpin kota Count Veraga. Caihina adalah sebuah Desa terluar dari jajaran sembilan Desa yang ada di wilayah gurun, Kota Nauruan, yang butuh waktu dua puluh hari untuk bisa sampai ke pusat kota jika menggunakan kereta kuda karena sulitnya medan, tapi jika hanya berkuda bisa di tempuh dalam waktu sepuluh hari.
Desa Caihina adalah dataran pasir yang sangat luas, di tengahnya terdapat Laguna besar yang jadi sumber air untuk kehidupan penduduknya. Desa Caihina di kelilingi perbukitan batu kapur raksasa yang di selubungi pasir di sekelilingnya, membentuk cekungan dan membuatnya tampak seperti mangkuk. Setelah melewati perbukitan batu kapur dan padang gurun luas maka akan memasuki Hutan lebat yang sangat luas berisi banyak hewan buas dan menakutkan, Hutan itu menjadi perbatasan wilayah padang gurun dan pusat kota Nauruan. Karena ketidak pedulian Count Veraga banyak bandit perampok yang bersembunyi di perbatasan hutan dan pusat kota, karena medan berat dan berbahaya yang seperti itu sangat jarang ada yang mau memasuki Desa, itu sebabnya perdagangan sangat sulit di lakukan di wilayah gurun, membuat sembilan Desa di dalamnya semakin terisolir.
''Ayah!... Ayah!... Lihat!'' seru Damon, anak lelaki berusia enam tahun berlarian dari kejauhan sambil berteriak memanggil ayahnya.
''Damon!... Hentikan teriakanmu!'' Seru Atthy gadis remaja yang baru tiga bulan menginjak usia tujuh belas tahun, anak perempuan tertua Ashton Romanov.
HUF HUF HUF
Damon berhenti sejenak berusaha mengatur nafasnya yang terengah-engah ketika sampai di pagar pekarangan rumahnya.
''Ada apa denganmu?... Apa yang membuatmu harus berlari sampai seperti itu?'' Tanya Ashton ayahnya sambil terus memukul besi yang di panaskan di hadapannya.
''Pengantar pesan baru saja datang'' jawab Damon dengan mata berbinar-binar.
''Lalu?'' Tanya Atthy acuh sambil menjaga nyala api membantu ayahnya.
''Dia membawa surat...'' jawab Damon dengan ekspresi bahagia.
''Dia pengantar pesan, tentu saja dia membawa surat'' jawab Atthy sambil meledek adiknya.
''Suratnya untuk kita...'' ujar Damon dengan wajah semringah.
''Hm?!'' sahut Ashton dan Atthy bersamaan.
''Lebih hebat lagi, ini dari Ibu Kota Kerajaan...'' ujar Damon membanggakannya.
Mendengar ucapan Damon, Atthy melirik ke arah ayahnya dan Ashton hanya menanggapinya dengan mengerutkan dahi karena heran.
''Apa kau tidak salah baca Damon?'' tanya Ashton masih dengan wajah herannya.
Bagaimana tidak heran, sejak dia lulus dari akademi dua puluh tahun yang lalu tidak sekali pun dia pernah menginjak Ibu Kota Kerajaan lagi.
''Tidak ayah, di surat juga tertulis jelas untuk Baron Romanov'' ujar Damon sambil menyerahkan surat pada ayahnya, memperlihatkan tulisan di muka amplop.
''Kalau begitu itu untuk kakekmu...'' jawab Ashton.
''Bukan untuk ayah?!'' seru Damon bertanya dengan wajah heran.
''Bodoh! Baron adalah kakekmu...'' seru Ashton menghardik anak lelaki termudanya.
''Dasar kau... Sudah sini bantu aku!'' seru Atthy sambil terkekeh melihat adiknya yang masih bingung sambil memperhatikan ayahnya.
''Tapi, tetap saja... Itu untuk keluarga kita'' ujar Damon berkilah tak mau kalah, kemudian melakukan yang di perintahkan Atthy kakaknya.
Ashton mengambil surat dari Damon kemudian masuk ke dalam rumah untuk memberikannya pada ayahnya Rowtag. Atthy kembali meneruskan pekerjaannya menempa besi, dan meminta Damon untuk menjaga nyala api. Sejak kecil Atthy dan adik-adiknya selalu membantu Ashton ayahnya yang bekerja sebagai pandai besi, dia juga sering ikut ayahnya untuk berburu di hutan bersama adiknya Aydan.
''Ayah, ada surat untukmu dari Ibu kota...'' ujar Ashton pada ayahnya, dia menyerahkan surat pada Rowtag, kakeknya Atthy, tepat setelah dia membersihkan diri.
''Surat?... Dari Ibu kota?... Untukku?'' ujar Rowtag bertanya dengan wajah heran dan bingung.
''Ya'' jawab Ashton santai.
''Apa kau tidak salah?'' tanya Rowtag lagi masih dengan ekspresi heran.
''Kurasa tidak, mataku masih bisa melihatnya dengan jelas di situ tertulis Baron Romanov'' jawab Ashton dengan santai.
Rowtag menerima surat itu dari Ashton kemudian membacanya, beberapa saat kemudian wajahnya berubah dari heran jadi terkejut, dan semakin terkejut.
''Ash... Surat ini bukan untukku tapi untukmu'' ujar Rowtag sambil mengacungkan surat yang telah di bacanya.
''Untukku?!... Tapi ayah, di situ jelas tertulis BARON'' tanya Ashton sambil menjelaskan kembali.
''Sudah lebih dari lima puluh tahun... Mungkin, mereka berpikir aku sudah mati'' ujar Rowtag dengan nada kecewa.
''Ayah, ada apa denganmu?... Apakah surat itu membawa kabar tidak baik?'' tanya Ashton dengan ekspresi memelas, dia tidak tega melihat wajah keriput ayahnya semakin sedih.
''Surat ini untukmu Ash... Karena Atthy adalah putrimu'' ujar Rowtag menjelaskan, dia kembali tersenyum saat melihat kekhawatiran di wajah anak laki-laki satu-satunya yang tersisa.
''Atthy?... Apa hubungannya dengan Atthy?'' tanya Ashton bingung dengan pernyataan ayahnya barusan.
''Surat ini adalah surat lamaran untuk putrimu Atthy...'' ujar Rowtag menjawab dengan wajah yang tampak senang.
Terbelalak mata Ashton mendengar kabar itu dari Rowtag, dia terkejut melebihi keterkejutan Rowtag tadi saat membaca suratnya.
''Ayah... Kau pasti sudah terlalu tua, matamu rabun... Berikan padaku, biar aku yang membacanya!'' seru Ashton masih tidak percaya.
''Terserah... Lagi pula aku sudah bilang surat itu untukmu, bukan untukku'' ujar Rowtag menjawab dengan alis terangkat kemudian menyerahkan surat itu pada putranya.
Hai, aku wolfy... Penulis cerita ini. Simak juga ceritaku yang lainnya... WANITA UNTUK MANUSIA BUAS (sudah tamat tapi sulit sekali mendapat kontrak dari GOODNOVEL) PAMANKU SUAMIKU MENJEMPUT ISTRIKU DUNIA MANUSIA BUAS SUAMIKU YANG BERBAHAYA KARENA KEBODOHANKU, AKU HAMPIR KEHILANGAN SUAMIKU SINGA BETINA MILIKKU (sequel lanjutan dari WANITA UNTUK MANUSIA BUAS, hanya saja kali ini wanita dari DUNIA MANUSIA BUAS yang terlempar ke DUNIA MODERN dan bertemu dengan CEO gahar.
''Kau hanya seorang wanita bodoh... Kau terlalu tinggi berpikir tentang dirimu. Bagiku, kau tidak lebih baik dari mereka yang melemparkan dirinya padaku setiap malam hanya untuk sekantung uang'' ujar Hugh dengan santainya sambil mencari helai demi helai pakaiannya yang tercecer tak jauh dari tempat tidur. Bergetar tubuh Atthy, mendengar kalimat demi kalimat yang di lontarkan Hugh yang terus merendahkan dirinya. Dia bukan tidak marah, tapi otaknya masih bisa memperingatkannya untuk tidak terbawa emosi demi keluarganya. Dia hanya bisa membelalakkan matanya menatap Hugh. Seorang Duke yang telah berstatus sebagai suaminya selama tiga bulan. Kata-kata Hugh yang tajam, menghunus tepat di jantung Atthy. Terkejut, heran, bingung, juga marah bercampur jadi satu membangunkan Atthy dari mimpi indahnya semalam. Malam pertama Edna dan suaminya Duke Drustan, di awali dengan sebuah tragedi dan sama sekali tidak romantis. Tapi, Atthy yang seorang wanita sekaligus seorang istri. Berharap, kalau itu s
Di luar ruangan telah menunggu tiga pelayan pribadi Atthy, mereka segera menunduk segera menyambut Hugh keluar dari kamar Atthy. Mereka semua berbisik dengan wajah merona mengingat Hugh dan Atthy majikan mereka baru saja menghabiskan malam bersama. ''Tuanku... Apa ada hal yang harus saya persiapkan?'' Tanya Helena yang baru saja datang, segera menghampiri tuannya. ''Panggil Alwyn ke ruanganku segera, dan juga panggil Dr. Windfold untuk melihat kondisinya!'' seru Hugh memerintah. ''Maaf, tuanku?!'' Seru Helena dengan wajah bertanya. ''Dia... Sepertinya terluka, tidak... Dia, memang terluka... Sudahlah!... Kau urus saja dia!'' seru Hugh, dia berbicara dengan kaku. Helena heran melihat ekspresi canggung dari tuannya, ekspresi yang sangat jarang di perlihatkan oleh Hugh, meski pun pada Helena. Wanita paruh baya yang melayani keluarga Drustan sejak Hugh belum di lahirkan. Helena heran, tapi dia juga senang melihat wajah tersipu mantan tuan mudanya. ''Wow... Sepertinya, malam ini menja
Atthy menatap Helena yang dengan berani menahan tangannya ketika hendak menanda tangani surat cerai, Helena segera menarik kembali tangannya karena dia sendiri terkejut dengan tindakannya. ''Helena!'' seru Atthy refleks menegur tindakan Helena. ''Duchess, maafkan kelancangan saya. Tapi, Duchess... Tolong pikirkan lagi. Ini, mungkin salah paham'' ujar Helena dengan segera, sambil berusaha menundukkan dirinya karena telah melakukan kesalahan sebelumnya. ''Tidak... Aku sudah berjanji pada tuanmu tadi pagi'' jawab Atthy tegas. ''Duchess! Tolong Duschess, tahan dulu!... Saya akan menanyakan alasannya pada yang mulia Duke...'' ujar Helena dengan raut wajah yang cemas. Helena tidak lagi bisa bersikap profesional, dia memperlihatkan emosinya dengan sangat kentara. ''Helena...'' Panggil Atthy sambil memegang tangan Helena yang sudah keriput karena usia tuanya. ''Terima kasih... Setidaknya, kau menerimaku dengan tulus. Tapi, Helena, sudah cukup. Aku dan Tuanmu sudah membicarakannya, dan ak
Semenjak Atthy datang ke kastil ini tidak pernah sekali pun Atthy mengeluh atau bahkan mencoba melangkahkan kakinya keluar dari kastil. Seluruh penghuni kastil tahu kalau Atthy hanya berasal dari kelas bangsawan rendah yang miskin. Tapi, mereka juga sangat mengagumi sikap elegan yang di miliki Atthy. Atthy sangat mengerti etika dan tata tertib seorang bangsawan dengan sangat baik sekali, karenanya mereka cukup terkejut mendengar Atthy keluar dari kastil bahkan tanpa pelayan pribadi apa lagi pengawal di sisinya.''Apa maksudmu? Apa yang hendak di lakukannya di luar kastil sendirian?!" Seru Alwyn bertanya dengan wajah sangat serius. ''Maaf... Maafkan kami, Tuan Gusev... Kami... Kami juga tidak tahu tentang hal itu... Hanya salah satu penjaga bilang, kalau melihat Duchess berjalan menuju gerbang belakang'' Ujar Stella dengan panik melihat raut wajah Alwyn. Tidak lama mereka bicara satu lagi ketukan pintu terdengar dari luar. ''Masuklah!'' Seru Alwyn pemilik ruangan menjawab. ''Kau?!..