Bab 8
Ya Allah, Kenapa Aku Hamil?Uang hasil dari penjualan semua perabotan bekasku itu ternyata lumayan banyak juga ya. Alhamdulillah bisa untuk tambahan tabunganku, dari pada dipakai cuma-cuma oleh para benalu itu, mending diuangin saja 'kan."Kamu benar-benar hebat Lan, masih bisa sabar menghadapi para benalu seperti itu. Semoga nanti kamu mendapatkan suami yang benar-benar bisa mengayomimu, dan bukan malah memeras tenaga dan uangmu saja seperti itu. Hati-hati ya Lan, jangan sampai kamu terbuai lagi oleh rayuan mereka itu," pesan Mas Damar tadi saat pamit setelah mengantar uang hasil penjualan perabotan itu.Memang Mas Damar bukan saudaraku, namun dulu dia sering membantuku saat aku masih sekolah, karena aku seorang yatim piatu, mangkanya dulu banyak sekali orang yang memberiku bantuan, salah satunya ya Mas Damar ini, yang sidah kuanggap sebagai kakak sendiri.Selepas melaksanakan shalat isya, aku ingin langsung tidur di kasur busa yang tersedia di kost ini. Hari ini, banyak sekali kejadian yang dalam sekejab saja merubah hidupku, namun kupastikan, jika perubahan yang akan terjadi adalah perubahan yang lebih baik. Dan sungguh Allah sangat sayang padaku, hingga menunjukkan semuanya sebelum terlambat.Sebuah panggilan masuk ke handphone-ku, sukses membuyarkan lamunanku saat itu.Ternyata panggilan itu berasal dari Mas Johan, pasti dia mau protes karena isi rumah yang tadi habis kujual. Langsung kuangkat saja teleponnya itu, karena aku ingin tahu seperti apa reaksinya itu."Assalamualaikum, ada apa, Mas?" tanyaku dengan nada amat tenang, saat memulai percakapan melalui sambungan telepon itu."Nggak usah sok lugu deh kamu! Kenapa kamu bawa semua isi rumah ini?!" Mas Johan langsung emosi saat itu, lucu sekali."Ya wajarlah aku bawa, itukan punyaku! Sudah seharusnya kubawa pula. Enak saja mau pakai gratisan!" ucapku dengan nada tinggi pula."Benar-benar kurang ajar kamu! Kembalikan semua barang itu secepatnya!""Ih, dasar nggak tahu malu! Mangkanya, kalau punya apa-apa itu kerja! Jangan maunya enak doang, maunya gratisan doang!""Awas kamu ya! Jangan kira kamu sudah menang hari ini, ingat rumahmu saja bisa ku kuasai. Jadi tentu saja aku juga bisa menyakitimu jika kamu terus berlaku sok pintar! Mangkanya jadi wanita itu yang pintar dikit, agar nggak gampang di tipu laki-laki! Hahaha.""Sombong sekali kamu, Mas! Ingat aku tak takut akan semua ancamanmu! Dan satu lagi, secepatnya aku akan merebut kembali apa yang menjadi hakku!""Hahaha memangnya wanita lugu dan lemah sepertimu itu bisa berbuat apa? Pasti bisanya cuma nangis saja! Aku yakin setelah pergi dari sini, hidupmu akan lebih menderita, apalagi setelah ku ceraikan nanti. Kamu akan menyandang status janda yang mengenaskan, hahaha!" ucap Mas Johan makin sombong."Jangan salah, Mas. Justru dengan pergi darimu, aku akan mendapatkan kebahagian. Hidup denganmu hanya membuatku makin menderita dan bodoh saja! Justru saat ini, aku sangat menunggu status janda itu!" kataku mantap."Hahaha. Oke kita lihat saja nanti, aku atau kamu yang akan lebih menderita! Secepatnya, surat kuning itu akan sampai di tangan!""Oke kuterima tantanganmu itu! Lebih cepat lebih baik surat cerai itu kuterima!"Panggilan itu pun kemudian kuakhiri, tak perlu berlama-lama ngobrol dengan laki-laki benalu itu. Akan kubuktikan padanya, jika aku bisa sukses saat jauh darinya. Untungnya juga, aku sampai saat ini belum hamil, jadi tak akan ada anak yang menjadi korban perceraian.Memang selama tiga tahun ini aku bodoh karena menjari bucin, namun saat ini rasa cinta itu sudah hilang, saat tau dia tega menyelingkuhiku disaat aku benar-benar mengabdi padanya dan keluarganya. Rasa cinta itu seketika berubah menjadi benci.Lebih baik, aku sekarang tidur dan mengistirahatkan tubuhku, dari pada harus meladeni orang tak penting seperti itu. Bismillah, semoga besok aku bisa menemukan cara yang baik untuk mendapatkan rumahku kembali dan juga untuk membuat laki-laki bernama Johan itu malu, karena aku lebih sukses darinya.********************** ******************Pagi ini aku terbangun oleh suara alarm yang kupasang, karena dari tempat kostku ini jauh dengan musholla, jadi suara adzan tak terdengar. Langsung kuambil air wudhu dan melaksnakan shalat subuh.Entah mengapa sejak beberapa hari terakhir ini badanku sering sekali lelah, dan lebih sering buang air kecil, dan juga sering mual-mual. Seperti pagi ini, aku kembali merasa mual dan ingin muntah.Kulihat kalender yang ada di hanphone, ternyata aku memang sudah telat datang bulan lebih dari dua minggu. Namun hal itu kuanggap lumrah, karena sejak gadis dulu menstruasiku tak pernah lancar.Tetapi kali ini aku curiga jika aku hamil, karena kurasa banyak hal berbeda di tubuhku.Jadi kuputuskan segera menuju minimarket yang buka dua puluh empat jam, untuk membeli alat tes kehamilan. Semoga saja, ini hanya karena stress, dan aku tidak hamil disaat seperti ini.Jarak antara minimarket dan kostku ini, sekitar lima belas menit perjalanan. Aku membeli dua buah alat test itu, dan langsung tancap gas kembali ke kost.Segera kucoba kedua alat test kehamilan itu, dan ternyata keduanya menunjukkan garis dua, yang berarti aku kini positif hamil.Ya Allah cobaan apalagi ini? Kehamilanku ini membuatku bimbang dengan keputusanku untuk berpisah dengan Mas Johan.Part 9Mencoba Pekerjaan Sampingan BaruTidak, aku tidak boleh lemah. Kehamilan ini adalah anugerah dari Allah, dan ini yang sudah kuharapkan sejak beberapa tahun yang lalu, tak akan aku menyia-nyiakan pemberian Allah ini. Dan aku pun tak akan kembali lagi pada Mas Johan, karena aku pasti bisa membesarkan anak ini tanpa dia.Kupikir, jika aku kembali padanya, aku adalah seoarang wanita yang bodoh. Jika aku kembali, pasti mereka akan menertawakanku, dan juga akan lebih menyakitiku, karena perbuatanku kemarin. Tak perlulah menyakiti diri terus -menerus, yang harus kulakukan saat ini adalah berussaha merebut kembali rumahku, sembari menentukan langkah, agar bisa sukses meski tanpa hadirnya seorang suami."Nak, baik-baik di dalam sini, ya. Bunda janji, akan selalu menyayangi kamu, apapun yang terjadi. Kita berjuang bersama untuk hidup yang lebih baik lagi ya. Sehat-sehat kamu di sini ya, hingga nanti kita dapat berjumpa di dunia ini," ucapku sambil mengelus perut yang masih rata ini.Kare
Part 10 Sebuah Ide CemerlangWaktu istirahat tiba, langsung kulaksanakan shalat dhuhur, kemudian membeli makan di warung gado-gado yang ada di samping toko tempatku bekerja. Sambil menunggu pesananku siap, aku lalu mengecek aplikasi menulisku, melihat bagaimana perkembangannya. Subhanallah, lagi-lagi aku dibuat kaget, kini sudah ada empat ratus orang yang berlangganan cerita yang kubuat itu. Tak menyia-nyiakan kesemapatan yang ada, maka aku pun kemudian melanjutkan cerita itu. Aku pun kemudian larut dalam tulisanku, namun sambil makan.Pas ketika jam tanganku menunjukkan pukul dua siang, aku sudah menyelesaikan dua part baru itu, jadi kini cerbungku itu, memiliki lima part. Aku dan Mei, seorang rekan kerjaku, langsung kembali menuju toko. Jam istirahat di tempatku di bagi menjadi dua, agar tak sampai ada kosong."Lan, kuperhatikan kamu dari pagi kok kayaknya bahagia banget sih?" tanya Mei saat kami berjalan menuju toko."Ah biasa aja kok...emangnya kelihatan gitu?" jawabku sambil m
Penyamaran 1Setelah menjalankan shalat subuh, aku langsung meneruskan kegiatan baruku, menulis novel. Dengan semangat empat lima, berharap ini bisa menjadi ladang rejekiku selanjutnya, karena hari ini aku berniat untuk mengundurkan diri dari toko. Hal ini juga kulakukan, karena aku harus menjalaankan misiku, yang memang tak bisa kulakukan dengan tetap bekerja.Sebelum menulis, kupersiapkan segelas susu, roti dan juga mie instan goreng untuk menemani acaraku menulis kali ini, targetku harus bisa membuat bab sepuluh dan sebelas hari ini. Jadi aku sudaah bisa langsung menguncinya, dan semoga ada yang mau buka kuncinya . Tepat pukul delapan, acara menulisku ini selesai, bismillah semoga hasilnya memuaskan.Setelah itu, akupun bergegas mandi dan bersiap menuju ke rumah bosku, rencananya setelah pamit dari sana, aku langsung melakukan eksekusiku itu.Kulajukan motor dengan kecepatan sedang, setelah sampai tanpa banyak bicara lagi, aku langsung pamit. Mereka kemudian memberiku sedikit uan
JumintenGegas aku menunduk saat berpapasan dengan Mas Johan dan pasangan selingkuhannya itu, aku takut dia akan mengenali wajahku."Eh, siapa wanita ini, Bu?" tanya Mas Johan.Berarti memang dia tak mengenali pernyamaranku kali ini. Padahal tadi dia memandangku lumayan lama loh, apa mungkin dia tengah di mabuk asmara jadi dia tak ingat dengan wajah istri yang telah menemaninya lebih dari tiga tahun ini. Tapi hal ini, malah menguntungkan sih buatku, jadi aku tak akan terlihat grogi lagi di depannya."Pembantu baru kita Jo. Mulai sekarang dia yang akan ngerjain semua pekerjaan rumah, jadi ibu nggak capek-capek masak dan bersih-bersih. Oh iya sampai lupa, siapa namamu Mbak?" tanya Bu Sarah kepadaku."Saya Juminten, Bu," ucapku."Wah kebetulan banget nih, aku dan Sinta lagi lapar, buatin Mie dan cepat anterin ke kamar lagi ya!" Perintah Mas Johan.Aku cuma mengangguk dengan perintahnya itu. Rasanya tanganku sudah gatal melihat kelakuan Sinta yang dari tadi memeluk erat perut Mas Johan, b
Suara ketukan keras itu membuyarkan lamunanku, segera aku memakai jilbab dan memasukkan handphone ke dalam dasterku. Tampaknya orang diluar itu ingin membuka lewat gagang pintu. Semoga saja itu bukan Mas Johan, yang sadar kalau dia menaruh kertas berharga itu di sini."Iya, sebentar..." jawabku lalu gegas aku membuka pintu."Eh, kamu kok jam segini sudah masuk kamar sih? Sana masak buat kami, tuh di dapur tadi aku sudah belanja. Kamu masaknya yang cepat ya, aku dan Selfi lapar nih!"Alhamdulillah, ternyata ini mertuaku yang sedang kelaparan."Maaf, Bu. Tadi saya kecapekan karena saya sedang hamil muda," ucapku sambil menutup pintu."Oh, jadi kamu lagi hamil ya? Bodohnya mertuamu itu yang mengusirmu. Apa dia tak tahu kalau kamu sedang hamil?" tanyanya."Iya, Bu. Mereka tak tahu kalau saya hamil. Saya masak dulu ya, Bu.""Ya sudah, cepetan. Keburu Selfi berangkat kuliah. Aku mau rebahan di kamar ya, nanti kalau kamu butuh apa-apa bilang saja!" Aku hanya menganggukkan kepala mendengar
Apa Ini Karma?Setelah selesai makan, Selfi kemudian langsung pamit akan berangkat kuliah pada Ibunya, sedangkan aku mencuci piring dan perabotan dapur lainnya."Aku mau berangkat dulu ya, Bu," ucap Selfi sambil mencium punggung tangan Bu Sarah."Eh, kamu kok kelihatan lemas dan pucat gitu sih dari kemarin Sel? Makan juga malas-malasan gitu?! Kanu sakit?" tanya Bu Sarah.Tiba-tiba, Selfi lari ke kamar mandi sambil menutup mulutnya, dan tentu saja diikuti oleh Ibunya.HuwekkkHuwekkkHuwekkk"Kamu kenapa kayak gini, Sel? Jum, cepat buatkan Selfi teh hangat!" ucap Bu Sarah khawatir.Letak kamar mandi yang berada di samping dapur, membuatku bisa mendengarkan obrolan mereka, dan gegas kubuatkan teh untuk adik iparku itu."Kamu kenapa Sel? Jangan buat ibu khawatir dong! Atau jangan-jangan...?! Awas saja kalau kamu berani macam-macam kalau pacaran!" ucap Bu Sarah geram namun tetap khawatir pada anak perempuannya itu."Ih Ibh ini apaan sih? Aku ini cuma masuk angin kok! Malah ngomong yang
Kehamilan Selfi"Wulan adalah menantu yang telah kusia-siakan, dan kami dzholimi hingga akhirnya dia terusir dari rumahnya sendiri. Apa mungkin ini karma karena perbuatan kami itu?!" ucap Bu Sarah lirih."Wah mungkin juga sih, Bu. Katanya kalau doa orang yang teraniaya itu bakalan cepat diijabahi sih, Bu. Maaf ya, Bu, kenapa kok sampai menyia-nyiakan mantunya? Lalu perempuan yang tadi di kamar berdua dengan putra ibu itu, siapa?" pancingku lagi."Perempuan itu hanya selingkuhan Johan saja, aku sebenarnya nggak suka juga dia ada di sini, tapi ya gimana lagi kata Johan, jika dia di sini, maka motornya bisa digunakan Selfi untuk ke kampus. Sebenarnya Wulan itu mantu dan istri yang baik, baik sekali malahan, dan justru karena kebaikannya itulah kami memanfaatkanya dan akhirnya mengusirnya dari sini. Saat dia sudah tak ada seperti ini, semua jadi terasa bahwa kehadirannya di sini itu amat berharga buat kami."Aku sesungguhnya memang tahu, kalau hati dari mertuaku ini amat lembut. Dulu saa
AKU PASTI BISA TANPAMUKejutan Dari Selfi LagiSaat tengah mengeroki Bu Sarah, terdengar suara motor berhenti di depan. Entah siapa yang datang, Mas Johan atau Selfi, yang jelas hanya akan memperlambat waktuku pergi dari rumah ini saja, apalagi ini juga sudah pukul lima sore, maka kuputuskan malam ini aku bermalam di rumah ini saja.Sekalian ingin mengenang masa saat aku kecil dulu, saat tidur di kamar belakang itu bersama Bapak dan Ibuku."Jum, coba lihat siapa yang datang?" perintah Bu Sarah padaku, yang hanya kujawab dengan anggukan saja.Memang tadi pintu depan sudah kututup, jadi jika ada orang masuk, pasti ketuk pintu dahulu. Ternyata dugaanku salah, ternyata yang datang bukanlah Mas Johan atau Selfi, namun seorang gadis muda berhijab warna putih, mungkin dia seumuran Selfi."Assalamualaikum Bu, Selfinya ada?" ucap gadis itu sopan saat kubukakan pintu.Mungkin karena penyamaranku ini, jadi si gadis itu memanggiku dengan sebutan 'Bu'."Waalaikumsalam. Selfi nggak ada, tadi dia p